Mohon tunggu...
Adi W. Gunawan
Adi W. Gunawan Mohon Tunggu... lainnya -

Adi adalah Doktor Pendidikan, Dosen Psikologi S1/S2, penulis 22 buku laris bertema Mind Technology dan Pendidikan, trainer hipnoterapi klinis, trainer dan konsultan pengembangan diri, Presiden dari Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, dan Ketua Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hipnoterapi Klinis, Solusi Alternatif Menangani Perilaku Predator Seksual

21 Juni 2016   09:18 Diperbarui: 21 Juni 2016   09:42 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hipnoterapi klinis, dalam hal ini, hanya bisa digunakan untuk membantu menangani dorongan seksual tidak wajar, dalam diri pedofil, akibat pengalaman traumatik, dan tidak efektif bila ini murni akibat faktor biologis.

Berdasar penelusuran yang dilakukan penulis, aplikasi hipnoterapi untuk mengurangi dorongan seksual tak wajar dalam diri pedofil pria pernah dilakukan menggunakan teknik pengungkapan hipnotik melalui induksi mimpi (Sacerdote, 1967) dan affect bridge(Watkins, 1971). Proses hipnoterapi dilakukan sebanyak 25 sesi dalam kurun waktu sekitar sembilan bulan. Di akhir terapi, pengukuran psikofisiologis menunjukkan penurunan pasti dan signifikan rangsangan seksual dalam diri subjek saat ditunjukkan gambar anak-anak prapuber. Pengujian psikologis mengindikasikan berkurangnya sifat defensif dan juga kecemasan seksual terhadap wanita dewasa.

Dari perspektif hipnoterapi klinis modern, pengalaman traumatik yang dialami anak saat masih kecil, khususnya dalam bentuk pelecehan seksual, meninggalkan “luka” dalam bentuk memori yang dilekati emosi sangat intens dan tersimpan di pikiran bawah sadar mereka. Dari pengalaman traumatik ini dapat tercipta ego personality (EP) atau Bagian Diri yang selanjutnya dapat mendominasi hidup individu.

Terdapat tiga kemungkinan jenis EP yang tercipta. Pertama, “Part” yaitu EP dengan fungsi menyimpan semua jejak pengalaman ini dan melindungi individu dari kemungkinan mengalami kejadian yang sama atau segala sesuatu yang berhubungan dengan seks, di masa depan. Kedua, EP yang disebut “Alter” yang bersifat sangat ganas, di luar kendali individu, dapat melukai atau bahkan membunuh individu, Bagian Diri lain di dalam individu, atau orang di sekitarnya. Ketiga, Introject, yaitu EP yang adalah manifestasi dari pelaku tindak kejahatan atau kekerasan seksual pada anak, berdasar pengalaman dan persepsi saat anak mengalami pengalaman itu, dan Introject ini “hidup” di dalam pikiran bawah sadar anak.

Bisa jadi, perilaku seksual tidak wajar yang dilakukan oleh pedofil, yang dulunya adalah korban kekerasan seksual, sebenarnya dilakukan bukan oleh si individu namun oleh Introject yang ada dalam dirinya.

Penulis pernah menangani klien, pria muda berusia 23 tahun, yang bila marah, selalu melakukan tindakan dengan eskalasi mulai dari teriak-teriak, membanting atau merusak barang di sekitarnya, dilanjutkan dengan memukul kepalanya sendiri, hingga akhirnya, pada puncak kemarahannya, membentur-benturkan kepalanya dengan keras ke tembok. Klien sama sekali tidak tahu apa yang membuatnya berperilaku seperti ini dan mengatakan bahwa ia tidak sadar saat membenturkan kepalanya ke tembok.

Kondisi ini dapat dipahami dengan mengacu pada sifat dan fungsi pikiran bawah sadar.  Pikiran bawah sadar sangat menyadari pentingnya resolusi trauma, namun ia bukan problem solver. Untuk itu, ia akan mengirim pesan ke pikiran sadar dengan terus memunculkan memori traumatik agar individu segera mencari solusi. Namun sayangnya, pesan ini sering tidak dipahami. Dengan demikian, memori traumatik repetitif ini justru mengakibatkan individu mengalami trauma ulang dan menempatkan individu di situasi yang sama atau serupa dengan yang dulu ia alami (Gunawan, 2012).

Dari proses hipnoanalisis mendalam terungkap bahwa klien pertama kali mengalami kepalanya dibenturkan ke pintu saat berusia enam tahun. Dan yang melakukannya adalah ibu klien. Pengalaman ini tidak hanya sekali, namun beberapa kali.

Dari pengalaman traumatik ini, dalam diri klien tercipta Introject ibunya yang aktif setiap kali klien mengalami emosi marah. Introject, dalam kondisi normal bersifat dorman, tidak aktif, sampai ada pemicu spesifik yang mengaktifkannya. Saat Introject ini aktif, klien sepenuhnya dikendalikan oleh Introject. Dan yang memukul kepala dan membentur kepala klien ke tembok bukanlah klien tapiIntroject ibunya.

Proses terapi yang dilakukan meliputi menemukan kejadian paling awal, resolusi trauma pada kejadian ini, memaafkan, edukasi ulang pikiran bawah sadar, restrukturisasi memori, dan yang juga sangat penting adalah menetralisir Introject ini.

Alhasil, setelah semua proses ini berhasil dilakukan dengan baik, dari hasil wawancara pascaterapi seminggu kemudian, klien melaporkan bila marah ia tidak lagi pernah membanting atau merusak barang, dan membenturkan kepalanya ke tembok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun