Jam dinding sudah menunjukkan pukul 6 dan saya pun pulang. Saya sudah bekerja sejak pukul 9 dan merasa bahwa pekerjaan sudah cukup untuk hari ini. Tingkat konsentrasi saya sudah menurun dan kalaupun saya paksakan, hasilnya tidak akan sebagus saat saya bekerja pagi dan siang.
Memang dalam beberapa tahun terakhir, saya sudah mengubah pola tidur dan pola hidup. Sebelumnya saya pernah lebih memilih beraktivitas di malam hari hingga dini hari dan baru bangun agak siang. Dalam waktu beberapa bulan, tubuh saya bereaksi. Ukuran minus bertambah, dan rasanya badan makin sakit-sakitan.
Karena sadar dengan efek buruk pola hidup yang keliru itulah, saya menolak untuk bekerja siang malam. Saya memilih untuk membatasi. Bukan karena saya tidak menikmati pekerjaan, tetapi justru karena saya sangat menikmati pekerjaan saya sehingga saya ingin bisa sehat untuk bisa menikmati pekerjaan itu.
Hanya saja, cara pandang saya itu tidak diartikan demikian oleh rekan-rekan sejawat saya. Saat saya pamit, tatapan sinis mereka mengiringi langkah kaki saya keluar kantor. Seolah saya meninggalkan mereka yang sedang berjuang di medan perang. Saya bak prajurit yang membelot di tengah berkecamuknya peperangan.
Saya bersyukur saya memiliki keberanian untuk pindah tempat kerja sehingga saya lebih leluasa bekerja dengan pola hidup dan pola tidur yang sudah saya adopsi selama ini dan terbukti lebih baik bagi kesehatan dan keseimbangan jiwa dan raga saya dalam jangka panjang. Saya berusaha sebaik mungkin untuk menjaga pola tidur, tidak begadang jika tidak ada yang darurat, makan bergizi dan bangun pagi. Tidak ada resep khusus seperti minum atau makan bahan-bahan 'ajaib' tertentu.
Kembali ke pokok bahasan mengenai bekerja, sebab saat ini kita semua sungguh dimudahkan dengan adanya gawai-gawai digital sepeti laptop dan ponsel pintar, kita merasakan bahwa bekerja tak lagi harus di kantor atau tempat tertentu. Bahkan di toilet pun jika kita mau, kita bisa mengerjakan tugas kantor. Fleksibiltas semacam ini yang selalu digadang-gadang oleh para pekerja di era digital saat ini. Seolah fleksibilitas itu menjadi solusi semua.
Pertanyaannya: apakah memang fleksibilitas itu yang kita perlukan?
Dalam sebuah studi oleh Virginia Tech yang dirilis Agustus 2018, dinyatakan bahwa masih menggunakan surel untuk berkomunikasi bisnis di luar jam kerja ternyata memiliki dampak buruk untuk kesehatan para pekerja. Para pekerja tidak harus menghabiskan waktu mereka di luar kantor untuk mengerjakan tugas kantor.Â
Di sinilah ekspektasi untuk bekerja secara fleksibel kerap memberi stres berlebihan pada pekerja dan  keluarga mereka, bahkan saat pekerja itu sudah di rumah bersama keluarga.
Seperti diketahui bersama, surel sudah menjadi bagian penting dalam pekerjaan kita. Bertukar surel sudah menjadi kebutuhan pokok sama dengan bernapas. Tetapi sekali lagi, jika surel itu bisa kita buka di ponsel pintar kita dan kita menjadi terpaku pada layar ponsel semalaman, tidak diragukan lagi keseimbangan hidup kita akan terganggu. Apalagi jika itu terjadi terus menerus.
Keharusan untuk bekerja secara 'fleksibel' ini jugalah yang menjadi biang keladi atas kecemasan dan gangguan kesehatan. Tuntutan dunia kerja dan keluarga yang terus datang memunculkan dilemma bagi para pekerja, yang pada gilirannya memicu kecemasan.
Bagaimana dengan Anda sendiri? Cara apa yang Anda tempuh untuk bisa menjaga keseimbangan antara kehidupan  kerja dan keluarga? (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H