PERUBAHAN iklim adalah salah satu isu yang paling banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan. AI juga demikian.
Climate change dan Kecerdasan Buatan (AI) memang tampak sekilas tidak berkaitan tetapi siapa sangka bahwa keduanya sangat berkaitan erat?
Usut punya usut, ternyata penggunaan AI yang makin marak akhir-akhir ini menyedot begitu banyak energi dan sumber daya air.
Lho kok bisa?
Dilansir dari technologyreview.com, saat kita menyuruh AI untuk membuat sebuah gambar rekayasa sesuai instruksi kita, ada begitu banyak energi listrik yang harus dipakai.
Untuk menghasilkan satu foto saja, energi yang dipakai sama dengan energi yang dihabiskan untuk mengecas baterai ponsel cerdas sampai penuh.
Sebagaimana produk teknologi lain, AI ditenagai oleh pusat data modern yang mengkonsumsi banyak energi. Pusat data ini berupa sebuah bangunan dengan ruangan-ruangan yang dipenuhi komputer-komputer yang jumlahnya bisa ratusan unit dan semua komputer yang bekerja 24 jam 7 hari seminggu itu butuh sistem pendingin agar tidak lekas panas dan mencegah komponennya meleleh/ meledak. Untuk itu dipasang ribuan kipas angin agar komputer-komputer ini tetap dingin meski dipaksa bekerja terus-menerus.
Dengan kata lain, komputer-komputer inilah yang bekerja keras menjawab setiap pertanyaan yang Anda lontarkan ke ChatGPT. Dan tak cuma itu, karena komputer-komputer ini mencarikan Anda jawaban di Google, menampung konten Anda di Twitter atau menyimpan video TikTok Anda sehingga bisa diakses siapa saja.
Dengan meningkatnya jumlah pengguna AI, melejit jugalah jumlah energi yang dikonsumsi pusat-pusat data semacam ini di seluruh dunia.
Dan tak cuma menghabiskan listrik dalam jumlah yang semakin gila-gilaan, pusat-pusat data ini juga butuh banyak air untuk menjaga temperatur sekitarnya agar tetap dingin
Yang mencengangkan adalah bahwa beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa menjawab pertanyaan dengan ChatGPT atau alat AI serupa mengonsumsi sekitar 10 kali lebih banyak listrik daripada pencarian Google. Demikian dikutip dari situs technologyreview.com.
Jadi kita bisa bayangkan betapa banyaknya energi yang dihabiskan untuk mengoperasikan model-model AI semacam ChatGPT yang semakin populer di kalangan masyarakat dunia. Jumlah pengguna aktif ChatGPT saja sudah 100 juta pengguna. Bayangkan pertumbuhannya dalam beberapa tahun ke depan.
Sebagai gambaran, versi gratis ChatGPT yang berjalan di awal 2023 adalah versi yang mengonsumsi sekitar 10 kali lebih banyak energi per pertanyaan dibandingkan Google, kata Alex de Vries, seorang mahasiswa PhD dalam bidang ekonomi di Universitas Vrije (Publik) Amsterdam di Belanda, demikian dikutip dari laman snexplores.org.Â
Karena itulah, jika Anda ingin menggunakan AI, pastikan itu untuk tujuan produktif. Bukan cuma sekadar 'membunuh waktu' atau untuk menanyakan hal-hal yang kurang penting. Karena semua yang kita lakukan dengan AI itu menimbulkan ongkos yang mahal bagi planet kita yang sekarang ini sudah menderita akibat ulah manusia. (*/)