Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Kisah Kekalahan Atlet Mancanegara: Dihina Sampai Terancam Dipidana

26 Agustus 2016   16:03 Diperbarui: 26 Agustus 2016   21:00 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manish Rawat. Sumber: uniindia.com

OLIMPIADE 2016 di Rio de Janeiro baru saja berlalu. Cerita tentang para pemenang sudah berseliweran di mana-mana. Anda mungkin sudah bosan membacanya karena sudah diulang-ulang di banyak media. Jadi kali ini saya ingin menuliskan beberapa kisah para atlet Olimpiade yang tidak begitu menarik perhatian media. Mereka tidak memiliki paras rupawan, atau latar belakang yang mengagumkan, bahkan mereka juga tidak berhasil memecahkan rekor dunia, apalagi membawa pulang seabrek medali. Tapi mereka juga terlalu baik untuk menarik perhatian publik dengan perilaku semena-mena sebagaimana perbuatan para perenang dari negara adidaya. Mereka adalah para ‘pecundang’ yang terkubur dalam sorotan perhatian media yang diskriminatif dan terlalu sibuk.

Jika negara Anda sebesar dan seindah Indonesia atau memiliki kedigdayaan dalam banyak hal seperti Jerman, atau AS, atau China, lebih mudah untuk menarik perhatian dunia. Namun, tidak demikian dengan Kiribati, sebuah negara kecil mungil di kawasan Pasifik. Wilayahnya yang hanya terdiri dari 33 pulau atol dan karang itu terancam sirna dalam beberapa dekade mendatang karena permukaan air laut naik akibat perubahan iklim. Salah satu atlet Kiribati, David Katoatau, menjadikan Olimpiade Rio sebagai ajang untuk berkampanye agar masyarakat dunia lebih peduli pada isu lingkungan itu. Tiap kali berhasil mengangkat beban di panggung, ia menari untuk negerinya dan sebagai cara berdiplomasi untuk menarik sokongan dunia pada penyelamatan Kiribati. Ia bahkan sudah menulis surat terbuka dengan bantuan pelatihnya, yang kemudian dimasukkan dalam laman climate.gov.ki. Di situ ia mengimbau kita semua agar lebih peduli pada pencegahan perubahan iklim. Begini kalimat dalam suratnya itu:

David Kakoatau. Sumber: smh.com.au
David Kakoatau. Sumber: smh.com.au
Nama saya David Katoatau - saya atlet angkat besi pemenang medali emas di Commonwealth Games tahun 2014 - dari pulau yang mulai tenggelam, Kiribati. Tiap hari masyarakat kami cemas dengan kehidupan mereka karena rumah-rumah mereka tenggelam seiring naiknya permukaan air laut. Kami tinggal di sebuah atol yang datar dan lautan mengelilingi kami. Kami tak punya gunung untuk didaki dan tak ada tempat untuk mengungsi. Sebagai perwakilan olahraga dari negeri saya, saya mengimbau Anda semua untuk menyelamatkan kami.”

Jika Anda tidak menitikkan air mata membaca suratnya, mungkin hati Anda sudah mengeras karena ketidakpedulian.

Lain lagi dengan kisah Al-Rashidi (53) dari Kuwait. Sebagaimana kita ketahui, Kuwait tidak diperkenankan ikut serta dalam ajang Olimpiade kali ini. Namun, Al-Rashidi yang berlaga di cabang olahraga menembak itu tidak putus asa. Ia mengikuti pertandingan sebagai atlet independen, layaknya seorang calon pejabat publik yang melaju dengan dukungan sendiri tanpa ada dukungan partai atau otoritas yang mapan. Karena tak menjadi seorang pembela negara tertentu, ia diperkenankan mengenakan pakaian apa saja saat berlaga. Dan meski melaju sendirian di usia yang tak muda lagi, Al-Rashidi mampu membawa pulang medali perunggu. Entah apa motivasinya untuk tetap bertanding solo seperti itu. Tapi mungkin untuk memuaskan kecintaannya pada olahraga tersebut.

Al Rashidi. Sumber: marca.com
Al Rashidi. Sumber: marca.com
Perjuangan Michallis Kalomiris dari Yunani juga tidak kalah mengharukan. Pria ini bukan atlet ’serius’. Sebagai pelari jarak jauh amatir, ia sangat tidak diperhitungkan karena ia ‘hanya’ seorang pengacara, bukan atlet lari profesional yang sehari-hari berlatih selama bertahun-tahun di bawah bimbingan pelatih yang berpengalaman untuk menjadi jawara di ajang sebesar Olimpiade. Ia menempati posisi ke-8 dalam Marathon 2015 di Roma tetapi ia lebih lambat 10 menit dari waktu yang dibutuhkan untuk masuk dalam Olimpiade. Hanya saja ada aturan bahwa para pelari di posisi 10 besar dalam marathon Gold Label masuk secara otomatis dalam Olimpiade, termasuk di dalamnya ialah ajang Rome Marathon 2015 tersebut. Di bulan Mei, Kalomiris iseng membaca daftar atlet yang mewakili Yunani di event marathon dan secara mengejutkan ia menemukan namanya di dalam sana.

Michallis Kalomiris. Sumber: ekathimerini.com
Michallis Kalomiris. Sumber: ekathimerini.com
Hal itu memicu perdebatan dalam komunitas lari jarak jauh di Yunani karena Kalomiris hanyalah pelari amatir di posisi kelima dalam Kejuaraan Marathon Nasional Yunani. Inilah prestasi terbaiknya. Demi membela Yunani, ia rela mengajukan cuti selama 3 bulan dari profesi pengacaranya dan mempersiapkan diri untuk ikut dalam ajang bergengsi itu. Di event marathon pria di Rio, Kalomiris mencetak prestasi yang menyedihkan. Posisinya cuma 132 dari 140 pelari, sekitar 30 menit lebih lambat dari pemenang. Namun, mengingat ia hanya seorang pelari amatir dan waktu persiapannya sangat pendek, apa yang ia capai itu sungguh mengagumkan.

Cerita para atlet Zimbabwe lebih tragis lagi. Setelah membela mati-matian negaranya di Olimpiade Rio, mereka malah harus pulang dengan dihantui ancaman pidana oleh presidennya. Mereka dianggap sudah memboroskan anggaran negara untuk sesuatu yang tidak jelas dan gagal membawa pulang medali. “Saya akan pastikan kami akan menagih biaya selama di Rio pada mereka tak peduli meskipun harus memakan 10 tahun untuk berkuasa kembali. Ternyata biaya ini malah menjadi pinjaman lunak bagi mereka, dan mereka berkunjung ke Brazil sebagai turis. Mereka tak berguna,” kritik presiden secara terbuka. Bayangkan jika itu terjadi pada Anda. Anda sudah berjuang keras dan setelah itu jerih payah Anda tak dihargai sama sekali oleh orang-orang yang Anda pikir akan berterima kasih untuk segala daya upaya Anda. Sungguh menyedihkan bukan?

Presiden Magabe dan atletnya yang terancam hukuman mati. Sumber: naijagists.com
Presiden Magabe dan atletnya yang terancam hukuman mati. Sumber: naijagists.com
Manish Rawat, seorang atlet jalan cepat dari India, tidak mengecap pengalaman manis sebagai olahragawan yang membela bangsa dan negaranya di tingkat dunia. Ia berlaga di event jalan cepat 20 Km. Saat pria yang bekerja sebagai pelayan di hotel itu berlatih di India, ia kerap dicemooh karena postur dalam jalan cepat membuatnya terlihat lucu. Orang menertawakannya karena olahraga itu tak begitu digandrungi di sana. Pemerintah juga tak mengacuhkannya karena cabang olahraga itu bukan unggulan. Meskipun mengalami berbagai kendala, ia terus berjuang sebaik mungkin di Rio. Walaupun ia tak menyabet medali apapun, perjuangan pria yang berasal dari keluarga yang kurang berada ini patut diacungi jempol.
Manish Rawat. Sumber: uniindia.com
Manish Rawat. Sumber: uniindia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun