Masalahnya saat kita menemukan berita yang kurang selaras dengan pemikiran kita, biasanya kita memverifikasinya pada orang yang pemikirannya sepaham dengan kita. Langkah semacam ini bukannya memberikan pencerahan tetapi kadang lebih menyulut emosi secara kolektif karena dengan begitu, kita hanya seperti ingin mencari pembenaran atas emosi yang muncul. Dari sini bola salju itu mulai menggelinding. Padahal semestinya, kita melakukan cross check ke pihak yang berseberangan itu, bukannya teman-teman yang sudah pasti sepemahaman dengan kita, yang dengan menggebu-gebu akan mengatakan kita benar.
Kedua ialah menghindari memakai popularitas sebuah situs sebagai ukuran kredibilitasnya. Kadang memang kita tidak bisa mempercayai mentah-mentah sebuah media (baik cetak dan daring) yang sudah mapan dan beredar luas di masyarakat selama jangka waktu lama tetapi kebanyakan sumber berita yang paling dapat dipercaya di dunia maya adalah organisasi-organisasi media lama. Materi berita mereka masih bisa dikatakan relatif lebih dapat dipertanggungjawabkan daripada isi berita dari portal-portal berita baru. Ini karena mereka lebih banyak makan asam garam di dunia jurnalisme.
Lain kasusnya jika media lama ini kemudian diintervensi oleh kepentingan pemilik modal di dalamnya. Secara otomatis, media lama semacam ini mesti dimasukkan ‘daftar hitam’. Sehingga bila kita ingin memastikan apakah sebuah berita di dunia maya benar atau tidak , kita bisa cek situs-situs berita media yang mapan dan sudah memiliki rekam jejak dan pengalaman yang lama. Jika ada di sana, artinya peluang berita yang Anda sebar adalah hoax lebih rendah. Namun demikian, kita juga mesti tetap waspada jika ada isi berita yang sengaja dilebih-lebihkan atau diberikan sorotan yang kurang proporsional agar mengaburkan kenyataan yang sebenarnya dan seutuhnya (sebab benar pun kalau tidak utuh bisa disalahartikan).
Ketiga ialah meneliti apakah ada banyak kesalahan ejaan (typo) dalam konten berita yang dimaksud, terutama jika itu adalah konten teks (artikel). Biasanya makin banyak typo yang ditemukan, makin tidak tepercaya juga isinya dan situs beritanya. Saya pernah menemukan sebuah artikel yang dengan sembrono dibagikan oleh kolega yang terdidik. Rupanya ia juga terjebak oleh judul yang bombastis dan mengukuhkan opininya sendiri soal seseorang atau suatu isu. Di dalam artikel, banyak dijumpai salah ejaan dan tipografi (gaya dan tampilan teks berita di sebuah situs berita) juga acak-acakan. Lain dari penataan situs yang lebih mapan, yang cenderung lebih rapi dan dibuat dengan pertimbangan matang.
Keempat ialah menemukan ada tidaknya nama (atau setidaknya inisial) reporter atau penyunting (editor) yang bertanggung jawab atas berita yang diunggah di situs tersebut. Selain itu, cari tahu juga di halaman “About” atau “Tentang Kami”, yang isinya mengenai seluk beluk situs daring tersebut. Siapa saja orang-orang di meja redaksinya? Bagaimana dan kapan mereka berdiri? Siapa pemilik dan pemegang sahamnya (karena ini sangat menentukan sikap mereka pada isu-isu tertentu)?
Berada dalam grup bisnis apa situs berita itu? Siapa pimpinan redaksinya? Dan juga carilah alamat kantor redaksinya. Ini sangat penting karena dengan mencantumkan alamat yang jelas dan nyata, mereka akan berpikir lebih panjang jika akan menyebarkan berita bohong atau yang tidak objektif. Media yang mencantumkan alamat resmi redaksinya bisa dikatakan patut diapresiasi karena itu sudah menjadi satu langkah berani. Jika ada sesuatu yang terjadi, citra mereka akan buruk di masyarakat dan aparat bisa langsung mendatangi kantor dan menciduk mereka jika ada aduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dari berita bohong yang disebarkan. Belum lagi risiko keselamatan jiwa yang dihadapi jika ada teror dari pihak-pihak yang berseberangan.
Kelima ialah bagaimana situs berita itu menggambarkan pihak lain dan mencoba meluruskan jika memang ada yang kurang benar. Jika situs itu menggambarkan pihak lain (baca: lawan) sebagai pihak yang 100 persen jahat atau patut dibasmi, Anda mesti waspada. Ini ciri berita bohong dan situs media abal-abal. Begitu juga sebaliknya jika Anda menjumpai berita yang isinya mendewa-dewakan satu pihak saja. Di dalam situs berita bohong, cuma ada hitam dan putih. Itu saja. Padahal di realita, tidak semudah itu.
Keenam ialah kewajiban untuk jeli memilah berita dari konten kehumasan (PR). Berita objektif berbeda dari artikel yang dibuat oleh staf humas sebuah korporasi. Berita objektif cenderung netral, tidak memihak dan menyuguhkan keterangan pihak-pihak yang bersangkutan dengan sebuah isu yang diberitakan. Sementara itu, konten kehumasan biasanya bersifat mengelu-elukan, mengunggulkan satu pihak saja. Tidak ada atau sedikit sekali unsur kritis dalam konten kehumasan sejenis ini.
Ketujuh ialah meneliti jika konten itu sangat memancing Anda untuk membagikannya di media sosial. Makin gatal Anda merasa untuk menyebarkannya setelah membaca (bahkan hanya dengan membaca judulnya saja), makin besar potensi berita itu hoax.
Kedelapan, apakah berita itu memiliki nada tajam dan penuh penghinaan pada satu pihak? Berita yang tendensius dan menempatkan satu pihak sebagai inferior, orang yang lebih rendah harkat dan martabatnya, atau lebih bodoh dan menjijikkan besar kemungkinan masuk dalam kategori hoax.
Kesembilan ialah monopoli atas fakta. Ketahuilah bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang bisa memonopoli fakta. Jika sebuah berita mengklaim apa yang disajikannya sebagai fakta dan berita di sumber lain sebagai fitnah semata, di situ Anda mulai harus berpikir cerdas.