Pernyataan PM Australia Tony Abbott tentang tsunami Aceh 2004 jelas melukai. Pernahkah saudara kita di Aceh menyodorkan proposal ke pemerintah Australia agar mereka datang membantu? Itu sama sekali tidak. Kita bukanlah bangsa yang gemar meminta-minta. Apalagi untuk sebuah nilai bantuan sebesar Rp13 triliun, apakah memang sebanyak ini? Bila pun ya, itu tetap bukan nilai mata uang bagi kepantasan negeri berdaulat.
Dan kini, apapun alasannya, rakyat di Aceh khususnya, dan beberapa kota di Indonesia mulai bergerak. Mengumpulkan koin demi koin untuk mengembalikan bantuan mereka. Gelombang kemarahan itu akan menjadi bola salju. Ini akan terus berjalan. Meski pemerintah kita sudah menerima penjelasan dari mereka, tetapi itu tidak akan pernah cukup mengobati.
Pernahkah pula PM Australia Tony Abbott itu menghitung kerugian yang ditanggung generasi muda Indonesia, akibat perilaku warganya yang mengedarkan narkoba di Indonesia. Pernahkah Abbott itu berpikir dampak buruk yang diakibatkan dari heroin. Dari informasi yang dilansir Magforwomen (health.okezone.com)heroin dapat bertindak sebagai korosif, dan perlahan-lahan menghancurkan organ-organ internal otak. Dampak selanjutnya, heroin bakal membunuh fungsi otak penggunanya secara perlahan.
Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali, Indonesia dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Bali_Nine. Duo Bali Nine, Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33) dipastikan akan tetap dieksekusi. Pemilik barang haram senilai 10 milaran itu hanya menunggu waktu saja menuju ujung bidikan regu tembak.
Masalah ini juga sedang menguji sejauhmana Presiden Republik Indonesia, Jokowi dapat keluar dari tekanan internasional. Jangan lupa, Brasil juga menebar tekanan serupa, bukan tidak mungkin setiap kali Indonesia hendak melaksanakan tata cara hukumnya, yang menyentuh warga negara asing, Presiden atau Perdana Menteri-nya akan melakukan hal yang sama.
Di sisi lain, komentar Abbott juga menjadi bagian dari upayanya untuk terus menuai dukungan publiknya. Ia mungkin sedang memainkan sesuatu untuk kepentingan dalam negerinya. Tabiat mereka jelas berbeda dengan kita. Bukan sekali ini Australia mencoba mencolek Indonesia. Bila sejauh ini Pemerintah kita cukup toleran, Australia mungkin tak akan menduga tingkah mempermalukan Indonesia dengan mengungkit nilai bantuannya, akan dibalas dengan cara yang lebih memalukannya di mata dunia. Koin-koin yang mengalir dari Aceh hingga ke Jakarta akan kita pakai membayar tindakan mereka.
Dan, sebaiknya pemerintah mengembalikan nilai itu bantuan ke Pemerintah Australia. Bayar saja sesegera mungkin, saya percaya rakyat Indonesia akan mendukung. Pemerintah Indonesia juga hendaknya lebih berhati-hati menerima bantuan yang mungkin serupa di kemudian hari.
Kita ingin menikmati suasana Indonesia dalam ruang terbuka yang lebih anyes. Cukuplah memandang semua kejadian di Negeri sendiri melalui jendela kemanusian kita masing-masing. Tak perlu ada bangsa lain yang hendak ikut mencabiknya. Australia, kami akan membayarmu, tunai! (*)
Mamuju, 23 Februari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H