Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Meneropong Geopolitik Global Lewat BRICS Games 2024

14 Juni 2024   06:56 Diperbarui: 14 Juni 2024   08:21 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MASIH ingatkah Anda dengan satu topik dalam pelajaran sejarah soal Orde Lama saat Presiden Sukarno masih memimpin republik ini? Ada satu event olahraga bernama GANEFO yang diinisiasi oleh negara kita.

Dilansir dari laman Wikipedia, GANEFO, atau Games of the New Emerging Forces, didirikan oleh Indonesia sebagai tanggapan terhadap teguran dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) setelah Asian Games keempat pada tahun 1962 di Jakarta. 

Pada event tersebut, Taiwan dan Israel tidak diberikan kartu masuk, yang bertentangan dengan doktrin IOC yang berusaha memisahkan politik dari olahraga. Sebagai reaksi, IOC menggantung keanggotaan Indonesia untuk waktu yang tidak ditentukan.

Menolak Olahraga Sebagai Alat Imperialisme

Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, menanggapi dengan menyatakan bahwa IOC sendiri bersifat politis karena tidak memasukkan Republik Rakyat Tiongkok atau Vietnam Utara sebagai anggotanya. Menurutnya, IOC hanyalah "alat imperialisme dan kolonialisme."

Sukarno berpendapat bahwa Olimpiade Internasional telah terbukti sebagai alat imperialisme dan mengusulkan untuk menggabungkan olahraga dengan politik melalui pembentukan GANEFO sebagai kekuatan baru yang menentang Orde Lama. 

Konstitusi GANEFO sendiri menjelaskan bahwa politik dan olahraga adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Acara ini terinspirasi oleh gerakan anti-Barat, anti-kolonial, dan ide-ide dari Konferensi Bandung tahun 1955. 

Indonesia akhirnya diterima kembali oleh IOC tepat waktu untuk Olimpiade Musim Panas 1964 di Tokyo.

'Terjebak' di Tengah 

Saat ini, Indonesia di bawah Presiden Jokowi mengubah arah kebijakannya dengan lebih netral dan di saat yang sama masih membina hubungan dengan Barat (G7: Amerika Serikat, Prancis, Italia, Inggris, Jepang, Kanada, dan Jerman) dan Timur (BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan).

Dikutip dari laman theconversation, pada 24 Agustus 2023, Presiden Indonesia Joko Widodo berangkat ke Johannesburg untuk menghadiri KTT BRICS ke-15. Meskipun ada desakan dari beberapa pihak agar Indonesia bergabung dengan BRICS, Jokowi mengumumkan bahwa Indonesia belum siap untuk bergabung. Keputusan ini didasarkan pada kebijakan luar negeri Indonesia yang netral dan bebas aktif, serta pertimbangan mendalam tentang dinamika geopolitik global.

BRICS bertujuan untuk mempromosikan kerjasama antar negara berkembang. Namun, organisasi ini juga terlibat dalam isu politik dan keamanan global. Misalnya, selama KTT BRICS, para pemimpin tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, yang menunjukkan sikap netral mereka terhadap konflik tersebut.

Indonesia, sebagai negara yang memprakarsai Gerakan Non-Blok dan menekankan perdamaian global, harus berhati-hati dalam memilih aliansi internasional. Bergabung dengan BRICS bisa mempengaruhi hubungan Indonesia dengan negara-negara besar lainnya dan menempatkan Indonesia dalam situasi geopolitik yang rumit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun