Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Tranportasi Publikku Sayang, Transportasi Publikku Malang

20 Juli 2019   22:22 Diperbarui: 25 Juli 2019   12:31 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Interval waktu ketibaan armada bus TJ ternyata juga sama dengan bus kota dan angkot biasa. Suka-suka. Kadang kalau saya mujur, turun bus satu, langsung ada bus jurusan selanjutnya yang 'menyambar' saya. Tapi kebanyakan tidak seindah itu. Lebih banyak waktu saya habis duduk atau berdiri menunggu. 

Di Twitter beberapa kali saya kerap melayangkan keluhan lamanya pemberangkatan armada. Tidak ada jawaban yang memuaskan. Solusinya? Berangkatlah sepagi mungkin agar tidak terlambat di tujuan. Kesal karena waktu habis di jalan? Siapa suruh naik transportasi umum yang murah meriah yang disubsidi pemerintah? 

Frustrasi itu lebih kerap muncul meskipun kadang jika memang armada mengantarkan saya dengan durasi yang lebih cepat dari perkiraan, saya juga memberikan puja-puji di Twitter untuk akun PT Trans Jakarta.

Namun, pada suatu siang (Sabtu, 20 Juli 2019) saya lagi-lagi harus mengurut dada dengan mutu transportasi umum kita. Seperti biasa tiap Sabtu saya naik bus TJ jurusan BKT-Pulo Gebang untuk berolahraga senam. Tidak ada firasat apapun saat naik bus TJ ini siang itu. Saya menunggu di halte tak lama (baca: saya memiliki rentang kesabaran menunggu yang baik). 

Dan saya naik ke bus tersebut dengan mulus sekitar pukul 11 siang. Para penumpang juga tertib. Kondektur sopan dan baik dan sopir juga tidak ugal-ugalan (karena saya ingat -- tidak seperti beberapa sopir bus TJ lain yang sembrono -- ia memelankan laju kendaraan tiap melewati sambungan baja di permukaan aspal jalan layang yang membuat kami terhentak dari kursi sedemikian rupa, cukup berbahaya bagi wanita hamil dan mereka yang cedera tulang ekor).

Suasana siang yang terik dan udara di bus yang sejuk (AC-nya lumayan berfungsi baik karena beberapa bus TJ saya amati ada yang AC-nya kurang dingin, entah karena sudah tua atau sekat-sekat di sekeliling pintu-pintunya tidak dirawat dengan baik sehingga udara dingin mudah keluar dari bus) membuat saya terlena dan menutup buku Nh. Dini yang saya baca. 

Yang saya ingat dari bab yang terakhir saya baca ialah saat si pengarang bersyukur anaknya terlewat dari bahaya serpihan kaca yang bisa membuatnya buta atau cedera lebih parah. 

Tulisnya di halaman 115 buku "La Grande Borne": 

"...(b)etapa rapuhnya hidup di alam fana ini. Setiap saat setiap waktu segalanya bisa berubah. Yang ada tiba-tiba menjadi tidak ada. Manusia atau semua makhluk ciptaan Tuhan yang semula sehat, oleh sesuatu kejadian atau sebab, bisa mendadak sakit atau kurang bagus kondisi aslinya. Seberapa pun kecinya, bila itu disebut kecelakaan, pasti merupakan hal yang tidak diinginkan atau diharapkan."

Sebuah pemikiran yang ternyata berlaku untuk dirinya juga karena mendiang wafat akibat kecelakaan di jalan raya juga. Mobil yang ia tumpangi ditabrak oleh truk besar yang kehilangan kendali sehingga melorot di tanjakan. Malang nian penulis kesayanganku ini.

Singkat cerita, saya mengantuk sedemikian rupa sehingga saya tak tahu bus sudah sampai mana. Sekonyong-konyong tiba-tiba saya dikejutkan dengan rem yang mendadak. Para penumpang berebut turun dari dalam bus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun