Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

3 Cara Efektif Berkata Tidak pada Rayuan Atasan

5 Juli 2024   15:00 Diperbarui: 6 Juli 2024   06:06 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang bawahan harus paham trik berkata tidak pada permintaan atasan yang di luar nalar. (Sumber gambar: Microsoft Designer)

Hubungan atasan dan bawahan di lingkungan kerja adalah salah satu hubungan yang rumit. Setiap pekerja pasti pernah mengalami masalah dengan atasan atau bawahan mereka di kantor atau tempat kerja.

Pertama-tama, saya memahami bahwa para pegawai/ bawahan apalagi yang baru saja mulai bekerja terdorong untuk berkata iya pada ajakan atau suruhan atasan. Rasanya menolak instruksi atau ajakan atasan untuk melakukan sesuatu adalah 'haram' karena taruhannya adalah citra Anda sebagai pegawai di mata atasan. Menolak bisa dicap pemalas atau tidak kooperatif. Keputusan Anda untuk menerima atau menolak ajakan bisa menentukan mulus tidaknya proses kenaikan jabatan, gaji, hingga tunjangan dan izin cuti yang akan Anda ajukan nantinya.

Saya juga pernah mengalaminya. Dengan niat menunjukkan etos dan semangat kerja yang sebaik mungkin di mata atasan dan kolega, yang terjadi justru saya burnout, kelelahan amat sangat dan kehabisan waktu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab utama saya di kantor. 

Kalau sudah seperti ini, saatnya belajar untuk menolak. Karena ternyata menolak ajakan atau tugas yang diajukan pada kita kadang malah bisa membantu kita menjaga keseimbangan kerja dan hidup, bekerja lebih efektif, hemat waktu, dan hemat energi juga. Dengan demikian, Anda tidak akan alami burnout.

Berkata tidak memang susah tapi cobalah untuk menerapkan cara-cara yang akan saya jelaskan di bawah ini.

Cermati Lingkup Pekerjaan Anda

Sebelum mulai bekerja, pastinya Anda harus membaca dan menandatangani surat perjanjian kerja (SPK) untuk menandakan adanya hubungan legal di mata hukum antara perusahaan dan Anda sebagai individu yang akan berstatus sebagai bagian dari perusahaan tersebut.

Bacalah isi surat perjanjian kerja tersebut dengan secermat mungkin terutama pada bagian posisi pekerjaan dan juga deskripsi pekerjaan Anda serta tanggung jawab Anda di perusahaan tersebut.

Misalnya jika Anda diterima sebagai content writer, maka sewajarnya deskripsi pekerjaan Anda adalah menulis konten untuk berbagai platform (misal website, blog, media sosial, materi pemasaran, dan email newsletter), melakukan riset tentang topik yang akan ditulis, mengoptimalkan konten untuk SEO (Search Engine Optimization), mengedit dan merevisi tulisan sesuai masukan, berkolaborasi dengan tim lain (desainer, marketing, dll.), memastikan konten sesuai dengan brand voice dan target audience, mengikuti tren dan perkembangan industri yang menjadi bidang tempat perusahaan Anda bergerak, menganalisis performa konten dan membuat laporan, membuat dan mengikuti editorial calendar, dan menggunakan tools penulisan dan manajemen konten.

Jika di surat perjanjian kerja itu sudah ada poin yang di luar nalar atau kewajaran, misal Anda direkrut sebagai content writer tapi ada keharusan untuk menjual produk atau melaksanakan urusan administrasi kantor, sudah seharusnya Anda secara kritis mempertanyakannya pada perusahaan.

Pastikan KPI Anda Apa Saja

Agar dapat bekerja secara profesional, kita harus menggunakan KPI (Key Performance Indicators), yakni seperangkat tolok ukur yang objektif. 

Kenapa ini penting sekali? Agar nantinya atasan Anda tidak memperlakukan Anda seenaknya berdasarkan perasaan suka atau tidak suka. Karena jangan sampai jika Anda berhenti mengiyakan ajakan dan instruksinya, laju karier Anda akan terhambat di sana.

Key Performance Indicators dapat diartikan sebagai metrik yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja suatu organisasi, tim, atau individu dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Anda harus tanyakan ini ke HRD/ Personalia atau atasan Anda secara langsung sebelum mulai bekerja agar semuanya jelas dan terang.

KPI ini sebetulnya bisa membantu perusahaan untuk mengukur kemajuan bisnisnya, mengidentifikasi area yang perlu perbaikan, membuat keputusan berdasarkan data, dan menyelaraskan aktivitas bisnis dengan tujuan strategis perusahaan/ organisasi tempat Anda bekerja.

KPI yang baik wajib spesifik (jelas, tidak ambigu), bisa diukur dengan objektif (bukan berdasarkan perasaan/ mood), bisa dicapai (jangan sampai ambisius dan tidak realistis), relevan (berkaitan dengan posisi dan kompetensi pekerja yang bersangkutan), dan ada batasan waktunya (misal bulanan, semesteran, triwulanan, atau tahunan).

Contoh KPI adalah sebagai berikut. Misalnya Anda direkrut sebagai seorang tenaga pemasaran, maka sudah sewajarnya Anda mengerjakan tugas-tugas apapun yang bisa menaikkan jumlah pengunjung website perusahaan, memperbaiki tingkat engagement di media sosial perusahaan, atau  meningkatkan Return on Investment (ROI) kampanye iklan perusahaan Anda. 

Jangan sampai KPI Anda tercampur dengan KPI dari pegawai divisi atau departemen lainnya. Misalnya Anda tenaga pemasaran tapi juga dibebani target penjualan bulanan, atau diberi tanggung jawab meningkatkan konversi prospek menjadi pelanggan. Hal ini tidak masuk akal karena kedua tanggung jawab tadi adalah milik divisi penjualan (sales).

Belajar Bersikap Tegas dan Profesional

Setelah Anda mencermati dan memahami job description dan KPI Anda sendiri (kalau bisa hapal betul sehingga nanti saat didebat bisa menjawab dengan meyakinkan), sekarang saatnya menguatkan mental agar bisa menolak ajakan atau suruhan atasan yang tidak sesuai dengan job description dan KPI Anda tadi.

Dengan demikian, atasan tahu Anda bukan tipe bawahan yang bisa disuruh seenaknya untuk tugas-tugas yang bukan tanggung jawab Anda.

Misalnya Anda seorang content writer, tentu Anda bisa menolak suruhan bos yang menyuruh Anda mengurusi pengeluaran transportasi kantor, atau membawakan pakaian ganti ke kantor, atau menjemput anaknya di sekolah, atau tugas-tugas yang konyol lainnya yang seharusnya Anda tak perlu lakukan. 

Di sini jika Anda ditanya mengapa tidak bisa mengerjakannya, Anda bisa dengan tegas mengatakan bahwa Anda harus mengerjakan tugas lain yang menjadi tanggung jawab Anda secara resmi sebagaimana tertera di surat perjanjian kerja. Jika masih dipaksa juga, teruslah tekankan bahwa Anda harus bersikap profesional untuk mencapai KPI yang ditetapkan sebelumnya dengan bekerja semaksimal mungkin di bidang pekerjaan Anda. 

Poin yang tak kalah penting ialah Anda harus mendokumentasikan semua komunikasi dalam bentuk tertulis misal pesan WhatsApp atau email melalui alamat email resmi pekerjaan. Ini sangat penting karena akan bisa menjadi barang bukti nantinya jika atasan Anda memperkarakan atau mempermasalahkan penolakan Anda itu. 

Lalu bagaimana jika atasan Anda tipe orang yang menghindari komunikasi teks dan cuma mau berkomunikasi lisan saat menyuruh? Jika semua bentuk komunikasi hanya dalam format lisan, saya sarankan Anda bisa merekamnya dengan ponsel dalam format audio file (yang Anda bisa back up ke Google Drive atau platform penyimpanan awan/ cloud storage lainnya sebagai cadangan jika ponsel Anda hilang atau dicuri orang) untuk berjaga-jaga apalagi jika atasan memiliki riwayat/ kecenderungan melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau penindasan pada bawahan. Dengan demikian, jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan, Anda bisa menggunakannya sebagai barang bukti yang meyakinkan. Anda tak bisa dicap memfitnah bos. (*/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun