Teknologi telah melahirkan banyak dampak. Antara lain pola kesibukan atau cara memaknai ritual sehari-hari yang dahulu tidak segegap hari ini. Dengan sejumlah alasan, teknologi informasi dan data telah menjadi alat memandu yang tak mungkin dipisahkan dari segala aktivitas, ini tentu dimaksudkan bagi mereka yang menjadikan segala macam produk cerdas teknologi sebagai candu.
Dampak lainnya, menjalar dalam kehidupan paling sempit di rumah kita. Penulis belum termasuk figur yang super sibuk, tetapi pelan-pelan mulai merasakan adanya jurang yang tiap hari menganga. Media sosial, yang membuat kita memiliki kegemaran tak mengenal waktu untuk berselancar dari ruang keluarga menuju bilik yang jauh lebih besar di luar rumah.
Dengan media sosial yang sangat beragam itu, lalu lintas sekitar kita memiliki jalur dan ruas lajur yang amat menyibukkan. Penulis memiliki akun di BB, WA, Telegram, dan tentu saja Facebook. Empat medis sosial ini saja telah membuat jemari amat rajin mengulik keyboard. Bayangkanlah mereka yang memiliki sarana kontak personal lebih banyak. Â Â
Penulis kemudian dikungkung suasana, dan mulai menyadari bahwa dengan segala atribut aktualisasi diri itu, kita justru hampir melupakan buah hati di rumah. Sebab meski berada di sekitar mereka jemari dan fokus kita ternyata lebih banyak ke layar sentuh. Sementara anak-anak itu jauh lebih penting dari segalanya.
Penulis kemudian mengambil keputusan penting. Bila sedang di rumah atau berdekatan dengan anak-anak yang masih memerlukan belaian dan sentuhan dari seorang ayah, yang kerap lebih sering di luar, atau jauh dari rumah, penulis meminggirkan tablet atau telepon cerdas. Kesadaran ini semoga menjadi alat bantu yang sama sebelum kita benar-benar kehilangan kesempatan mengamati dari dekat proses tumbuh kembang anak-anak.
Pada awalnya, kita masih akan terus merasa berat untuk tidak mengintip layar sentuh itu. Namun lamat-lamat bila sedang bersama anak-anak atau keluarga di rumah, hal itu ternyata dapat dilakukan. Kenapa, toh kita masih memiliki waktu lebih luang saat berada di luar rumah. Sementara interaksi di dalam rumah untuk hubungan komunikasi yang intim dengan seisi rumah adalah nomor satu.
Dahulu penulis memiliki dua televisi, satu diantaranya telah dikirim ke keluarga yang lain. Kita pernah merasa bahwa konten siaran tv makin tidak berkualitas, lalu media sosial kemudian menimpalinya dengan gaya saling merunduk antara seorang ayah, istrinya, dan juga anak-anaknya yang saling sibuk padahal jarak mereka sejangkauan. Fenomena ini sedang mengancam kekerabatan kita.
Jangan sampai kegilaan terhadap media sosial justru membuat kita jadi asosial pada orang-orang yang kita cintai. Janganlah lebih banyak mengenal dan bersenda gurau dengan orang paling jauh, yang mungkin tak pernah kita temui. Lalu rasa abai terus kita pupuk tak kenal waktu...
Â
Mamuju, 2Â Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H