Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Strategi Vaksinasi RI: Sudah Betul, Tinggal Jaga Konsistensi

17 Februari 2021   14:57 Diperbarui: 17 Februari 2021   15:05 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksinasi tak cuma soal kesehatan tapi juga aspek psikososial dan perilaku masyarakat. (Foto: Wikimedia Commons)

VAKSINASI Covid-19 di negara kita terus berlangsung. Para pejabat publik dan tenaga kesehatan menjadi prioritas utama, dan disusul oleh para pekerja pers dan para pengemudi ojek daring. Sebuah langkah yang patut diapresiasi di tengah naik turunnya angka kasus positif di tengah masyarakat Indonesia.

Mengingat banyaknya jumlah populasi Indonesia dan luasnya teritori RI, memang musykil rasanya memvaksinasi semua rakyat kita dalam jangka waktu 1-2 bulan. Bahkan tak cuma setahun, upaya vaksinasi nasional bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun. Sungguh bukan program yang instan.

Ini artinya kita tetap harus mematuhi protokol kesehatan secara ketat setidaknya 2-3 tahun mendatang sampai mayoritas rakyat tervaksinasi dan dari sana terealisasilah kekebalan kelompok (herd immunity).

Saya mencoba menelusuri literatur untuk mengetahui bagaimana strategi vaksinasi Covid-19 yang ideal dan mendapatkannya dari sebuah artikel berjudul "Behaviorally Informed Strategies for a National COVID-19 Vaccine Promotion Program". Artikel ini merupakan hasil penelitian ilmuwan di University of Pennsylvania School of Nursing (Penn Nursing) yang dimuat di  Journal of the American Medical Association. Di dalamnya dibagikan lima (5) strategi utama dan pertimbangan yang digunakan untuk memvaksinasi rakyat sebuah negara besar seperti Amerika Serikat dan juga Indonesia. Artikel itu juga diperkaya dengan sudut pandang behavioral science dan social marketing yang memang penting agar strategi lebih efektif dan 'membumi'. Tidak cuma idealis dan 'mengawang-awang'. Jadi, vaksin tidak cuma harus ampuh mencegah manusia terhindar dari keparahan gejala dan kematian akibat Covid-19 tetapi juga harus bisa diterima secara luas oleh siapa saja yang berhak dan harus menerimanya.   

Strategi yang direkomendasikan para peneliti dari Penn Nursing itu adalah berikut ini:

Menggratiskan vaksin Covid-19 dan membuatnya mudah diakses

Perihal poin ini, kita sepakat bahwa pemerintah RI sudah sesuai dengan strategi ini. Vaksin Covid-19 digratiskan tanpa ada embel-embel apapun. Menurut laman Covid19.go.id, semua rakyat Indonesia berhak untuk divaksin tanpa syarat apapun. Bahkan jika orang tersebut belum ikut keanggotaan BPJS Kesehatan. Jadi, itikad pemerintah agar vaksinasi terakses semua orang memang tidak bisa diragukan lagi.

Vaksin juga seharusnya tersedia secara luas di berbagai tempat agar vaksinasi makin mudah. Tidak cuma di rumah sakit besar atau puskesmas di kota-kota besar tetapi juga puskesmas dan RS di perdesaan. Ini pekerjaan rumah bagi Indonesia yang memang secara geografis 'tercerai-berai' oleh lautan. Namun, moda transportasi penerbangan dan pelayaran perintis bisa menjadi jawaban untuk menjangkau pelosok nusantara yang paling terpencil sekalipun.

Pekerjaan rumah lain yang tak kalah besar ialah penyediaan lemari pendingin vaksin karena vaksin tak bisa disimpan di suhu ruang apalagi sepanas di daerah khatulistiwa. Jadi, kita mesti bekerja ekstra keras untuk memecahkan masalah ini.

Membuat vaksin sebagai prasyarat layanan publik yang vital

Tanpa vaksin, idealnya warga tidak diberikan layanan publik atau setidaknya tidak menjadi prioritas. Mereka yang sudah divaksin bisa menunjukkan bukti vaksinasi lalu mendapatkan pelayanan publik misalnya memasuki area sekolah, bepergian dengan moda transportasi umum, bekerja di kawasan perkantoran, makan di restoran, dan sebagainya.

Nah, untuk poin satu ini sepertinya di Indonesia belum dilaksanakan atau setidaknya dibahas secara terbuka. Bisa jadi karena jumlah mereka yang sudah divaksin masih sangat sedikit jadi belum memungkinkan. Namun, nantinya jika makin lama sudah makin banyak, ada baiknya kebijakan dan pendekatan semacam ini juga diterapkan agar mereka yang anti vaksin juga mau divaksin meski setengah hati melakukannya.

Menggunakan dukungan (endorsement) terbuka dari para sosok terkemuka dan tepercaya untuk menggenjot tingkat vaksinasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun