Pada umumnya masyarakat kita hanya mengenal perawat sebagai pembantu dokter atau menggunakan istilah juru rawat dalam berbagai penulisan di kantor atau tempat kerja.Â
Ada juga yang menyebut dengan panggilan "Mantri" jika mereka tinggal di pedesaan. Setelah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan disahkan, mulai terjadi pergeseran makna secara harfiah bagaimana penyebutan, tugas dan tanggung jawab perawat secara utuh.Â
Penekanan bahwa perawat adalah profesi yang setara dalam tugas kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain sedikit demi sedikit mengikis asumsi bahwa perawat bukan pembantu tenaga kesehatan lain yang lebih superior.
Berangkat dari keadaan itu, maka profesi perawat kemudian berkembang setelah disahkan Undang-Undang Keperawatan tahun 2014.Â
Lahirnya beberapa himpunan yang berafiliasi dengan induk bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) membuat dunia keperawatan menjadi lebih spesifik dan dinamis.Â
Mengutip laman PPNI pusat, ada 25 himpunan yang bermetamorfosa membentuk kekuatan yang meneguhkan "Keakuan" perawat sebagai profesi.Â
Wajar, jika perawat bangkit dari tidur panjang yang melenakan selama ini. Sudah 9 tahun sejak Undang-Undang Keperawatan disahkan, berbagai perubahan terjadi meski di sisi lain banyak yang perlu menjadi perhatian bersama.
Salah satu dari 25 himpunan yang bernaung di bawah PPNI, yaitu Perawat Kesehatan Kerja (Perkesja). Himpunan ini lahir dari kesadaran seorang wanita Indonesia yang berkuliah di Philipina tentang perlunya perawat kesehatan kerja membentuk himpunan. Selama ini banyak perawat bekerja di perusahaan namun belum diakui eksistensinya.Â
Sejak menjadi ketua pertama Himpunan Perawat Kesehatan Kerja (Perkesja), Ambar Wahyuningsih Roestam kemudian banyak berdialog bagaimana membangkitkan peran perawat kesehatan kerja dari sisi pendidikan dan pengakuan oleh dunia kerja.
Jika melihat ke dalam bagaimana eksistensi perawat kesehatan kerja, maka saya akan memulai dengan mengupas secara singkat sejarah perawat kesehatan kerja.Â