Mohon tunggu...
Anik Yulianita
Anik Yulianita Mohon Tunggu... Penulis - Pribadi

Siangku untuk mewujudkan dunia dan ketika malam tiba Allah memberikan pakaian untukku :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-laki Perhitungan

18 Januari 2015   03:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:55 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernah menemukan tidak seorang laki-laki menaiki mobil mewah dengan dengan barang-barang bermerek luar negeri memperhitungkan uang delapan ribu untuk seorang Ibu paruh baya?

Bagi saya laki-laki seperti tersebut ada di kehidupan nyata saya dan saya menjumpainya kemarin sore. Secara tidak sengaja saya dan seorang Ibu. Sebut saja nama Ibunya adalah Ibu Aminah.

Percakapan saya dengan Ibu Aminah sebelum bertemu laki-laki tersebut.

"Ibu membuat tas ini sendiri?" tanya saya pada Ibu Aminah.

"Iya," jawab Ibu Aminah,  "Ibu membuatnya sendiri dari bekas bungkus kopi."

"Bagus Bu, Ibu jual berapaan?" tanya saya lagi.

"Ada yang sepuluh ribu, ada juga yang lima belasribu tergantung tasnya." jawab Bu Aminah.

Saya dan Bu Aminah melanjutkan obrolan lagi sembari menunggu ada yang mau membeli tas dagangan Bu Aminah.

"Bu harganya berapaan?" seorang laki-laki datang menanyakan harga tas yang dijual Bu Aminah.

"Yang mana Mas?" tanya Bu Aminah pada laki-laki tersebut.

Saya hanya diam memandangi laki-laki tersebut yang keluar dari mobil sedannya. Saya hanya bergumamdalam hati, "Ganteng, bisa kali ya dijadiin temen?"

"Yang ini Bu." laki-laki tersebut memegang salah satu tas.

"Lima belas ribu Mas." jawab Ibu Aminah.

"Gak bisa kurang Bu?Aku beli dua belas ribu aja ya Bu?" kata laki-laki itu

"Harganya Pas Mas, Ibu membuatnya sendiri. Ibu juga sudah memperhitungkannya dengan ongkos bus dari rumah ke sini."

"Memang ongkos bus berapa Bu?"

"Empat ribu mas."

"Kalau aku beli dua belas ribukan masih sisa delapan ribu Bu." kata laki-laki tersebut, "Ibu mau gak dari pada gak laku..."

Jlekkk.

Saya kaget dengan ucapan laki-laki tersebut. Rasa terkesan saya pertama meliatnya langsung  berubah jadi sebuah hujatan kecil di dalam hati, "Pelit bangetttttttttttttttttttt... Sumpah, nih cowok datang dari neraka mana? Tampangnya aja keren,mobil mewah, tentengan barang bermerek fuhhhhhh...!"

"Ayo Bu mau gak? Tadi aku lihat satpol PP loh Bu, dari pada Ibu nanti diusir gak boleh berdagang di sini. Ibu milih mana?"

"Ya Allah, ini orang niatnya mau apa sih?!" kataku dalam hati lagi sembari berpikir jika aku menjadi Ibu yang menjual tas dari hasil daur ulang sampah tersebut sudah pasti memaki-maki.

Beberapa saat kemudian.

"Jangan dikasih Bu," saya memegang lengan Ibu Aminah dan mengajaknya pergi, "Maaf Ibu, saya tidak bisa memberi lebih tapi mudah-mudahan ini bisa untuk ongkos Ibu pulang dan buat makan malam. Maaf ya Bu."  kata saya pada Ibu Aminah setelah saya mengajak Bu Aminah menghindari laki-laki tersebut.

"Mbak tasnya?" kata Ibu Aminah.

"Tidak usah Bu,Ibu jual kembali saja untuk besok. Mudah-mudahan laku ya Bu." kata saya.

"Terima kasih ya Mbak?" kata Bu Aminah.

Setelah terhindar dengan laki-laki tersebut dan pamit pulang dengan Bu Aminah saya duduk di sebuah halte untuk menunggu bus. Saya berbicara dalam hati, "Uangku tidak pernah lebih, bahkan untuk bayar kos saja masih kurang."

Kemudian, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang, rintik gerimis menetes di pipi dan di tangan saya. Saya segera masuk ke dalam bus yang datang di hadapan saya, "Pak tolong nanti bangunkan saya ya kalau saya ketiduran? Saya turun di DEPSOS." pesan saya pada sopir karena kondekturnya turun mencari penumpang.

"Ohya mbak," jawab sopir bus yang kemudian meminta saya duduk di depan,"Kalau bisa mbak duduk di depan saja."

Melihat kursi paling depan (Kursi belakang sopir) masih kosong saya langsung duduk di depan setelah sebelumnya duduk di kursi nomor tiga dari depan.

Melihat jam sudah pukul dua puluh lewat lima puluh tujuh menit. Saya yakin saya tidak akan bisa sampai di rumah kost kur[peang dari satu jam, "Fuhhh... Pulang malam lagi."

Hujan turun lebat, saya duduk resah di kursi bus sembari melihat kendaraan-kendaraan yang terhambat di jalan karena macet dari balik jendela bus.  Sampai di rumah kost pukul dua puluh dua lewat tiga puluh tujuh menit saya langsung mandi, sholat Isya dan segera tidur. Keesokan hari saya bangun kesiangan, saya tidak melakukan Ibadah sholat Subuh. Pukul tujuh saya baru bangun dan bergegas merendam pakaian, mencuci pakaian dan mandi lalu mencari sarapan.

Di luar rumah kost saat membeli jajanan cimol di sebuah sekolah dasar yang tidak jauh dari rumah kost, saya bertemu dengan Ibu kost yang hendak menjemput anaknya pulang sekolah.

"Ibu, maaf ya saya membayar kostnya hari Senin? Saya kehabisan uang Bu."

Dengan tersenyum Ibu kost bilang, "Iya tidak apa-apa. Kamu sudah baikankan?"

Saya membalas senyuman Ibu kost, "Sudah Bu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun