Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Belajar dari Pengalaman Marcus Bullock, Eks Napi yang Kini Jadi CEO

6 Maret 2021   17:32 Diperbarui: 6 Maret 2021   17:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkaca dari pengalamannya, Marcus ingin membantu para napi agar dapat kembali ke masyarakat melalui bisnis sosialnya, Flikshop. (Foto: Flikshop.com)

APAKAH yang akan Anda lakukan jika di masa lalu pernah melakukan kesalahan yang terbilang fatal dan serius? 

Sebagian orang mungkin akan terseret ke dalam lingkaran setan hidup yang kelam. Sebagian lagi mampu berupaya keras karena memiliki tekad baja dalam dirinya agar bangkit dan tidak menjadi pribadi yang pecundang di akhir hidupnya.

Marcus Bullock adalah tipe yang kedua. Di umur 15 tahun, pemuda itu sudah terlibat dalam kejahatan yang sangat serius. Ia dan seorang teman merebut sebuah mobil dari seorang pria yang sedang duduk santai dekat sebuah pusat perbelanjaan pada tahun 1996 di Maryland, AS. Konsekuensinya berat: ia divonis 8 tahun hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan Virginia.

Sebagai seorang pemuda yang baru berusia 20-an, rasanya sudah tidak ada masa depan baginya. Siapa yang mau menerima pemuda kulit hitam dengan catatan kriminal di usia yang begitu muda? Prospek kerja baginya terasa sudah sirna.

Namun, untungnya Marcus bukan pemuda yang larut dalam stigma dan jebakan dosa masa lalu. Ia membulatkan tekad untuk berubah menjadi seseorang yang lebih baik dan mampu berkontribusi pada masyarakat secara positif. Dan ia menggunakan pengalaman masa lalunya sebagai bekal.

Kini, ia menyandang titel CEO sebuah bisnis sosial yang ia dirikan dengan nama Flikshop.

Apa istimewanya Flikshop dibandingkan startup-startup (usaha rintisan) lainnya?

Flikshop menelurkan sebuah aplikasi digital yang memungkinkan siapa saja untuk mengirimkan foto kartu pos personal atau pesan bagi para narapidana di wilayah Amerika Serikat.

Berkat Kasih Ibu dan Teman

Seperti kita ketahui masalah rasialisme tidak serta-merta lenyap dari Amerika Serikat hanya karena konstitusi mereka menjamin kedudukan semua warga negara yang setara di depan hukum. Di lapangan, faktanya masih memprihatinkan, terutama bagi kelompok kulit hitam yang masih terus berjuang agar setara. Itulah kenapa gerakan #BlackLivesMatter tahun lalu meluas bahkan hingga di ranah media sosial.

Banyak anak-anak muda kulit hitam yang harus berjuang lebih keras agar mendapatkan pengakuan dan kualitas kehidupan yang lebih layak. Karena kondisi yang lekat dengan kemiskinan dan kekerasan serta narkoba, mereka juga akhirnya lebih rawan bersinggungan dengan hukum.

Marcus juga sama malangnya. Ia yang seharusnya sibuk belajar di sekolah malah saat itu dipenjara.

Untungnya, Marcus masih memiliki ibu kandung yang peduli dan sangat sayang padanya. Ibunya berkomitmen untuk mengirimkan surat atau foto padanya setiap hari tanpa putus untuk menunjukkan betapa sayangnya sang ibu pada anaknya yang sedang menjalani hukuman. Komunikasi yang terus terjalin itu juga senantiasa mengingatkan sang anak agar tidak lupa dengan keluarga. Dan untuk menjalin komunikasi rutin begini ongkosnya tak murah bagi keluarga Bullock yang melarat hingga keluarganya berkorban dengan pindah ke apartemen yang jauh lebih kecil.

"Saat saya selesai menjalani hukuman di tahun 2004, saya akhirnya bisa melihat pengorbanan ibu saya. Saat seseorang di sebuah keluarga masuk penjara, seluruh anggota keluarganya juga turut masuk ke dalamnya," ujar Marcus sebagaimana dikutip dari The Hustle.

Tak hanya ibu, hidupnya terselamatkan juga karena kepedulian seorang teman sesama napi yang kerap menasihatinya agar menghindari kekerasan saat dalam penjara. "Saat kami bertemu, saya hendak terjun dalam perkelahian di halaman penjara dan ia menasihati saya agar saya tak ikut-ikutan karena saya masih punya masa depan panjang," kenang Marcus. Ia masih menganggap Tony sebagai sosok yang bisa memberikannya nasihat bijak dalam menjalani hidup.

Muak dengan hidup yang penuh kriminalitas dan kekerasan, Marcus pun mulai mencari kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.

'Diselamatkan' Semangat Wirausaha

Begitu dilepaskan dari lembaga pemasyarakatan, Marcus yang masih berusia 23 tahun harus mencari kerja agar bisa mandiri dan menopang keuangan keluarganya. Namun, siapa yang mau menerima seorang karyawan tanpa pendidikan memadai dan punya rekam jejak kelam sebagai kriminal?

Ia pun harus menelan 'pil pahit', ditolak 41 pemberi kerja. Dan akhirnya ia mendapatkan satu pekerjaan kasar: menjadi tukang campur cat.

Di sini ia berusaha sebaik mungkin. Ia bekerja dengan serius agar membuktikan bahwa kualitas dirinya sudah lebih baik dari masa lalu. Ia belajar banyak soal industri cat dan kemudian mendirikan bisnis kontraktornya sendiri. Inilah bisnis pertamanya sebagai mantan pesakitan dan ia mendapatkan dukungan pemerintahan lokal.

Dengan gigih, ia menawarkan proposal bisnis dari rumah ke rumah dan tentu tidak mudah mendapatkan klien. Apalagi dengan rekam jejaknya dan reputasinya yang belum dikenal sama sekali.

Namun, ia terus berusaha dan akhirnya bisnisnya menanjak bahkan sampai bisa mendapatkan proyek dengan sebuah kampus dan bandara lokal.

Selama 5 tahun itulah ia belajar sambil menjalankan bisnisnya. Di tahun 2012 ia pun mendapati dirinya sudah memiliki rekam jejak yang membanggakan, jejaring yang luas, dan dana yang memadai untuk membuat bisnis anyar.

Di situlah, ia tergerak mendirikan bisnis sosial untuk turut memecahkan masalah sosial yang juga pernah membelitnya di masa lalu: tingginya angka residivis. Padahal menurutnya, hal itu bisa diatasi dengan memperlancar komunikasi para napi dengan anggota keluarga dan teman mereka. Dengan demikian, mereka tak kehilangan harapan dan senantiasa terdorong untuk memperbaiki hidup, serta tak terjebak dalam rantai kekerasan di penjara. 

Satu masalah besar yang ia temukan ialah adanya monopoli yang menyulitkan komunikasi napi. Untuk menghubungi telepon di lembaga pemasyarakatan, keluarga harus membayar cukup mahal. Usut punya usut, dua penyedia layanan telekomunikasi memonopoli jasa ini. Telepon memang menjadi satu-satunya alat komunikasi sebab di penjara tentu napi tak boleh menggunakan ponsel pribadi.

Muncullah ide dalam benak Marcus untuk membuat media sosial khusus para napi dan keluarga mereka agar komunikasi terus bisa terjalin meski secara fisik mereka terkurung di balik tembok lapas. Tahun 2012 menjadi saksi peluncuran Flikshop sebagai platform komunikasi antara napi dan anggota keluarga mereka melalui kartu pos dan pesan.

Mekanisme layanan ini sederhana: para anggota keluarga bisa mengunduh aplikasi dan memilih foto untuk dikirimkan ke napi dan Flikshop akan mengirimkan foto tadi dalam bentuk pesan di sebuah kartu pos seharga 0,99 dollar. Harga ini jauh lebih murah daripada menelepon melalui koneksi operator yang mahal tadi.

Dan agar aplikasi ini bisa digunakan secara luas, Marcus harus rela mengunjungi lebih dari 100 lapas di AS dan membuat para kalapas memahami pentingnya komunikasi yang erat antara napi dan keluarga, yakni agar peluang mereka menjadi residivis kambuhan lebih rendah.

Berkat kerja keras itu, Flikshop sudah bisa digunakan di 2.700 lapas di AS dan sebanyak lebih dari 170.000 orang sudah mengirimkan pesan dan foto pada para anggota keluarga mereka yang sedang menjalani hukuman.

Mengetahui misi Flikshop yang mulia, sejumlah selebritas AS terutama yang berkulit hitam pun melirik untuk mendanai Flikshop. Salah satunya ialah musisi John Legend yang memang memiliki ketertarikan pada isu reformasi lapas di AS.

Kini Marcus terus berjuan membesarkan Flikshop. Aplikasi itu sendiri makin banyak digunakan terutama karena selama pandemi, lapas-lapas di AS juga makin membatasi kunjungan.

Tak berhenti pada misi mengurangi jumlah residivis di tengah masyarakat, Marcus juga menggabungkan teknologi Kecerdasan Buatan dalam Flikshop untuk membantu para mantan napi kembali berkarya dan hidup optimal di masyarakat melalui penyediaan layanan kesehatan, latihan kerja, dan dukungan pekerjaan. (*/ @AkhlisWrites)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun