Setiap informasi kini dapat diakses siapa saja, kapan, dan dimanapun. Perkembangan teknologi telah mengakibatkan berkembangnya tren informasi yang mewabah, dan terus berlangsung makin cepat. Kita amat menyadari itu dalam 10 tahun terakhir ketika booming media sosial di Indonesia menjadi aktifitas yang bersanding dengan media konvesional televisi, radio, dan majalah.
Jurnalistik online. Kini disebut sebagai ruang paling menantang, dan digandrungi. Kehadiran media baru yang memanfaatkan sarana internet yang tidak mengenal tenggat waktu, teritori, dan deadline sebagaimana yang dikenal di media cetak. Genre ini dicirikan sebagai praktek jurnalistik yang mempertimbangkan beragam format media (multimedia) untuk menyusun isi liputan.
Apa yang menarik dari jurnalistik online? Selain dari sisi kecepatan dan daya jelajahnya yang lintas negara, sifatnya yang interaktif dianggap akan mampu meruntuhkan kebenaran faktual yang ada pada praktek jurnalistik karena seolah hanya wartawan yang tahu dan memutuskan informasi macam apa yang dibutuhkan pembaca atau khalayak. Menurut Asep Syamsul dalam Jurnalistik Online (2012) kebenaran, obyektifitas, dan imparsialitas tidak lagi dibangun pada ruang senyap editor, namun dipertukarkan antara wartawan dan publik.
Ini memiliki makna bahwa setiap berita yang diturunkan surat kabar, majalah, radio atau televisi harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan publik. Sebab kini jurnalistik online yang memiliki karakter lebih segar, lebih cepat, bisa ditulis dimana saja, oleh siapa saja, serta dapat diarsipkan dalam jangka waktu lama, bisa menggeser keberadaan media konvesional yang tidak taat kaidah jurnalistik.
Jurnalistik online memberi ruang, dan kesempatan sangat besar bagi publik untuk menjadi peliput atau juru warta. Yang bisa membedakannya dengan wartawan profesional hanya standar etika jurnalistik yang juga wajib dijunjung setinggi langit. Sifat multimedia yang melekat pada jurnalistik online menempatkannya sebagai media masa depan. Wartawan tidak lagi hanya cukup diwakili oleh teks tetapi juga oleh audio-video.
Selain dikembangkan oleh media konvensional, jurnalistik online dapat dikelola warga. Tren ini sangat berkembang, sebut saja media warga Kompasiana.com dimana penulis juga terlibat aktif sebagai kontributor. Media warga itu kini memiliki puluhan ribu penulis yang tinggal diberbagai belahan dunia. Itu telah membawa perubahan penting dalam jurnalistik tidak hanya dari sisi media, sajian, tetapi juga praktisi atau wartawannya.
Dalam lingkup lokal jurnalistik online telah berkembang di Sulawesi Barat sejak tahun 2008. Penulis kini telah mencatat setidaknya lahir belasan media online baik yang dikelola secara serius atau berbadan hukum, maupun sebagai cara untuk mengekspresikan diri. Budaya internet di masyarakat kita akan memberi dukungan kian positif bagi jurnalistik online yang juga disebut sebagai media generasi ketiga.
Yang ingin penulis tekankan di catatan ini, setiap pihak yang mengelola jurnalistik online sebaiknya tetap memperhatikan Pedoman Penulisan Media Siber (PPMS) yang disahkan oleh Dewan Pers pada 3 Februari 2012. Paling tidak agar cyberjournalist tetap bisa terhindar dari masalah hukum. Ini harus menjadi telaah serius agar jurnalistik online lebih memperhatikan kecenderungan aktual, dan waspada pada kecepatan berita yang tidak seimbang dan akurat.
Cuny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation (ibid) mencatat 10 langkah utama untuk menghindari masalah hukum dimaksud, yakni, periksa dan periksa ulang fakta; gunakan informasi dengan sumber jelas; perhatikan kaidah hukum; pertimbangkan setiap pendapat; utarakan rahasia secara selektif; hati-hati terhadap apa yang diutarakan; pelajari batas daya diingat; jangan lakukan pelecehan; hindari konflik kepentingan; dan peduli nasihat hukum.
Atau simak dengan baik apa yang disitir Poynter, salah satu organisasi rujukan kalangan cyberjournalist di Amerika (2014:41) menyangkut beberapa hal utama bagi profesi jurnalis dan multimedia massa, antara lain untuk selalu menjaga kepercayaan publik sekaligus kredibilitas. Sehingga peluang ekonomi dan bisnis dari tren pertumbuhan internet diraih secara elegan.
Kasus jurnalisme cetak dan elektronik hampir sama dengan jurnalisme online. Untuk itu hindari melakukan penyerangan kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan karakter dan reputasi seseorang, penyebaran kebencian, penerapan kecurangan serta tidak jujur. Masalah yang kerap menyembul ini harus ditekan seminimal mungkin. Sebelum warga benar-benar kehilangan rasa hormat, dan kepercayaan pada media.
Penulis sambil menyudahi catatan ini berpikir. Setelah jurnalistik online, apalagi ya 5-10 tahun nanti?
Jumat, 29 Agustus 2014
JKT-MKS: GA618 - MKS-MMJ: GA4822
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H