Saat anak muda lainnya mencari kerja, menganggur atau sibuk beretorika soal bagaimana membangun negeri dengan kreasi digital, Firman Adi Prastowo sudah memulai kerja nyata dengan merintis dan membesarkan startup yang bernama PT Encirclo Nusa Integra alias Encirclo bersama empat orang rekannya.
Business networking platform Firman dan kawan-kawannya ini berupa situs web yang bertujuan untuk meningkatkan awareness atas keberadaan sebuah entitas bisnis. Dengan kata lain, mereka menyediakan ruang maya untuk perusahaan-perusahaan menampilkan profil bisnis mereka. Dalam platform ini, setiap perusahaan yang menjadi anggotanya juga akan berkesempatan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang ada dalam platform tersebut. Platform terbuka ini seolah menyambut semua perusahaan untuk menjadi anggotanya.
Firman tertarik menjadi entrepreneur karena tantangan dan dinamikanya.
Encirclo didirikan 4 orang lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung) angkatan 2011. Karena semua pendirinya warga Bandung, tidak heran startup ini berbasis di ibukota Jawa Barat tersebut.
Ditanya mengenai jurusannya saat kuliah, Firman malu-malu menjawab,”Dulu saya mengambil jurusan (Ilmu) Cuaca sebenarnya.”
Firman dibesarkan oleh kedua orang tua yang sudah 16 tahun berkecimpung di dunia entrepreneurship. Kini keluarganya bisa dikatakan keluarga entrepreneur karena sejak tahun lalu dirinya dan sang kakak juga turut merambah profesi yang sama dengan orang tua mereka. Kakaknya yang masih bekerja juga mulai mencoba berbisnis sendiri sementara dirinya merintis Encirclo.
Ketertarikan Firman pada dunia entrepreneurship sudah muncul sejak lama. Begitu bertemu dengan teman-teman kuliah yang memiliki passion yang sama, ia pun tidak melewatkan kesempatan untuk berkolaborasi mendirikan sebuah startup.
Usia startup ini memang masih sangat muda. Tahun 2015 yang lalu menjadi saksi berdirinya Encirclo. “Tapi kami mulai membuat produknya sejak Februari tahun ini,” imbuhnya.
Hingga pada saat saya bertemu dengan Firman, situsnya masih dalam tahap alfa. Mereka tengah mengembangkan versi beta. “Rilisnya rencana bulan Oktober,” ia menandaskan.
Menyoal manfaat bergabung dalam platform ini, Firman menandaskan bahwa selain ketersediaannya yang cuma-cuma, layanan mereka juga akan memberikan peluang berkolaborasi antarperusahaan. Tanpa mengeluarkan banyak biaya, perusahaan bisa menemukan peluang kerjasama yang potensial mendatangkan keuntungan bagi mereka di Encirclo.
Ia mencontohkan jika sebuah perusahaan pembuat sepatu ingin menemukan perusahaan yang bisa memasok tali sepatu dalam harga yang murah, mereka bisa mencarinya di Encirclo dengan mudah, lalu menghubungi perusahaan yang mampu memenuhi permintaan tali sepatu dalam jumlah besar tadi. Intinya, platform ini menjembatani bisnis dengan bisnis lain.
Dari uraiannya, jelas bahwa meskipun platform ini mirip dengan konsep sosial yang ada dalam media sosial yang sudah ada, Firman menggarisbawahi Encirclo adalah platform bisnis, bukan media sosial. Sehingga di dalamnya pengguna bukanlah individu tetapi sebagai perwakilan sebuah bisnis. “Subjek utama platform kami ialah perusahaan. Bagaimana perusahaan bisa berkembang dan berkolaborasi,” terangnya.
Monetisasi dilakukan dengan menggunakan keanggotaan berbayar (paid/ premium membership), pemasangan iklan, dan project solutions. Yang terakhir itu, ia contohkan, akan berguna jika perusahaan ingin menemukan mitra dalam memenuhi kebutuhannya dalam proses produksi yang bertenggat waktu singkat dan mendesak sekali. Kemudahan bagi anggota menemukan mitra dalam waktu singkat inilah nantinya yang akan dijadikan alat mencetak penghasilan.
Senjata pamungkas monetisasi Encirclo ialah big data. “Kita akan banyak mengumpulkan data perusahaan di berbagai kategori,” ucapnya. Contohnya, orang akan makin mudah menemukan perusahaan di berbagai kategori, misalnya makanan.
Impian Firman dan Encirclo sederhana tapi mulia: berguna untuk banyak orang. “Kami ingin membuat sesuatu yang berdampak besar (impactful) bagi banyak orang dan membangun sebuah brand dari Indonesia yang impactful terutama dari sisi pengembangan perusahaan.” Ia menampik membangun startup dengan ambisi menjualnya suatu saat bagi pihak yang berminat.
Oktober tahun ini Encirclo mulai mencari klien untuk menggenjot pertumbuhannya. Mereka ingin menjajaki pasar, mencari metriks atau tolok ukur yang tepat dalam aktivitas yang dilakukan.
Bagi Firman yang masih baru dalam dunia entrepreneurship, ia menyadari dirinya masih harus banyak belajar. Dan satu pelajaran yang baru saja ia dapatkan ialah sebagai entrepreneur baru, fokus boleh saja tapi semua hal harus dicoba. Jika ada respon yang paling signifikan dan positif di satu hal yang menjadi subjek eksperimen, entrepreneur boleh mulai fokus menggarapnya.
Layanan Encirclo belum dibuka secara terbuka bagi masyarakat luas sehingga menurut Firman, target mereka dalam waktu dekat ini ialah menetapkan tujuan dan semua yang diperlukan untuk mencapainya. “Kami ingin membangun network, gain traction. Mulai tahun kedua dan ketiga, kami ingin sudah ada revenue."
Untuk menopang roda bisnis startup yang masih dalam fase kecambah ini, Firman mengaku Encirclo sudah memiliki angel investor tetapi ia enggan menyebutkan nama.
Tentang kondisi dunia startup di Indonesia, Firman memiliki pendapatnya sendiri. Dari pengamatannya, ekosistem startup negeri ini sudah mulai terarah. “Mungkin karena sudah bubbling. Makin banyak orang mendirikan startup meski itu karena alasan hanya ingin terlihat keren,” ucapnya yang menegaskan bahwa dirinya dan Encirclo tidak termasuk kategori tersebut.
Karena populasi startup di Indonesia juga makin banyak, tak pelak peluang mendapatkan pendanaan (funding) juga makin menciut. Pihak investor saat ini mulai semakin mengetatkan persyaratan dan kriteria bagi startup penerima dana. Baginya, menjamurnya startup tidak serta merta membuat kondisi lebih baik karena tidak sedikit yang mendirikan dan membuat tanpa tahu pasti tujuannya. Mereka mendirikan startup dan membuat produk hanya untuk jangka pendek.
Firman juga mengakui ada sebagian entrepreneur muda yang masih setengah-setengah menjalani bisnis. “Begitu tantangannya meningkat, mereka mudah menyerah dan beralih menjadi pencari kerja,” ucapnya dengan nada kecewa.
Jika ia ditanya apakah ingin menjadi entrepreneur dengan “unicorn startup”, ia menjawab tentu ingin. “Tetapi kami lebih ingin fokus pada apa yang kami punyai sekarang dan membuat sesuatu yang impactful.”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI