Mohon tunggu...
Ayis Nuzul
Ayis Nuzul Mohon Tunggu... -

Ayis adalah wanita yang lahir di Jombang, Jawa Timur. Saat ini tercatat sebagai mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seni dan Gaya Berbicara

5 Juni 2014   18:44 Diperbarui: 4 April 2017   17:45 2418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  1. Pengertian Bicara

Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan  (Tarigan, 2008:16). Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan baik itu perasaan, ide, atau gagasan yang berada dan benak seseorang.

Definisi berbicara juga dikemukakan oleh Brown dan Yule dalam Puji Santosa, dkk (2006:34). Berbica adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Pengertian ini pada intinya mempunyai makna yang sama dengan pengertian yang disampaikan oleh Tarigan yaitu bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata.

Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Pengertian ini mempunyai makna yang sama dengan kedua pendapat yang diuraikan diatas, hanya saja diperjelas dengan tujuan yang lebih jauh lagi yaitu agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain.

Sedangkan St. Y. Slamet dan Amir (1996: 64) mengemukakan pengertian berbicara sebagai keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak. Pengertian ini menjelaskan bahwa berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata, tetapi menekankan pada penyampaian gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak atau penerima informasi atau gagasan.[1]

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata dalam upaya menyampaikan atau menyatakan maksud, ide, gagasan, pikiran, serta perasaan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh penyimak.

Secara fisik, memang pembicara berbicara di depan publik. Namun jika melihat kenyataan bahwa publik perlu aktif menafsirkan ide yang ingin disampaikan oleh pembicara, kiranya lebih tepat kalau dikatakan pembicara berbicara dengan atau bersama publik, dan bukannya pembicara berbicara untuk atau kepada publik. Kesadaran akan kebersamaan ini penting. Pembicara dengan demikian akan berbicara dengan sikap yang sehat. Publik tidak akan diperlakukan sebagai obyek, tetapi sebagai subyek yang diharapkan bersama pembicara aktif mensukseskan proses komunikasi yang mereka lakukan. Hanya dalam suatu pertemuan tertentu pembicara lebih banyak diberi kesempatan untuk berbicara.[2]

Lebih jauh, Charles Bonar Sirait (2007) dalam buku Fitriana Utami Dewi mencatat bahwa :

Kemampuan berbicara di depan umum merupakan aset dan investasi berharga serta menguntungkan bagi siapa saja. Seorang yang mampu bicara dengan baik di depan publik dapat menyampaikan pesannya kepada pendengar dengan baik pula. Bila ia berbicara pada anak-anaknya, mereka mau mendengar dan memahami maksudnya. Dan ketika ia membahas mata kuliah di depan kelas, di depan forum, ia pun dapat menggerakkan mahasiswanya ke arah yang dimaksudkan. Pembicara yang baik akan mudah menyampaikan pandangannya dan pasti didengar oleh kawan bicaranya. Public speaking saat ini memberikan begitu banyak kesempatan bagi siapa saja untuk meningkatkan kesuksesan dalam karir, talenta kepemimpinan, kemampuan dan kepercayaan diri. Bahkan pubic speaking dapat menjadi sarana memperbanyak teman, kolega, relasi, dan kenalan.”[3]


  1. Tinjauan Secara Filosofis dan Ilmu Komunikasi

Ilmu bicara atau biasa disebut retorika merupakan merupakan suatu seni penggunaan bahasa yang efektif. Retorika biasa disebut dengan public speaking. Pengertian Retorika secara sempit hanya mengenai bicara, sedangkan secara luas adalah tentang pengunaan bahasa lisan dan tulisan.

Menurut Sunarjo (1983: 49-52), pengertian Retorika dapat dilihat dari tinjauan filosofis dan tinjauan Ilmu Komunikasi.[4]

1. Sebagai Tinjauan Filosofis

Retorika dapat dirunut dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Filsuf Aristoteles mempertegasnya bahwa emosi manusia bervariasi dan bagaimana seorang orator /pembicara dapat mempengaruhinya. Aristoteles juga memberikan pengertian bahwa Retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai itu adalah kebenaran & keadilan yang mempunyai kekuasaan & kekuatan dalam masyarakat.

Bagi Aristoteles, Retorika memiliki beberapa fungsi sbb :

a. Pengetahuan yang mendalam tentang retorika & latihan-latihan yang dilakukan bisa mencegah retorika digunakan sebagai alat penipuan.

b. Retorika sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi.

c. Retorika sama halnya dengan dialektik yang dapat memaksa orang untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan.

2. Tinjauan menurut Ilmu Komunikasi :

Dalam ilmu komunikasi, Retorika & Public Speaking tidak terlalu dibedakan pengertiannya.

1.Public Speaking atau Retorika adalah suatu komunikasi dimana komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan / audiences dalam bentuk jamak. Public Speaking atau Retorika dibedakan dengan komunikasi massa. Alasannya komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang menggunakan media massa, sedangkan Public Speaking atau Retorika adalah komunikasi langsung denganmedia massa.

2.Public Speaking atau Retorika digolongkan pada komunikasi massa. Alasannya bahwa Public Speaking atau Retorika harus dibedakan dengan pidato-pidato lain. Public Speaking adalah bentuk komunikasi berupa pembicaraan yang diucapkan seseorang di depan orang banyak / massa mengenai sesuatu masalah sosial.

3.Tujuan Public Speaking atau Retorika selalu digunakan untuk menyadarkan dan membangkitkan orang banyak atau mengenai masalah sosial sehingga tidak perlu menggunakan suatu uraian ilmiah rasional. Tujuan Retorika terutama berusaha mempengaruhi audiens atau komunikan. Yang perlu diperhatikan ialah retorika merupakan teknik pemakaian bahasa secara efektif yang berarti keterampilan atau kemahiran dalam memilih kata-kata yang dapat mempengaruhi komunikan sesuai dengan kondisi dan situasi komunikan tersebut.

4.Retorika dan pidato dibedakan sebagai berikut. Pertama, retorika diidentikkan dengan public speaking, yakni salah satu bentuk komunikasi dengan audiens yang cukup banyak, bahkan ada yang menggolongkan retorika sebagai komunikasi massa. Kedua, pidato dapat terjadi dalam suatu group communication (komunikasi kelompok kecil misalnya ceramah dalam kelas) atau large group communication (komunikasi kelompok yang cukup besar misalnya pada waktu seseorang memberi informasi sebelum ada pertunjukan sandiwara di alun-alun). Ketiga, retorika dan seni pidatotidak ada perbedaan yang mendasar.


  1. Retorika, Dialektika, Elocution

a.Retorika

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2006) dalam buku Retorika Modern, Pendekatan Praktis, retorika berasal dari bahasa Yunani, rhetor, orator, teacher. Retorika juga dikenal dalam bahasa Arab sebagai khutbah dan muhadhoroh. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pidato. Secara umum retorika ialah seni atau teknik persuasi menggunakan media oral atau tertulis. Dalam pemaknaannya, retorika diambil dari bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara.

Retorika dikenal pula dengan istilah the art of speaking yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa retorika adalah suatu ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik yang mempesona sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya. Little John (2004: 50) mengatakan retorika adalah “Adjusting ideas to people and people to ideas”. Di sinilah retorika juga diartikan sebagai suatu seni mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato.[5]

Jalaluddin Rakhmat (2006) mencatat akar sejarah retorika dari Yunani dan Romawi sebagai berikut :

“Sejak Yunani dan Romawi sampai zaman kita sekarang, kepandaian pidato dan kenegarawan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga terkenal dengan kefasihan bicaranya yang menawan. Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, dimanapun pada zaman apapun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah. Di sinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewanjuri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembalinya tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara”.

Jalaluddin Rakhmat meanjutkan bahwa “ Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata)”

Dari kisah inilah, Jalaluddin Rakhmat menyimpulkan bahwa secara tidak langsung Corax telah menginspirasi dan meletakkan dasar-dasar organisasi retorika modern dan membaginya menjadi lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.

Ada beberapa jenis retorika. Arman Agung dalam tulisannya berjudul Keterampilan Berbicara: Retorika dan Berbicara Efektif menjelaskan bahwa dari segi keterampilannya atau tujuan yang ingin dicapai, retorika dapat dibagi dalam dua.

Pertama, retorika persuasif, yaitu retorika yang bertujuan memengaruhi orang dengan tidak begitu memperhatikan atau mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran dan moralitas. Retorika yang seperti ini dapat kita jumpai di mana-mana. Contohnya adalah retorika yang digunakan oleh sebagian besar penjual obat kaki lima dalam menawarkan daangannya, dan lain sebagainya.

Kedua, retorika dialektika. Retorika ini juga sering disebut sebagai retorika psikologi, yaitu retorika yang muncul sebagai kebalikan dari retorika persuasif. Retorika ini sangat memperhatikan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, moralitas dan sifatnya dapat menenangkan jiwa manusia. Tujuan utama retorika ini mengarah kepada pembinaan spiritual. Retorika jenis ini umumnya digunakan di dalam ceramah-ceramah agama.

Sedangkan Dori Wuwur Hendrikus (1991: 16) membagi retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara menjadi tiga. Pertama, monologika. Artinya ilmu tentang ilmu bicara secara monolog. Di sini pelakunya atau pembicaranya tunggal. Contohnya pidato, kata sambutan, kuliah, ceramah, makalah, dan juga bisa teater monolog. Kedua, dialektika, yakni ilmu tentang seni berbicara secara dialogis. Biasanya ada dua orang atau lebih yang berbicara. Contohnya diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan, dan debat. Ketiga, pembinaan teknik bicara. Bagian ini biasanya lebih diarahkan pada pembinaan teknik pernapasan, teknik mengucap artikulasi, bina suara, teknik membaca dan bercerita.

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2006) dalam retorika modern, pendekatan praktis, ada lima tahap penyusunan pidato, atau yang dikenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five Canons Of Rhetoric), yakni :

1.Inventio (penemuan). Pada tahap ini pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat.

2.Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan.

3.Elocutio (gaya). Pada tahap ini pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya.

4.Memoria (memori). Pada tahap ini pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.

5.Pronuntiatio (penyampaian). Dalam tahap ini pembicara bisa menyampaikan pesannya secara lisan.

b.Dialektika

Setelah pembahasan mengenai retorika, berikut akan menerangkan mengenai dialektika. Materi mengenai dialektika kali ini saya ambil dari buku Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marxserta dari buku O. Hamsem, Marxisme dan Agama.

Kata dialektika berasal dari bahasa Yunani “dialego” artinya pembalikan, perbantahan. Dengan istilah dialektika, dia (Marx) mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia. Di dalam pengertian lama dialektika bermakna seni pencapaian kebenaran melalui cara pertentangan dalam perdebatan dari satu pertentangan berikutnya.

Sedangkan dialektika dalam terminologi adalah pada mulanya menunjuk pada debat dengan tujuan utama menolak argument lawan atau membawa lawan kepada kontradiksi-kontradiksi, dilema atau paradoks. Dalam dialog-dialog Plato, ada upaya untuk menggali hakikat hal­-hal melalui proses pernyataan dan kontradiksi.

Karl Marx tidak pernah menggunakan istilah materialisme historis atau materialisme dialektis. Dia memakai istilahnya sendiri, yakni metode dialektika yang berkebalikan dengan metode dialektika milik Hegel dan metode dialektika dari dasar materialistisnya. Dengan istilah metode dialektika, dia mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia.

Ajaran filsafat Marx disebut juga materialisme dialektik, dan disebut juga materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa ekonomis yang didominir oleh keadaan ekonomis yang meteriil itu berjalan melalui proses dialektika: teses, antitesis dan sisntesis.

Mula-mula manusia hidup dalam keadaan komunistis asli tanpa pertentangan kelas, dimana alat-alat produksi menjadi milik bersama (tesis). Kemudian timbul milik pribadi yang menyebabkan adanya kelas pemilik (kaum Kapitalis) dan kelas tanpa milik (kaum proletar yang selalu bertentangan), disebut antitesis. Jurang antara kaum kaya (kapitalis) dan kaum miskin (proletar) semakin dalam. Maka timbullah krisis yang hebat. Akhirnya kaum proletar bersatu mengadakan revolusi perebutan kekuasaan. Maka timbullah diktaktur proletariat dan terwujudlah masyarakat tanpa kelas dimana alat-alat produksi menjadi milik masyarakat atau Negara (sintesis).

Dengan demikian, pengertian dialektika menurut Karl Marx, suatu metode diskusi tertentu dan satu cara tertentu dalam berdebat yang didalamnya ide-ide kontradiktif dan pandangan-pandangan yang bertentangan dilontarkan. Masing-masing pandangan itu berupaya menunjukan titik-titik kelemahan dan kesalahan yang ada pada lawannya, berdasarkan pada pengetahuan-pengetahuan dan proposisi-proposisi yang sudah diakui. Dengan demikian berkembanglah pertentangan antara penafian dan penetapan dilapangan pembahasan dan perdebatan, sampai berhenti pada kesimpulan yang di dalamnya salah satu pandangan yang bertentangan itu dipertahankan, atau sampai munculnya cara pandang baru yang merujukkan kelemahan masing-masingnya.

Marx menganut dialektika tersebut dan menempatkan filsafat materialismenya dalam bentuk dialektika murni. Jadi, dialektika modern, menurut klaim-klaim kaum dialektiawanadalah hukum berfikir dan sekaligus realitas. Karena itu, dialektika modern adalah metode berfikir dan prinsip yang menjadi dasar eksistensi dan perkembangan realitas. Gerak pikiran tidak lain hanyalah cermin gerak realitas yang dipindahkan dan ditransformasikan di dalam benak manusia.

Hegel menyempurnakan konsep dialektika dan menyederhanakannya dengan memaknai dialektika ke dalam trilogi tesis, anti-tesis dan sintesis. Menurut Hegel tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik, yang absoluthanyalah semangat revolusionernya (perubahan/pertentangan atas tesis oleh anti-tesis menjadi sintesis).[6]

Menurut Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) dialektika mengandung 4 hal[7] :


  1. Waktu
  2. Saling berhubungan dan bersenyawa
  3. Kontradiksi
  4. Gerakan

c.Elocution

Elocution di Indonesia disebut dengan deklamasi. Mengenai materi ini, diambil dari buku karya Zaini BA, Kesusastraan Indonesia Jilid III . [8]

Deklamasi berasal dari bahasa Inggris “declamation” yang terbentuk dari kata kerja “to declaim” yang berarti “Speak with strong feelling”. Sedangkan arti dari seni deklamasi adalah suatu bentuk bahasa pengucapan secara lisan dariungkapan puitis yang memiliki sifat khas dan memiliki gaya bahasa tersendiri. Seseorang yang melakukan deklamasi  bisa saja membawakan sajak dari cerpen sendiri maupun cerpen orang lain di depan umum.

Dengan menggunakan bahasa lisan yang baik, penuh dengan penjiwaan, dan perasaan yang sangat mendalam. Seakan pendeklamasinya mengerti atau bahkan memiliki perasaan sama persis dengan pencipta sajaknya. Agar penonton bersama-sama dapat menikmati keindahannya, serta menimbulkan rasa keharuan atau emosional artistik, lebih-lebih mengenai isinya.

Deklamasi adalah suatu pembeberan fonitis dan motoris untuk menyatakan kehadiran puisi, secara eronologis dari pada puisi. Dengan kata lain deklamasi merupakan reprodosir dari pada puisi untuk memberi bentuk terhadap konsepsi ideal, agar resep rohani yang dituangkan oleh penair dalam puisinya. Setelah dilakukan analisa, disintesakan kembali dengan secara keseluruhan, dibawakan menurut alam kenyataan.

Berdeklamasi tidak hanya menghafal sajak saja dengan tidak memperhatikan aturan-aturan dari beberapa unsur-unsur deklamasi. Karena jika hanya menghafal saja maka hal tersebut bisa dikatakan jauh dari hakekat dan kriteria ilmu seni deklamasi.

Fungsi praktis deklamasi adalah menceritakan dan berusaha mendapatkan gambaran yang objektif dari gejala-gejala kejiwaan serta melukiskan olah bahasa dari puisi itu secara kongkrit. Oleh karena itu alangkah lebih baiknya sebelum pendeklamasi mendeklamasikan sajaknya terlebih dahulu menganalisa apa yang terkandung dalam puisi yang akan dipertunjukkan tersebut. Atau dengan kata lain seorang pendeklamasi tidak hanya menjiwai isi puisi saja, tapi mencari jiwa puisi yang terkandung di dalamnya. Karena puisi dengan sendirinya sudah mengandung penjiwaan yang lahir dari penciptanya.

Deklamasi terdiri dari beberapa unsur, diantaranya adalah:

1.Intonasi; intonasi adalah suatu kesatuan yang terjadi dari jenis jenis gejala suatu irama, tekanan dinamik, tekanan nada, tekanan tempo, jeda dan lain sebagainya. Menurut W.Y.S. Poerwodaminto intonasi disebut juga sebagai ‘lagu pengucapan’ atau ‘lagu tutur’.

2.Dukungan fungsi psikis; seorang penyaji sajak harus memiliki penjiwaan yang tepat (fungsi psikis). Salah satu syarat penting bagi seorang yang ingin berdeklamasi adalah harus mendapat dukungan dari jiwanya.

3.Volume suara; volume suara menentukan keindahan dari deklamasi. Volume suara yang tepat dan teratur sesuai dengan sajaknya dapat menggetarkan jiwa serta mengharukan bagi pendengarnya.

4.Jelasnya suara;  kejelasan suara merupakan bagian yang penting yang tidak dapat terabaikan. Seperti kejelasan dan ketepatan bacaan dari seorang deklamator pada tiap huruf dalam kalimat tiap suatu puisi. Apabila huruf-huruf tersebut tidak dibaca dengan semestinya maka belum dapat dikatakan bahwa deklamasi itu baik.

5.Bayangan sinar air-muka (mimik); mimik muka adalah pencerminan perasaan serta pencerminan penjiwaan dari deklamator. Karena akan nampak jelas kelihatan apakah kalimat-kalimat yang dibawakan tersebut sungguh-sungguh mendapat dukungan dari hasil proses fungsi psikis.

[1] http://hestunodya.blogspot.com/2014/01/pengertian-berbicara-menurut-para-tokoh.html

[2] G. Sukadi, Pubic Speaking bagi Pemula (Jakarta : PT Grasindo, 1993), hal. 87

[3] Fitriana Utami Dewi, Pubic Speaking Kunci Sukses Bicara di Depan Publik Teori dan Praktik (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hal. 7

[4] Sunarjo Djoenaesih S, Komunikasi Persuasi dan Retorika (Yogyakarta : Liberty, 1983), hal. 49-52

[5] Fitriana Utami Dewi, Pubic Speaking Kunci Sukses Bicara di Depan Publik Teori dan Praktik....hal. 60

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dialektik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun