Tokoh Syahrir, seperti dalam buku penulis "Jejak Dua Lelaki" (2011) yang berkisah kiprah Syahrir dan Ibnu Munzir dalam Perjuangan Pembentukan Provinsi Sulbar, hadir di seluruh etafe. Dengan tetap menghormati peran tokoh-tokoh besar lainnya, menurut penulis, Syahrir layak menempati urutan terdepan. Tak ada tokoh lain yang berani menukar nasibnya, seperti yang dihadapi Syahrir dahulu, apalagi dalam konteks hari ini.
Di sejarah apapun, selalu akan mencatat sepak terjang orang per orang sesuai kualitas pengabdiannya. Sebab kita tak boleh menafikan sumbangsih sekecil apapun. Ini pun hanya sebuah refleksi singkat. Sebab ada daftar nama seratusan tokoh menentukan yang ikut merancang, dan membuat Sulbar ini ada.
Asal mula senantiasa tak pernah lupa pada sosok yang menetaknya sebagai tumpuan cacatan waktu, prestasi dan perjalanan. Demikianlah Syahrir Hamdani, Ibnu Munzir juga tokoh utama Sulbar lainnya, mestinya diberi ruang ekspresi sepantasnya, juga kesempatan terbaik, sebagaimana sebuah bangsa meletakkan rasa hormat.
Sungguh sayang, dalam acara Peringatan HUT Sulbar Ke-10 di Lapangan Merdeka, Mamuju panitia tak lagi memasukkan poin pembacaan kronologi perjuangan yang melibatkan tokoh-tokoh sentral lainnya. Padahal itu seharusnya Wajib diperdengarkan. Tak heran bila hadirin bertanya-tanya setelah menunggu narasi tahunan itu dideklamasi.
Ini harus dicermati, sekaligus menjadi kecemasan. Agar Sulbar tidak mudah pikun di usia mudanya dan kehilangan rasa hormat. Belajarlah melawan lupa! (*)
Padang Bulan, 24 September 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H