Namun, temuan studi tahun 2020 itu menyatakan minyak kelapa mengancam keberadaan spesies lebih ganas jika diukur per liter produksinya daripada minyak sayur atau minyak sawit.
Masalahnya ada pada "konsumsi yang bertanggung jawab". Tidak asal dan jor-joran.
Konsumen awam cenderung kehilangan batasan mengenai dampak produksi bahan baku kelapa pada lingkungan hidup. Konsumen pun seolah terlena. Mereka pikir: "Minyak kelapa ini lebih ramah lingkungan jadi saya bisa memakai sebanyak mungkin, kapan saja, di mana saja, semau saya."
Tren berpikir bahwa minyak kelapa pasti lebih sehat dan ramah lingkungan muncul di Barat dan minim dampak negatif pada bumi. Padahal jika konsumsinya secara berlebihan dan tak terukur juga sama saja merusaknya.
Konsumen-konsumen yang yakin bahwa minyak kelapa lebih baik dari sawit biasanya mendapatkan 'edukasi' tersebut dari media-media di sekitar mereka, yang biasanya juga memiliki kepentingan-kepentingan tertentu terkait ekonomi yang berkaitan dengan komoditas ini.Â
Dari penelitian ini, produksi minyak kelapa tercatat memengaruhi 20 spesies yang terancam kepunahan (baik itu flora dan fauna) per juta liter minyak yang diproduksi. Angka itu lebih tinggi daripada produksi minyak sawit (3,8 spesies per juta minyak) dan minyak kedelai (cuma 1,3 spesies per juta minyak).
Alasan kenapa ini bisa terjadi ialah karena produksi minyak kelapa banyak di daerah pulau tropis yang memiliki keanekaragaman hayati lebih tinggi dan spesies yang lebih banyak sehingga risiko merusaknya juga menjadi lebih tinggi dari sawit dan kedelai.
Perkebunan kelapa diperluas demi memenuhi permintaan pasar dan akhirnya menggerus habitat satwa langka semacam Marianne mata putih di Seychelles dan musang terbang Ontong Java di kepulauan Solomon.
Spesies tropis lain yang juga terancam akibat perluasan perkebunan kelapa adalah kancil Balabac yang hidup di kepulauan Filipina dan tarsier di Kepulauan Sangihe.
Lalu Harus Bagaimana?
Lagi-lagi konsumen yang peduli lingkungan dihadapkan pada pertanyaan: "Lalu sebaiknya saya harus bagaimana? Apa saya harus sepenuhnya menghindari minyak kelapa?"
Begitu mungkin suara dalam benak kita.