Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bagaimana Perbankan Islami Rebut Perhatian Barat

7 April 2017   18:03 Diperbarui: 7 April 2017   18:08 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah konferensi akbar bertema keuangan Islami yang digelar di negara mungil Luksemburg, Eropa, John Sandwick, seorang bankir, mengaku dirinya terpana dengan animo partisipan. Begitu banyak pihak yang mengikuti perhelatan tersebut dan menurutnya banyak pihak di Barat yang menunjukkan minat yang tinggi terhadap keuangan Islami.

"Belum pernah saya menyaksikan banyaknya partisipan dari elemen pemerintah dan korporasi keuangan seperti yang saya temui di sana," ujar pria itu. Korporasi-korporasi yang berminat, katanya lagi, tidak cuma yang bergerak di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim tetapi malah di negara yang selain itu.

Eropa memang sedang dilanda demam perbankan Islami. Berbagai pelaku keuangan di sana menunjukkan gairah yang terus meningkat untuk mengetahui lebih dalam lagi soal keuangan dan perbankan Islami yang menurut mereka memberikan harapan di tengah perlambatan ekonomi global yang tak kunjung pulih.

Dunia perbankan dan ekonomi Barat (baca: Eropa) juga mencatat bahwa salah satu negara Eropa menjadi penerbit sukuk pertama di dunia yang bukan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Ini menjadi yang pertama kalinya dalam sejarah sebuah negara non-muslim menunjukkan komitmen nyata dalam menggiatkan aktivitas perbankan dan keuangan Islami di dalam wilayah otoritasnya. Inggris menerbitkan sukuk yang bernilai 200 juta poundsterling. Dan karena menganut prinsip syariah, sukuk yang diterbitkan Inggris itu juga tidak mengenal adanya premi. Minat nasabah perbankan Inggris meluap, buktinya terjadi oversubscription sebanyak 12 kali lipat pada sukuk ini begitu diterbitkan. Fenomena tersebut terbilang luar biasa.

Bagi Anda yang belum begitu paham apa itu arti istilah "oversubscription", begini penjelasan sederhananya. Oversubscription (nomina/ kata benda) dan oversunscribed (kata sifat/ adjektiva) mengacu pada sebuah kondisi yang di dalamnya sebuah 'masalah' muncul, yakni sebuah surat utang (bond) dianggap terlalu rendah harganya atau diinginkan oleh banyak peminat/ investor. Dengan kata lain, jika oversubscription terjadi, pihak yang menerbitkan surat utang tersebut (dalam hal ini surat utang Islami/ sukuk yang diterbitkan oleh Inggris). Pemerintah negara Luksemburg juga beberapa waktu lalu sudah mulai mempromosikan sukuk yang akan diterbitkannya. Langkah tersebut membuat Inggris dan Luksemburg menjadi dua negara non-muslim pertama di Eropa yang merilis sukuk.

Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa Barat mulai melirik sistem perbankan syariah meski mereka kebanyakan tidak menganut Islam secara formal?

Ada banyak alasan mengapa fenomena ini bisa terjadi. Berikut adalah beberapa yang paling utama menurut saya yang paling penting untuk Anda ketahui.

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Sistem perbankan konvensional yang menerapkan riba itu dirancang sedemikian rupa untuk menguntungkan para pemilik modal saja dan menyedot kesejahteraan pihak lain yang justru membutuhkan lebih banyak bantuan. Itulah yang turut menyebabkan kondisi yang penuh kesenjangan di masyarakat kita. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Inilah yang disebut tidak memiliki etika dan tanggung jawab sosial pada masyarakat tempat kita berada. Menerapkan sistem riba dalam perbankan membuat kita lebih cenderung abai dengan etika dan tanggung jawab sosial kita sebagai salah satu unsur dalam masyarakat.

Sistem perbankan syariah menjunjung tinggi konsep etika dan tanggung jawab sosial tersebut. Bank-bank syariah menerapkan sistem bagi hasil yang tidak hanya membagi untung saat pihak yang berutang menangguk untung atau bisnisnya berjalan lancar, tetapi juga membagi risiko saat pihak yang berutang mesti menderita kerugian karena berbagai sebab (sepanjang bukan karena berkegiatan finansial di sektor-sektor yang terlarang oleh hukum Islam, seperti prostitusi, makanan dan minuman haram, perjudian, dan sebagainya).

VARIASI SUMBER PENDANAAN

Berbagai pemerintahan negara dan lembaga di benua biru Eropa makin tertarik dengan perbankan syariah juga karena adanya motif peragaman sumber pendanaan mereka. Sebagaimana sebuah rumah tangga yang ingin selalu memperbaiki bangunan rumah dan memenuhi kebutuhan manusia yang ada di dalamnya, sebuah negara atau lembaga juga selalu mencari cara untuk memperbaiki kondisi negara mereka baik secara fisik (infrastruktur, sarana dan prasarana) sampai ke peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih subtil dan rumit.

Dengan perkenalan Eropa pada perbankan dan keuangan syariah, mereka mulai mengenai metode baru (meskipun keuangan syariah sudah ada cikal bakalnya sejak ribuan tahun lalu) untuk menghimpun dana dari masyarakat dan berbagai pihak yang ingin memanfaatkan dana yang mereka miliki agar lebih produktif. Konsep dasar keuangan syariah yang anti riba membuat risiko kredit macet juga lebih rendah. Faktor kredit macet inilah yang menjadi akar masalah dari krisis keuangan yang melanda AS dan dunia di tahun 2009 (yang sampai sekarang berimbas ke mana-mana dan belum pulih benar).

KESABARAN

Faktor kesabaran para pelaku keuangan syariah di Eropa untuk memperkenalkan sistem non-konvensional ke dunia Barat patut diberi apresiasi sebab demam keuangan syariah di Eropa akhir-akhir ini adalah hasil kesabaran dan konsistensi mereka dalam menyebarkan manfaatnya di tengah kepungan masyarakat yang bahkan asing dengan ajaran Islam.

Perlu diketahui bahwa para pelaku kegiatan keuangan syariah sudah mulai bekerja di Eropa sejak tahun 1990-an, saat Islam bahkan dianggap sebagai kepercayaan dari Timur yang asing, eksotis dan hanya bisa mereka temui dalam literatur dan berita yang disuguhkan media.

Sejak pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an, keuangan syariah di Eropa mulai menyebar secara lambat tetapi pasti. Di London, misalnya, sebuah komunitas keuangan syariah mulai secara organik terbentuk dengan berdirinya Gatehouse Bank di tahun 2007 yang dengan bangga menyatakan semua aspek operasional mereka (dari desain produk sampai layanan nasabah dan filantropi) telah dirancang untuk mematuhi sepenuhnya segala aturan syariah. Kemudian ada juga Bank of London and the Middle East yang menjadi salah satu bank syariah teraktif di pasar Inggris dan bank syariah terbesar di Eropa.

Komunitas perbankan syariah Eropa terus menguat dan meluas, terutama di ibukota Inggris. Namun, dari London jangkauannya makin luas ke Eropa Daratan, seperti Luksemburg dan Italia. Tahun 2006 menjadi saksi diizinkannya sebuah bank syariah pertama di Swiss, yang bernama Faisal Private Bank. Bank tersebut secara tegas menolak praktik lintah darat, pengumpulan dan pembayaran bunga, perdagangan dengan risiko keuangan yang tinggi, pembukaan rekening bank oleh seorang perempuan yang telah menikah secara resmi tanpa sepengetahuan suaminya, investasi dalam perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam perjudian, alkohol, tembakau, pornografi dan produksi segala macam makanan yang mengandung babi.

Namun demikian, ada pihak-pihak yang menunjukkan antipati terhadap merebaknya adopsi keuangan syariah di Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Para pengkritik mempersoalkan bahwa meskipun memang secara moral dan etika perbankan dan keuangan syariah lebih baik dibandingkan keuangan khas Barat yang menggunakan riba, mereka berpendapat masih ada peluang untuk menghindari bunga (misalnya dengan berinvestasi di pemodal ventura dan saham) atau risiko dan ketidakpastian yang tinggi (dengan berinvestasi di surat utang pemerintah). Namun, mereka menyatakan bahwa tidak mungkin untuk menghindari bunga dan risiko sekaligus. Mustahil! Karena argumentasi itulah, sejumlah pihak menganggap bahwa perbankan syariah kontemporer meragukan bahkan dianggap sebagai taktik untuk mengakali nasabah muslim yang ingin mematuhi prinsip syariah tetapi dalam praktiknya bank syariah justru dianggap tidak mampu menghindari pemungutan riba dalam praktik operasionalnya.

Karena itulah, para penentang penyebaran keuangan syariah menuduh bahwa penerapan keuangan syariah di Barat hanyalah sebuah strategi politik kaum muslim. Mereka menganggap adopsi syariah di perbankan adalah awal mula penerapan hukum syariah (yang dalam kepala mereka mencakup pemenggalan dan pemotongan tangan di muka umum). (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun