MUNGKIN tidak pernah terbersit dalam pikiran kita bahwa kepribadian sebuah bangsa turut menentukan kualitas lingkungan hidup yang dimilikinya. Bangsa terdiri dari berbagai jenis manusia yang tentunya berkepribadian berbeda-beda.Â
Namun, pastinya ada kepribadian yang dominan dalam masyarakat/ bangsa tersebut dan ia akan menjelma sebagai sebuah karakter dan mempengaruhi sekali bagaimana bangsa itu memperlakukan lingkungannya.Â
Jadi, jika sebuah bangsa berkepribadian cuek dan abai terhadap kelestarian lingkungan dan terlalu ambisius dalam mengejar kemajuan ekonomi, bisa dipastikan ia menduduki peringkat bawah.
Teori di atas bukan isapan jempol atau angan-angan usil semata. Sebuah studi tahun 2014 dari University of Toronto, Rotman School of Management, menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki kepribadian yang lebih terbuka dan lembut menduduki peringkat lebih baik dalam hal keberlanjutan lingkungan hidupnya.Â
Contohnya ialah Denmark yang pada tahun 2020 lalu menduduki peringkat tertinggi dalam Environmental Performance Index (EPI) yang dipublikasikan di laman epi.yale.edu. Hal ini meneguhkan hipotesis bahwa kepribadian orang Denmark rata-rata lebih terbuka dan lembut dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dengan rentang skor 0-100 (sempurna), Denmark mencetak poin 82,5 dalam skor EPI tersebut. Ia lebih tinggi 0,02 poin daripada Luxembourg tetangganya di Eropa yang menduduki ranking 2.
Kepribadian bangsa diteliti oleh ilmuwan dan hasilnya dipakai untuk memprediksi hasil skor EPI. Kepribadian bangsa diperoleh dengan meneliti profil-profil rata-rata yang ditemukan di tengah sebuah bangsa.
Skor EPI yang tinggi mencerminkan praktik pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan berkaitan erat dengan kepribadian bangsa tersebut.Â
Sebuah bangsa yang memiliki kepribadian dominan penuh empati dan kasih sayang terhadap sesama dan lingkungan serta keterbukaanyang mencerminkan kelenturan dalam berpikir dan apresiasi estetik biasanya mencatatkan skor tinggi dalam EPI.
Faktor psikologis dalam bentuk kepribadian bangsa ini banyak mempengaruhi pengambilan kebijakan sebuah bangsa. Jadi praktik manajemen lingkungan di sebuah negara bisa diramalkan dari kepribadian bangsa itu.
Bagaimana dengan negara kita Indonesia? Menurut hasil EPI, RI masih harus 'gigit jari' di ranking 116 dari 180 negara di dunia. Skornya cuma 37,8, jauh sekali dari Denmark sang jawara yang 82,5.Â
Dari sejumlah aspek penilaian kesehatan lingkungan, RI terseok-seok, bahkan jika dibandingkan rekan-rekannya di kawasan Asia Pasifik.Â
Kualitas udara, sanitasi dan air minum, pencemaran logam berat masih jauh di bawah rerata global dan kawasan Asia Pasifik. Cuma pencapaian di bidang pengelolaan sampah yang relatif lebih tinggi dari rerata global dan regional.
Dalam hal keragaman hayati dan habitat, RI memang masih belum tumbang. Kita masih unggul di kawasan Asia Pasifik dan sedikit di atas rerata global. Namun, dengan laju deforestasi sekarang ini, siapa yang bisa menjamin ini bakal bertahan?
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, pencapaian RI juga tidak begitu cemerlang. Skor EPI Singapura 39, Malaysia 68, Brunei 46, Thailand 78, Filipina 111.Â
Hanya Timor Leste, Laos, Kamboja dan Vietnam yang ada di bawah kita. Bahkan Myanmar yang sedang bergejolak itu terperosok jauh di peringkat 179.
Kita cepat berang tatkala dicap yang paling tidak sopan di dunia maya dibandingkan bangsa-bangsa se-Asia Tenggara. Apakah kita juga akan terketuk untuk memperbaiki diri dalam hal kepribadian bangsa yang ternyata tidak seramah itu pada lingkungan hidup kita? (*/@akhliswrites)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI