Kalau mau blak-blakan, yang lebih enak tentu adalah penulis lepas dengan pemasukan yang reguler bak penulis in-house.
Tetapi apakah itu mungkin?
Ya, kalau dikatakan mungkin, bisa juga.
Dengan syarat, karya yang kita jual itu sangat diminati masyarakat pembaca yang memiliki kekuatan atau daya beli yang kuat.
Karena zaman digital sekarang, diminati dan populer saja belum cukup!
Kalau cuma menjadi penulis yang banyak disukai publik di media sosial dan karyanya tidak banyak terjual, tetap saja jadi penulis fakir. Nelangsa! Utang sana sini, gali lubang tutup lubang. Ketenaran tidak bisa memberi makan.
Seorang penulis yang terkenal dengan tulisan-tulisan pendeknya di Facebook pernah mengatakan begini: "Kalau setiap like yang saya dapatkan di tulisan saya bisa diubah menjadi duit, mungkin saat ini saya sudah bisa kaya raya...." Saya membayangkannya mengucapkan itu dengan nada masygul. Tapi saya balik bertanya: Kenapa mau saja menulis di Facebook yang jelas-jelas bahkan bukan platform yang khusus dirancang untuk aktivitas menulis yang serius.
Jika memang ingin menulis secara serius dan menekuninya sebagai profesi yang menghasilkan uang, janganlah menulis secara cuma-cuma di situs-situs media sosial yang justru akan lebih diuntungkan jika konten Anda viral (kecuali jika memang Anda dibayar untuk memproduksi konten tersebut, itu beda kasus).
Jika Anda ingin menjadi penulis lepas, syarat pertama agar sukses ialah banyak bergaul dan membangun jaringan. Dan itu bukan hanya berarti jaringan dalam lingkup dunia kepenulisan! Anda harus mau berinteraksi dan bertukar pikiran secara aktif dengan mereka yang menekuni dunia selain kepenulisan. Semakin bervariasi orang-orang yang Anda kenal, semakin bagus nantinya.
Dan jangan sampai mengharapkan bahwa koneksi dan relasi baru ini akan secara instan mengantarkan Anda kepada penandatanganan kontrak penulisan atau proyek menulis baru.
Tidak! Tidak secepat itu, meski mungkin saja itu bisa terjadi (kecuali Anda seorang penulis sekaliber J.K. Rowling atau Eka Kurniawan).
Bekerja sebagai penulis lepas juga harus pintar mengakali biaya hidup. Terus terang saja, mengandalkan penghasilan dari dunia menulis di Indonesia sungguh sulit. Setidaknya sampai sekarang. Entah beberapa puluh tahun nanti. Atau saat tiba saatnya orang lebih menghargai karya-karya penulis. Intinya, semua harapan itu belum pasti. Yang pasti ialah datangnya tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup.
Sementara itu, bekerja sebagai penulis in-house yang artinya mengabdi di dalam sebuah lembaga formal mirip dengan menjadi buruh meskipun penulis tersebut terlihat hanya duduk saja di meja kerjanya. Efisiensi kerjanya diukur dengan menggunakan standar kualitatif dan kuantitatif, bukan pada kepuasan berkarya apalagi tercapainya idealisme semata.
Penulis ala buruh ini zaman sekarang banyak ditemui di berbagai bisnis media. Jabatan mereka juga bukan semata-mata "penulis". Mereka bisa dilabeli sebagai "copywriter", "reporter", "wartawan", "jurnalis", "penyunting" (karena kerap mereka ini juga menambal sulam dan mengisi kekosongan dalam  tulisan-tulisan penulis lain).
Keuntungan menjadi penulis in-house seperti ini tentunya ialah jaminan kesejahteraan yang lebih baik daripada penulis lepas. Seorang penulis dengan demikian bisa lebih fokus pada pekerjaan dan karyanya daripada urusan tetek bengek keseharian yang tidak bertalian erat dengan dunia tulis menulis.
Hanya saja, sisi kelamnya ialah menjadi penulis in-house sama artinya Anda harus berkompromi dengan si pemberi kerja mengenai idealisme Anda. Tidak bisa sesuka kita. Apa yang menurut kita bagus, belum tentu bagus menurut orang lain. Juga belum tentu bagus dan bermutu menurut pasar (apabila kita mau karya yang kita hasilkan terjual laris manis bak buku-buku "best selling" itu). Kadang yang menurut kita sudah bagus dan bermutu tinggi sekali, bagi pasar terlalu rumit atau kurang pas dalam menjawab kondisi dan kebutuhan pasar atau masyarakat sekarang ini.
Jadi, enak mana? Jadi penulis lepas atau penulis in-house? Jawabannya terserah pada Anda sendiri. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H