Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Davos Man" Ungkap Kerakusan Para Taipan di Balik World Economic Forum

5 Juni 2022   13:30 Diperbarui: 5 Juni 2022   13:51 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di saat yang sama, masyarakat ekonomi bawah makin terbebani dengan pajak yang makin naik karena selain pemerintahnya makin butuh pemasukan akibat deraan pandemi, masyarakat kecil tidak paham aturan perpajakan dan mencari celah untuk mendapatkan keringanan pajak adalah sesuatu yang hampir mustahil mereka lakukan. 

Paling hal yang mereka bisa lakukan adalah tidak mendeklarasikan kekayaan. Tapi jumlah kekayaan itu terbilang receh jika dibandingkan kekayaan para taipan ini.

Davos seolah bisa menjadi sebuah lambang kaum kapitalis yang paling kapitalis. Saking kuatnya pengaruh mereka, sampai keinginan dan lobi-lobi mereka bisa mengatur takdir umat manusia di muka bumi ini.

Di Davos, kita juga disuguhi dengan sebuah pertunjukan atas supremasi kulit putih yang luar biasa. Kita orang Asia mungkin boleh saja kaya raya melebihi mereka tapi hegemoni dan dominasi masih tetap di tangan pria-pria kulit putih, yang lahir di Eropa, berbicara bahasa-bahasa Indo Eropa, dibesarkan dengan pola pendidikan Barat, dan tentu bekerja dengan ideologi ala Barat.

Lalu bagaimana posisi Indonesia?

Negara ini mungkin secara populasi jumlahnya 5 besar dunia tapi dari sudut pandang pengaruh, hegemoni, dominasi di percaturan dunia, RI cuma strata ke sekian. Di buku ini Indonesia cuma disebut sekalidi sebuah paragraf yang membahas soal vaksinasi Covid di seluruh dunia yang tak merata akibat egoisme bangsa-bangsa Barat yang menumpuk vaksin. 

Bangsa-bangsa berkembang seperti kita, Bangladesh sampai Afrika Selatan sebetulnya sudah siap lho memproduksi vaksin masing-masing tapi masalah datang saat pihak industri manufaktur atau produsen vaksin itu tidak mendukung mereka. Para produsen vaksin global masih dikuasai kapitalis Barat sehingga tentu mereka mengutamakan pemodal dan bangsa Barat dulu.

Bangsa-bangsa Barat juga menggunakan vaksin sebagai alat mengukuhkan dominasinya di dunia. Sementara warga dunia masih belum divaksinasi, rakyat negara berkembang sudah lebih dulu terlindungi bahkan sampai sudah vaksin kedua dan ketiga. Itu karena pemerintah-pemerintah negara Barat Eropa menumpuk stok vaksin untuk memastikan bangsanya sehat dan terlindung dari Covid dulu. Sisa vaksin yang hampir habis masa berlaku barulah didistribusikan ke negara-negara berkembang. 

Lewat buku ini, Goodman juga seakan mengingatkan kita agar tidak terlalu mudah memuja-muji korporasi atau instansi yang meluncurkan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang membagikan uang, fasilitas, benefit atau apapun itu secara cuma-cuma pada masyarakat luas. Kenapa? Karena dana ratusan juta atau miliaran itu porsinya jika dibandingkan dengan keuntungan yang berhasil mereka keruk dari gurita bisnis mereka relatif kecil alias 'receh'.  

Membaca buku ini memang patut disertai dengan rasa kritis dan optimis, karena jika tidak kita akan terjebak pada rasa tidak berdaya dalam menjalani kehidupan begitu mengetahui besarnya penindasan ekonomi yang kita derita selama ini. (*/ Twitter: @Akhliswrites)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun