Tulisan ini refleksi sebagai kesyukuran lahirnya anak kami dengan selamat, sehat walafiat
Hal yang paling dinanti dalam kehamilan adalah detik detik menanti melahirkan tiba. Sebab calon ibu dan ayah akan segera bertemu dengan baby mungilnya yang sudah dinanti-nanti selama 37-40 Minggu.
Melahirkan dengan proses normal adalah impian setiap ibu. Namun tak jarang lantaran alasan tertentu persalinan normal tidak bisa dilakukan kemudian terpaksa Operasi SC ditempuh. Namun apapun persalinannya melahirkan normal maupun cesar adalah suatu fase terhebat yang dialami seorang wanita untuk menjadi sosok ibu.Â
Dengan demikian Allah mengajarkan kita bersyukur sebagai wanita karena Allah telah mendesign dan mengatur sedemikian rupa tubuh dan kodratnya yang mulia (dari semenjak hamil hingga melahirkan). Demikianlah pula impianku sebagai seorang ibu yakni hamil dengan persalinan normal.Â
Hari itu tepat pada hari Rabu Pon, 09 September 2020 sempurnalah tugasku menjadi ibu di tahap awal melahirkan dengan persalinan normal. Alhamdulillah telah lahir anak pertama kami, berjenis kelamin perempuan dengan sehat dan selamat melalui persalinan normal yang kami beri nama putri kami
*Aishwarya Roro Ayu Prasetyo*
Semoga kelak putri kami menjadi wanita yang sholehah, beriman dan mencintai Al-Qur'an, penyejuk hati, berakhakul karimah, Â bermanfaat untuk orang banyak.
Tugas selanjutnya belumlah selesai, karena proses mendidik anak menjadi tonggak pilar utama tugas seorang ibu, karena ibu adalah madrasatul ula (yakni sekolah pertama bagi anak-anaknya).
Semoga kami mampu menjadi orang tua yang amanah dunia akhirat.
Dalam masa kehamilan tentu tak luput dari ujian pendewasaan. Diawali kehamilan trimester pertama hingga proses melahirkan. Dokter memvonis bahwa air ketuban yang ada didalam rahimku dinyatakan sedikit (olighomnion) di kehamilan menginjak 5 bulan. Dokterpun menyarankan untuk memperbanyak minum air putih. Walhasil aku tidak mau mengulangi kesalahan yang kedua kali. Singkat cerita, di awal kehamilan di trimester pertama aku terkena ISK. ISK adalah Infeksi Saluran Kemih yang diakibatkan oleh kurangnya konsumsi air putih sehingga menyebabkan infeksi di saluran kandung kemih. Kejadian itu tepat 5 minggu setelah aku dinyatakan positif hamil.Â
Beruntunglah, Maha Besar Allah, memberiku kesempatan untuk menjaga janin yang ada dalam kandungan. Akupun lantas berikhtiar menambah porsi minum air putih 2.5 L per hari. Belum selesai dengan PR minum air mineral, memasuki usia kandungan 6 bulan saat kembali periksa USG, janin yang aku kandung divonis dalam keadaan sunsang (yakni posisi kepala bayi berada di atas/bukan dekat jalan lahir). Dokter menyatakan, jika tidak segera diperbaiki letak posisinya maka kemungkinan besar harus dilahirkan secara SC.
Saat mendengar pernyataan dokter tersebut, saya seperti tersambar petir di siang bolong. Pasalnya saya tidak bisa membayangkan sakitnya persalinan operasi SC lebih berlipat-lipat dari persalinan normal. Akhirnya saya dan suami meminta saran apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki posisi bayi agar menuju jalan lahir. Dokter menyarankan untuk melakukan sujud sebanyak 3 kali sehari dengan durasi 10 menit tiap sesi.
Sayapun mengerjakan PR tersebut dengan sebaik mungkin. Masalah hasil apapun kami serahkan pada Allah. Intinya kami ikhtiar dahulu. Setiap hari minimal 3 kali sujud dengan durasi 5-10 menit istiqamah dilakukan diluar sujud diwaktu sholat.
Usaha memanglah tidak pernah mengkhianati hasil. Allhamdulilah saat kembali periksa USG kehamilan 8 bulan, akhirnya letak kepala janin memutar ke bawah arah jalan lahir.
Syukur penuh rahmat atas kemurahan Allah SWT saya dan suami panjatkan karena tinggal sedikit lagi upayaku melahirkan dengan persalinan normal.
Saat usia kehamilan menuju 9 bulan drama kehamilanpun belum selesai. Kali ini usia janin masuk 36 minggu sudah cukup usia untuk bayi dilahirkan. Namun aku belum juga mendapatkan signal gelombang cinta dari dedek bayi. Kamipun senantiasa berkonsultasi pada dokter kami. Tentunya tidak lupa kami melibatkan Allah untuk mempermudah urusan kami.Â
Hingga usia kehamilan 37 Minggu pun berlalu tetap belum ada tanda-tanda kontraksi. Kami terus melakukan pemeriksaan dan kontrol setiap 1 minggu sekali selama kehamilan 9 bulan. Kami tetap yakin bahwa dede bayi akan segera mengajak dilahirkan. Jalan kaki, jalan nanjak, ngepel jongkok, cabut rumput, makan kurma, minum madu semua PR satu persatupun kami selasaikan dan istiqamahkan.
Hingga di Minggu ke 39, saat kontrol USG kontraksi tetap belum kunjung datang. Dokter memastikan volume dan kualitas air ketuban, plasenta masih aman, detak jantung baik dll masih bagus. Kami diminta untuk bersabar menunggu dan menantikan kontraksi itu muncul sampai 40 minggu.Â
Detik-detik hari HPL 8 Semptemberpun tiba. Jadwal kunjungan kontrol kembali dilakukan. Kali ini situasi kontrol USG sangat serius, tidak seperti biasa akupun kali ini ditemani oleh suami dan umiku saat kontrol pemeriksaan.Â
Kekhawatiranku semakin memuncak sebab 40 Minggu janin belum ada tanda-tanda kontraksi. Namun suamiku senantiasa mensupport dan meyakinkanku akan baik-baik saja. Setelah pemeriksaan berakhir, dokter akhirnya menyarankan second opinon untuk dirujuk ke RS jika sampai nanti malam belum terjadi kontraksi guna persalinan.Â
Setibanya dirumah, saya beraktivitas seperti biasa. Pukul 9 malam tiba-tiba saya merasa mulas untuk pertama kalinya. Rasa mulas itupun rutin terjadi setiap 10 menit sekali.
Suami dan keluarga segera membawaku ke klinik persalinan dan menghubungi orang terdekat.
Setibanya di klinik, dengan cepat saya langsung digiring menuju ruang pemeriksaan oleh bidan jaga, setelah melakukan pemeriksaan ternyata saya baru pembukaan 1.
Petugas medis pun memberikan 2 opsi yakni kembali pulang kerumah sembari menunggu pembukaan 3/4 atau langsung menginap di klinik untuk menanti bukaan demi bukaan bertambah. Akhirnya suami dan keluarga memutuskan langsung menunggu pembukaan demi pembukaan di klinik.
Malam itu menunjukkan pukul 00.00 dini hari, kontraksi yang muncul semakin sering dan menjadi-jadi yakni setiap 5 menit sekali. Tubuh saat itu masih sangat beradaptasi dengan kontraksi yang muncul. Keringat dingin mulai bercucuran, gelombang cinta dedek bayi semakin intens dan kuat yang mana mengharuskan aku menahan rasa sakit dengan meremas-remas tangan umiku dan suami ketika klimak kontraksi terjadi silih berganti. Kontraksi sejak pukul 12 malam sampai diri hari jam 6 pagi ternyata aku masih pembukaan 3.
Perasaan gelisah, lemas, cemas, sakit, nyeri dan tidak yakin untuk melanjutkan persalinan normalpun muncul. Rasanya ingin sekali menyudahi semua rasa sakit ini.
Namun suami terus mensupport saya. Saya bisa melalui ini semua. Umipun meyakinkanku bisa melalui semua proses kodrat tersebut sebagai wanita yakni melahirkan buah hati.
Dengan kondisi penuh menahan rasa sakit kontraksi di awal pembukaan beralih menjadi dua kali lipat sakitnya menuju pembukaan ke-4.Â
Dari pukul 6 pagi sampai 9 siang hanya bertambah 3 bukaan saja. Sedangkan rasa kontraksi yang muncul semakin tidak karuan dan durasinya semakin lebih intens yakni 3 menit sekali. Saya mulai kehilangan energi. Sejak semalaman sama sekali tidak tidur melalui nikmatnya kontraksi demi kontraksi menuju pembukaan. Ditambah tak ada asupan makanan kecuali sepotong roti yang tidak sempat bisa kutelan meski sudah kupaksakan.
Saat itu saya merasakan tubuh ini mulai menggigil, pandangan mulai buram kemudian perlahan-lahan gelap, seolah bertaruh nyawa antara hidup dan mati. Infuspun tiba2 terpasang ditanganku. Aku melihat suamiku menetaskan air mata melihatku berjuang dalam proses persalinan.
Bahkan dia tak tega melihat kondisiku semakin melemah. Rupanya tanpa sadar aku berkali kali berusah memukul tanganku ke dinding dan membentur kan kepalaku ke tembok saat pembukaan 6-8.
Hal tersebut tidak sadar dan diluar kendaliku. Kembali suami dan terutama umiku membisik kan kalimat istighfar ditelingaku sembari kumengikutinya. Umiku kembali meyakinkanku mampu melanjutkan persalinan normal ini.
Saat masuk pembukaan ke 9 dan 10. Rasa sakit yang kurasakan menjadi 1000 kali lipat dari kontraksi pembukan sebelumnya.
Bahkan aku sudah pucat pasi, bibir membiru, menggigil, mengingau tak karuan, dan 2 menit hilang kesadaran sehingga suster dan bidan harus memberikan aku infus agar aku tetap bisa melanjutkan persalinan normal karena sudah kepalang tanggung pembukaan tinggal 2 lagi menuju pembukaan 10 sempurna.
Setelah infus terpasang, dan kesadaranku kembali stabil kontraksi demi kontraksi semakin gila sejadi-jadinya. Suamipun memohon izin meminta doa kepada sanak saudara di Wonogiri agar aku dipermudah proses persalinannya.
Yang sulit dilakukan saat masuk pembukaan 9-10 adalah larangan untuk mengejan. Padahal pembukaan 9-10 itu gelombang kontraksi sangat amat kuat, suster meminta untuk menahan hasrat mengejan tersebut sampai pembukaan lengkap dan sempurna selama 2 jam. Padahal kontraksi muncul setiap 1 menit sekali. Aku 3 kali melakukan kesalahan yakni gagal nahan ngejan, sehingga darah robekan mengalir dari jalan lahir. Karena robekan akibat mengejan sebelum waktunya dapat menyebabkan jalan lahir bengkak.Â
Yang membuat proses persalinan normal begitu spesial adalah seorang calon ibu merasakan kontraksi demi kontraksi menuju pembukaan 1 hingga 10. Dan yang paling spesial adalah moment dimana kita sudah sampai puncak klimak kontraksi di pembukaan 10.
Saat pembukaan sudah lengkap. Maka proses mengejan yang paling ditunggu tunggu hadir. Â Ternyata saat itu air ketubanku tetap masih utuh sampai pembukaan 10. Dokterpun memutuskan untuk menunggu sampai air ketuban itu pecah dengan sendirinya. Sudah hampir setengah jam menunggu, ternyata air ketubanku tetap tak kunjung pecah, Â
tiba-tiba semua suster dan dokter berkumpul di hadapanku. Salah satu suster memasukkan suatu benda ke jalan lahirku dan
Pyooook..... aku merasakan ada sesuatu (air) mengalir pecah dari jalan lahir. Rupanya dokter terpaksa memecahkan air ketubanku untuk segera mempermudah proses persalinan.
Saat sudah pembukaan 10 sempurna barulah aku diberikan aba2 untuk dimana dan kapan mulai mengejan agar kepala dedek bayi pelan pelan keluar dari jalan lahir.
Proses tersebut memakan waktu 14 menit dengan jumlah 7 sesi mengejan dan tiap sesi 3 kali pengambilan nafas.
Rasa sakit bertubi-tubi kembali hadir bahkan nafas semakin tersengal-sengal, karena proses ini yang paling menentukan karena bayi yang dinanti akan segera lahir ke dunia.
Semua lelah menjadi tiada ada arti.
Saat itu ada 5 suster dan 1 bidan ahil yang menangani proses persalinanku.
Mereka satu persatu sangat telaten menangani persalinan normalku.
Setelah proses mengejan selesai dengan keluarnya baby mungil Bidan ahli dengan segera menaruh bayiku ke atas dadaku untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Di tengah proses IMD, beberapa suster sedang mencoba mengeluarkan placenta/ari-ari yang ada dalam rahimku, proses tersebut memakan waktu 10 menit dan sedikit sakit memang namun sudah tidak kurasakan. Alhamdulilah saat plasenta berhasil dikeluarkan kondisi placenta/ari-ari tersebut masih sangat baik.
Akhirnya ke tahap terakhir persalinan yakni proses penjahitan jalan lahir, akibat kesalahanku mengejan sebelum waktunya pada pembukaan 9 menuju 10, jalan lahirku harus dijahit luar-dalam dengan jumlah jahitan dalam 4, dan 6 jahitan luar.
Proses jahitan jalan lahirpun dilakukan dengan baik dan oleh tenaga medis profesional. Jika dapat digambarkan proses tersebut rasanya sakit seperti digigit semut namun lagi-lagi tak ku hiraukan lagi rasa itu.
Percayalah perjuangan kesakitan kepayahan selama persalinan normal akan terbayar dengan mendengar suara tangisan bayi saat keluar sembari memeluknya erat-erat dan berucap
Terimakasih anakku sayang, sudah berjuang bareng sama ibu sampai titik ini,
Dedek hebat...
Sekarang ibu sama ayah bisa main bareng sama kamu nak...
Terimakasih untuk suamiku tersayang
Terimakasih umiku
Surgaku ditelapak kakimu ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H