Akhir-akhir ini kita mendapatkan perbincangan menarik soal wacana pembangunan fasilitas insinerator atau pembakaran sampah di tengah Jakarta, tepatnya di Tebet, Jakarta Selatan.
Sejumlah pihak merasa ini bukan langkah yang tepat untuk mengatasi sampah Jakarta. Pembakaran sampah menurut peneliti Fajri Fadhillah di theconversation.com berisiko memperburuk kondisi udara Jakarta yang sudah kotor sekali.Â
Menurut rencana pemerintah DKI Jakarta, akan ada insinerator dibangun yang akan 'melenyapkan' 2.200 ton sampah padat per hari. Dan itu belum total semua sampah warga DKI lho. Karena volume 2.200 ton itu cuma sepertiganya saja. Gila kan?
Sementara kita mencoba menentang rencana itu, yuk kita menengok diri kita sendiri. Apakah benar kita juga tidak mencemari udara sebagaimana yang dilakukan pemerintah jika rencana itu terwujud?
Dari pengamatan saya, kebiasaan membakar sampah (entah itu dedaunan kering sampai sampah bungkus plastik) masih kita temui di banyak sudut ibukota.
Dan jangan kaget, bahkan saat saya berwisata di tempat-tempat di daerah, kebiasaan membakar sampah termasuk sampah plastik seperti bungkus makanan dan sejenisnya juga lazim ditemui.Â
Terakhir saya menemui seorang anak muda yang tanpa rasa bersalah menyalakan api untuk membakar wadah minuman dalam kemasan dan bungkus mi instan di dekat sebuah air terjun yang ia usai nikmati.Â
Saya melongo dan bertanya keras: "Kok bisa setega itu merusak keindahan dan kesegaran udara di sini dengan membakar sampah, terutama sampah plastik?!"
Dan saya juga tak sekali dua kali menemukan warga dengan rajinnya membakar sampah-sampah daun dan bungkus plastik di pagi hari tatkala udara sedang segar-segarnya dan bisa dihirup dengan bebas saat berolahraga pagi.
Bayangkan Anda sedang berusaha memenuhi paru-paru dengan oksigen bersih dan tiba-tiba tetangga Anda membakar sampah. Bisa dimaklumi kalau Anda memaki-maki kok.Â
Ada banyak alasan mengapa kita wajib menghentikan kebiasaan membakar sampah ini. Salah satunya adalah bahan kimia bernama dioksin dan furan.
Dioksin adalah suatu jenis zat kimia yang terlepas tatkala sampah plastik dibakar.
Paparan terhadap zat ini bisa memicu efek negatif pada imunitas kita. Terpapar dioksin dalam jangka panjang bisa juga memicu kanker, perubahan hormon dan ketidaknormalan perkembangan pada bayi.
Hal ini disampaikan dalam laporan sebuah penelitian di tahun 2000 oleh American Chemical Society yang meneliti tentang kebiasaan masyarakat AS membakar sampah yang ternyata menjadi sumber utama penyebab paparan dioksin.
Peneliti mengatakan saat membakar sampah terutama yang mengandung plastik bahan kimia berbahaya seperti dioksin dan furan akan melayang ke udara.
Dan peneliti menegaskan jumlah paparan dioksin dan furan akibat pembakaran sampah masyarakat menyamai emisi fasilitas insinerator yang membakar sampah ribuan rumah tangga.
Selain itu, dioksin dan furan bisa terserap ke tubuh hewan dan mengendap di produk-produk makanan hewani yang kita konsumsi. Menurut keterangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dioksin dan furan bisa berakumulasi pada telur-telur ayam.Â
Insinerasi sampah termasuk aktivitas membakar sampah secara serampangan oleh masyarakat umum dianggap menjadi sumber utama emisi dioksin dan furan. Itulah kenapa banyak negara sudah melarang aktivitas pembakaran sampah.
Nah, jadi kalau Anda menentang wacana pembangunan insinerator sudah seharusnya Anda juga berhenti membakar sampah di halaman Anda sendiri! (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H