Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Home Pilihan

Mengapa Harga Rumah di Kota Mandiri Maja Lebih Ramah Kantong Gen Z

23 Januari 2024   07:51 Diperbarui: 23 Januari 2024   07:52 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klaster Tampaksiring dekat gerbang perumahan kota mandiri Citra Maja Raya 2. (Foto: Dok. pribadi penulis)

GENERASI Z saat ini menjadi konsumen sasaran (target consumers) yang utama dari pasar properti. Karena merekalah yang bakal menggantikan Generasi Millennials yang sudah lebih dulu matang dan sekarang mungkin sudah memiliki rumah.

Anak-anak muda Gen Z ini jugalah yang menjadi sasaran upaya pemasaran dari sejumlah manajemen pengembang kota mandiri di Indonesia.

Hal ini tampak dari iklan-iklan yang disebarluaskan oleh pihak developer yang lebih menarik untuk kalangan Gen Z.

Di artikel ini, saya akan membahas sejumlah poin sebagai berikut:

- Karakter Gen Z

- Kisaran Harga Rumah di Kota Mandiri Maja

- Alasan Mengapa Harga Rumah di Maja Murah Meriah 

BACA JUGA: TREN GEN Z "SKIPPING COLLEGE: OGAH KULIAH KARENA TAK JAMIN HIDUP LEBIH MUDAH

Karakter Gen Z

Gen Z adalah mereka yang lahir di antara tahun 1996 hingga 2012 sehingga dapat dikatakan mereka anak-anak remaja akhir dan dewasa awal yang baru memasuki dunia perkuliahan atau angkatan kerja baru.

Mungkin kita (generasi yang lebih tua) saat ini banyak yang mengira Gen Z cuma suka traveling alias jalan-jalan, melancong ke berbagai tujuan wisata untuk memperkaya pengalaman (atau citra di media sosial?) dan tidak memikirkan masa depan mereka. Dan memang 66% Gen Z sangat menyukai beragam aktivitas petualangan dan olahraga serta event outdoor, demikian menurut data Nielsen Oktober 2021.

Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Sebanyak 77% Gen Z yang disurvei Nielsen (baca hasil studi mereka di sini) menunjukkan bahwa mereka memiliki pemikiran bahwa penting sekali untuk memikirkan soal rencana pensiun nanti. Dan rencana pensiun itu bisa jadi mencakup kepemilikan rumah karena tidak mungkin mereka bakal masih menyewa kamar kos saat lansia nanti.

Memiliki rumah yang harganya terjangkau adalah salah satu solusi bagi Gen Z untuk bisa mencapai kemerdekaan finansial juga (financial freedom) karena harus diakui pengeluaran sewa kos/ kontrak rumah adalah bagian pengeluaran yang pastinya memakan porsi signifikan dalam anggaran mereka.

Dengan memiliki rumah sendiri, mereka tidak akan merasa cemas jika harga sewa dinaikkan secara drastis atau semena-mena oleh pemilik. Intinya dengan memiliki rumah sendiri, satu sumber ketidakpastian dalam hidup mereka bisa ditekan.

BACA JUGA: PENGALAMAN JUJUR BELI RUMAH DAN TINGGAL DI KOTA MANDIRI MAJA, KABUPATEN LEBAK

Kisaran Harga Rumah di Kota Mandiri Maja

Hanya saja tidak semua rumah yang dibangun oleh para developer di kota-kota mandiri itu ramah untuk kantong mayoritas Gen Z yang bergaji UMR. Misalnya rumah di kota mandiri Summarecon Mutiara Makassar ini yang harga termurahnya cuma Rp700 jutaan. Mana bisa Gen Z mencicilnya? Kecuali ia Gen Z dengan orang tua kaya atau pekerjaan stabil dengan gaji dua digit per bulan.

Di Bekasi juga ada kota mandiri baru yang dinamai Vasaka City yang dikembangkan PT Waskita Modern Realty. Namun, harga termurah rumah di Vasaka City ini masih terbilang mahal, yakni Rp250 jutaan. 

Dan harga rumah di kota-kota mandiri lainnya juga masih bertengger di kisaran 500 jutaan hingga 900 jutaan (sumber: berita.99.co). Tidak bisa dibilang murah meriah.

Di Kota Mandiri Maja, dengan dana cuma Rp140 jutaan Gen Z sudah bisa memiliki rumah pertama mereka. Iya, "rumah pertama" karena di usia 20-an atau 30-an biasanya orang baru melakukan pembelian rumah sebab hal ini adalah salah satu keputusan keuangan besar yang bisa menandakan kedewasaan seseorang dalam perjalanan kehidupan mereka. 

Klaster Bedugul dengan rumah murah 140 jutaan. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Klaster Bedugul dengan rumah murah 140 jutaan. (Foto: Dok. pribadi penulis)

Membeli rumah menandakan seseorang sudah bisa bertanggung jawab atas manajemen finansialnya dan menanggung segala akibat hukum jika ia lalai dari kewajiban sebagai nasabah bank (jika ia beli lewat sistem KPR) dan dari kewajiban sebagai bagian dari masyarakat perumahan kota mandiri (karena ia tinggal di sebuah wilayah yang tunduk dalam sistem tertentu).

Sebesar apa sih rumah seharga Rp140 jutaan itu di Kota Mandiri Maja? Menurut informasi yang saya ketahui, dana sebesar itu cukup untuk memiliki sebuah rumah mungil dengan luas tanah 5 x 10 meter persegi dengan satu kamar. Lokasinya ada di klaster Bedugul, di Citra Maja Raya, Lebak, Provinsi Banten.

Rp140 jutaan adalah harga unit jika dibeli dengan cash keras alias tunai. Jika Anda mencicil, besar cicilan per bulannya Rp800 ribuan.

Namun, jika menurut Anda itu sangat kecil dan ada anggaran lebih, ada rumah-rumah yang lebih besar di klaster Tampaksiring (klaster tetangga Bedugul) yang ukuran rumahnya lebih besar dan tanahnya lebih lapang dengan harga termurah (cash keras) 450 jutaan dan termahal 750 jutaan.

Untuk rumah seharga 450 jutaan, ukuran tanahnya 7 x 12 meter persegi (luas tanah 84 meter persegi) dan luas bangunan 42 meter persegi. Dan rumah 950 jutaan, ukuran tanahnya 9 x 15 meter persegi (luas tanah 135 meter persegi) dengan luas bangunan 72 meter persegi. 

Untuk rumah di sudut, harganya bisa mencapai 800 juta hingga 900 jutaan karena luas tanahnya lebih banyak (hingga 178 dan 225 meter persegi). Semua harga ini adalah cash keras 1 bulan. Selain pembayaran cash keras, cara pembayaran cash bertahap dan sistem baloon payment alias DP 50% serta sistem KPR juga ditawarkan.

Alasan Mengapa Rumah di Kota Mandiri Maja Murah Meriah

Jika Anda ingin tahu mengapa harga rumah di Kota Mandiri Maja bisa lebih murah dari perumahan-perumahan kota mandiri sejenis di daerah lain, Anda bisa menyimak penjelasan berikut ini.

Pertama, karena tanah di Kota Mandiri Maja ini sudah dibeli oleh pengembang sejak lama, yakni sekitar tahun 1990-an sebelum krisis moneter 1998 melanda. 'Tabungan lahan' (land bank) sejak 30 tahun lalu ini jadi alasan besar kenapa harganya bisa sangat amat murah. Dengan harga semurah ini sekarang pun, pengembang masih bisa untung.

Hal ini sangat lain dari pengembang kota mandiri lainnya yang mungkin baru mengakuisisi lahan atau beli lahan 10-20 tahun lalu. Makanya harga gila-gilaan.

Kedua, harga rumah di sini masih murah juga karena mayoritas masyarakat terutama Gen Z masih enggan pindah ke daerah ini. Daya tarik ekonomi Jakarta yang begitu besar (dengan kebijakan WFO yang mengikat) masih membuat gamang para Gen Z yang merasa masih ingin hidup di kota metropolitan dan segala gemerlapnya tapi juga mulai menyadari bahwa dengan sumber daya keuangan yang mereka miliki sekarang ini, tidak bisa untuk memiliki rumah di tengah Jakarta tempat mereka banyak beraktivitas. 

Kompromi finansial harus dilakukan dan salah satu kompromi itu adalah dengan memiliki rumah murah di kota mandiri yang bisa dijangkau dengan akses transportasi yang baik dan lancar serta hemat karena bakal dilakukan setiap hari.

Jika saja para pemberi kerja memberikan keleluasaan Gen Z untuk bekerja dari rumah (WFH/ WFA), mungkin akan lebih banyak Gen Z yang mau untuk pindah ke sini dan bekerja secara remote dari kota mandiri yang mereka huni. Karena toh koneksi internet sudah ada di kota mandiri ini. Dengan demikian, pemerataan ekonomi bisa terjadi. Kalau WFO terus, duit mereka bakal berputar di Jakarta terus-menerus.

Ketiga, alasannya karena ukuran rumah dan lahan yang memang lebih kecil dari ukuran rumah yang dibangun 20-30 tahun lalu. Hal ini saya dengar sendiri dari seorang teman generasi senior (usia 60-an) yang berkomentar saat berkunjung ke rumah saya di Kota Mandiri Maja ini.

"Rumah sekarang kecil-kecil ya. Kalau dulu lebih murah, dapetnya lebih gede. Ada halaman depan, belakang, bisa bikin kebon, kolam ikan.  Tapi itu dulu ya tahun 90-an. Haha," celetuknya.

Saya ikut tertawa meski hati juga teriris. Saya juga tahu luasnya rumah kakek dan nenek saya. Saya bisa berlarian sepuasnya dari halaman depan ke belakang karena memang ukurannya bisa 3-4 rumah masa kini. 

Tapi sekarang karena ledakan jumlah penduduk, punya rumah seluas lapangan bola itu tak bisa lagi dilakukan. Kecuali kita beli lahan di daerah terpencil yang masih murah sekali dan kita mau tinggal di sana dan susah payah saat mau ke pusat aktivitas ekonomi, silakan. 

 Bagaimana dengan Anda sendiri para Gen Z yang membaca artikel ini? Apakah Anda sudah berpikir membeli rumah sendiri atau ada pertimbangan lain untuk menunda atau bahkan melupakannya? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar. (*/)

Klaster Tampaksiring dekat gerbang perumahan kota mandiri Citra Maja Raya 2. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Klaster Tampaksiring dekat gerbang perumahan kota mandiri Citra Maja Raya 2. (Foto: Dok. pribadi penulis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun