KITA semua sepakat bahwa Internet saat ini sudah memiliki pengaruh yang amat besar dalam kehidupan nyata manusia, termasuk dalam ranah politik.
Apa yang populer di Internet bisa jadi juga populer di dunia nyata. Dan inilah yang sudah kita saksikan dalam kehidupan.
Kali ini saya ingin membahas hasil survei Indikator Politik yang dirilis Kompas pada tanggal 12 Desember 2023 lalu (sumber: kompas.com) yang menyatakan bahwa elektabilitas Prabowo-Gibran 46,7%. Disusul dengan Ganjar-Mahfud 24,5% dan Anies-Muhaimin 21%.
Mahfud MD Terpopuler di Google
Meskipun memang sekarang transparansi lembaga survei sudah diperbaiki dan siapa saja bisa melihat kepemilikannya di daftar ini (sumber: Kompas.com), saya masih ingin mencoba melakukan riset kecil-kecilan saya sendiri dengan alat (tools) yang familiar bagi saya dan biasa saya gunakan: Google dan SEMRush. Dan keduanya juga saya bisa pastikan lebih netral dari intervensi politik (semoga saja).
Iseng-iseng seminggu lalu (23 Desember 2023) saya ketikkan nama lengkap masing-masing capres dan cawapres di Google.com lalu saya catat setiap angka yang ditunjukkan di tab "All" (semua) di halaman pencarian.
Angka tersebut menunjukkan jumlah konten yang berhasil dijaring di seluruh penjuru Internet baik yang berwujud artikel, foto, video, dan peta yang memuat nama capres dan cawapres.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
Peringkat 1: Mahfud MD dengan hasil pencarian 56 juta
Peringkat 2: Ganjar Pranowo 42,5 juta
Peringkat 3: Anies Baswedan 33,4 juta
Peringkat 4: Prabowo Subianto 22,6 juta
Peringkat 5: Gibran Rakabuming Raka 21,3 juta
Peringkat 6: Muhaimin Iskandar 20,2 juta
Hasil ini lain dari hasil survei Indikator Politik yang dikutip Kompas.
Kemudian hari ini (2 Januari 2023) saya cek kembali dan hasilnya masih menujukkan kepopuleran Mahfud MD meski ada perubahan sedikit di peringkat 2 dan 3.
Peringkat 1: Mahfud MD 90,4 juta
Peringkat 2: Anies Baswedan 30,3 juta
Peringkat 3: Ganjar Pranowo 24,7 juta
Peringkat 4: Prabowo Subianto 17 juta
Peringkat 5: Gibran Rakabuming Raka 11,1 juta
Peringkat 6: Muhaimin Iskandar 7,76 juta
Dan hasil kedua ini masih juga lain dari yang diumumkan oleh Indikator Politik tersebut. Bukan Prabowo, tetapi Mahfud MD-lah yang merajai dunia maya dengan konten-konten yang menyebut namanya.
Sebagai catatan, kata kunci yang digunakan di sini adalah nama lengkap mereka yang sudah dikenal media dan masyarakat, sebagaimana dipakai di Wikipedia.com. Jadi hasil yang menggunakan kata kunci nama depan saja tidak bisa dimasukkan, misal "Anies", alih-alih "Anies Baswedan", atau "Gibran", bukan "Gibran Rakabuming Raka". Alasannya karena nama depan saja kurang bisa memberikan hasil spesifik dan tidak mengarah ke sosok yang dimaksud. Masuk akal karena mungkin ada jutaan orang bernama mirip kandidat capres dan cawapres di muka bumi ini.
Melacak Volume Kata Kunci via SEMRush
Kemudian karena masih ingin memverifikasi hasil ini, saya gunakan juga alat yang biasa dipakai SEO marketers, yakni SEMRush.
Di SEMRush, kita bisa ketikkan nama capres dan cawapres lalu mendapatkan hasil analisis kata kuncinya dan sejumlah indikator penting soal frase yang dicari tersebut di Internet.
Uniknya, hasil dari Google itu masih cukup selaras dengan hasil analisis SEMRush.com. Berikut hasil analisis Semrush Metrics tentang volume kata kunci nama capres dan cawapres secara global.
- Mahfud MD: 169,6K (informational)
- Ganjar Pranowo: 311,0K (informational)
- Prabowo Subianto: 251,9K (commercial)
- Anies Baswedan: 715,6K (informational)
- Gibran Rakabuming: 64,5K (commercial)
- Muhaimin Iskandar : 92,3K (informational)
Yang menarik lagi, SEMRush memberikan simpulan soal tujuan orang mencari dengan kata kunci tersebut. Jika "informational", artinya pengguna Internet ingin mencari informasi soal orang tersebut untuk menggali informasi lebih dalam untuk memuaskan dahaga informasi mereka. Sementara itu, SEMRush akan menyatakan "commercial" jika kata kunci itu diketikkan pengguna Internet untuk tujuan ingin melakukan transaksi jual beli.
Seperti yang Anda bisa lihat di atas, cuma satu pasang yang dinyatakan SEMRush sebagai "commercial" yakni Prabowo Subianto dan Gibran.
Bagaimana bisa orang yang ingin Googling soal capres/ cawapres dinyatakan ingin berjual beli? Agak aneh memang hasilnya.
Saya menduga karena latar belakang Gibran memang pengusaha jadi kata kuncinya didominasi niat komersil, tapi meski demikian Gibran sudah cukup lama menjabat sebagai walikota Solo (sejak Februari 2021).
Berita dan konten soal Gibran sebagai pejabat penting di Kota Solo seharusnya bisa lebih banyak daripada saat ia dulu menjadi pendiri aplikasi pencari pekerja lepas dan paruh waktu Kerjaholic (2018), katering Chili Pari, bisnis martabak Markobar, restoran Mangkokku (2019) dan Goola (2018).
Dan lebih aneh lagi karena Prabowo Subianto sendiri sudah malang melintang di dunia politik dan pemerintahan tetapi kenapa hingga sekarang niat netizen yang browsing namanya di dunia maya masih dinyatakan didominasi oleh niat komersil?
Lebih Banyak Konten, Lebih Banyak Dilihat, Lebih Mungkin Dicoblos
Kenapa saya menggunakan tolok ukur volume hasil pencarian Google dan kata kunci secara global untuk mencari sudut pandang lain soal kepopuleran yang lekat dengan elektabilitas pasangan capres dan cawapres?
Itu karena menurut hasil sebuah studi ilmiah oleh University of California yang dimuat di tautan ini, wajah yang lebih familiar dan sering kita temui mampu menciptakan perasaan aman daripada wajah yang asing.
Alasan ilmiahnya ialah karena otak manusia cenderung malas dan memiliki naluri alami untuk menyukai segala hal yang familiar atau sudah dikenal baik sebelumnya. Segala hal yang familiar memiliki risiko lebih rendah untuk memberikan bahaya atau mengancam nyawa kita.
Bahkan wajah yang familiar terasa lebih ramah meskipun pada kenyataannya wajah tersebut cenderung netral atau tidak menampakkan emosi positif apapun.
Nah karena Internet begitu lekat dengan kita sekarang ini, tentunya tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa eksposure atau paparan kita terhadap wajah-wajah capres dan cawapres bisa memengaruhi pilihan dan preferensi politik kita.
Dan semua itu turut dipengaruhi oleh volume konten yang diproduksi di Internet dan dicari orang.
Logikanya, konten dibuat karena ada ketertarikan dari warganet soal sebuah topik/ isu. Makin banyak konten yang dibuat bisa berarti makin tinggi ketertarikan warganet soal isu/ sosok tertentu. Begitu juga sebaliknya.
Lalu volume konten itu juga mungkin bisa memengaruhi preferensi dan dukungan politik seseorang di Pilpres kali ini. Semakin membanjir konten soal seseorang sosok, wajahnya akan tampil makin sering di layar gawai warganet.
Bagaimana dengan sentimen? Menurut saya, zaman sekarang sentimen identik dengan emosi manusia yang sangat sukar diramalkan. Sentimen konten yang dominan negatif mungkin saja malah bisa menguntungkan si sosok mengingat karakter mayoritas orang Indonesia yang permisif dalam hal politik (buktinya sejumlah orang yang mencalonkan diri sebagai pemegang jabatan penting di birokrasi yang sudah kena kasus korupsi saja masih bisa dapat suara/ dukungan dari masyarakat). Apalagi jika beritanya positif (mendapatkan simpati dari warganet) dan volumenya banyak.Â
Sebagai catatan, saya bukan pendukung dan simpatisan fanatik Mahfud MD atau sosok manapun yang terlibat di Pilpres 2024 ini.Â
Jadi, bagaimana dengan Anda sendiri? Sudahkah melakukan riset sendiri untuk menentukan pilihan sebelum 14 Februari 2024 nanti? Â (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H