Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apa Kebanggaanmu Menjadi Perawat?

26 Maret 2021   10:00 Diperbarui: 26 Maret 2021   10:05 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi perawat tangguh memang bukan perkara mudah, apalagi ditengah situasi dan kondisi bangsa yang tengah menghadapi pandemi covid 19. Ketangguhan adalah gabungan dari semua komponen fisik dan psikis yang teraplikasi dalam kerja nyata profesi. Perawat, barangkali bisa menjadi tangguh atau disebut tangguh karena kerja-kerja senyapnya yang tulus dan ikhlas.

Kerja perawat di layanan kesehatan dasar, menengah hingga madya menjadi jantung kesembuhan pasien. Kolaborasi dengan profesi lain menjadikan kerja perawat semakin sempurna adanya. Tidak ada satupun profesi yang menyebut dirinya paling besar dan benar jika kerja kolaboratif tidak dilaksanakan dalam pelayanan.

Akar tunjang masalah yang dihadapi perawat Indonesia pada dasarnya adalah kesejahteraan dan pengakuan sebagai profesi oleh negara. Rumah sehat yang didalamnya ada tenaga medis dan tenaga keperawatan sejatinya selaras dan seimbang dalam kesejahteraan. Jika memang dari sisi penghasilan diantara keduanya berbeda, akan tetapi perbedaanya (insentif) janganlah terlalu jauh nilai nominalnya.

Fakta di dunia kerja seolah membuat kita mengetahui sekaligus memahami bahwa sejahtera bagi perawat ibarat jauh panggang dari api. Disparitas benar adanya, perawat harus berjuang melawan kerasnya kehidupan karena sekolah mahal berbanding terbalik dengan pendapatan yang ada. Keluhan, rintihan hingga pesimisme kemudian menggerogoti jiwa untuk mengambil jalan lain kehidupan. Banyak perawat banting stir mencari kerja namun tidak sedikit yang tetap bekerja meski jauh dari kata sejahtera.

Tapi kita sudahi pesimisme ini, jalan satu-satunya adalah tetap bekerja, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dengan tagline "Kerja, Kerja, Kerja. Optimisme kerja tetap digaungkan sebagaimana optimisme kesejahteraan harus tetap diupayakan. Memilih jalan ini memang penuh dinamika dan romantika, namun keyakinan bahwa meningkatkan derajat kesehatan menjadi tujuan utama yang tidak ternilai harganya.

Apa sebenarnya kebanggaan kita sebagai perawat ?

Apakah bekerja sebagai ASN dengan cita-cita menjadi kepala ruangan? Atau bekerja di rumah sakit besar dengan segala fasilitas yang baik? atau menjadi pengajar dengan segala gelar akademik yang ada?, tentu teman-teman perawat yang membaca tulisan ini akan merenung dan bertanya bahkan bisa jadi berseloroh bahwa kebanggaan yang ada bisa jadi memberi semangat atau juga terlihat semu adanya.

Perawat-perawat di kota akan merasa bangga menjalani profesi dan bekerja di rumah sakit milik pemerintah. Mereka menerima gaji sesuai upah yang ada ditambah tunjangan. Meski statusnya badan layanan umum daerah, tapi mereka sudah merasa cukup dengan kerja dan kesejahteraan yang ada.

Sementara itu, perawat-perawat sukarela dan honorer daerah dengan penuh semangat tiap hari bekerja. Upah dan kesejahteraan mereka mungkin tidak sebesar perawat di kota, namun semangat mereka untuk melakukan kerja nyata di masyarakat diakui keberadaannya. Harapan mereka bisa diangkat jadi abdi negara meski kadang cita-cita mereka masih dalam bayang-bayang.

Sebelum terlalu jauh menjelaskan tentang kebanggan kita pada profesi ini, ternyata kebanggan itu bukan sesuatu yang bisa diukur dengan materi. Kita baru menyadari bahwa bangga sesungguhnya ketika kita mampu menerima pekerjaan ini sebagai passion yang mampu membawa kemanfaatan bagi sesama. Ada perawat yang sudah bisa mampu mencapai tahap ini, bukan karena mereka ikhlas tapi karena mereka sudah bekerja lama, investasinya banyak dan telah bekerja lebih dari 20 tahun.

Semua akan merasa bangga dengan pencapaian yang ada dan tidak semuanya bisa puas dengan pencapaian yang ada. Itulah hidup, tidak ada yang bisa memberi kepuasan selain menerima takdir kehidupan profesi dengan sepenuh hati. Bukan ingin menceramahi rekan sejawat yang kini tengah berjuang namun saling mengingatkan bahwa segala aktivitas mulia yang kita lakukan akan mendapat reward dari yang maha kuasa. Keyakinan bahwa akan ada balasan dari setiap kemanfaatan yang kita lakukan jika dimaknai maka bisa berdampak pada penerimaan tentang semua yang kita lakukan.

Pada akhirnya, cara terbaik untuk tetap memberi kebanggaan atas profesi ini yaitu bekerja sesuai dengan kedirian kita masing-masing. Jangan pernah lelah menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, karena penilaian tertinggi ada pada kemanfaatan itu sendiri. Begitupula sebaliknya,  jangan pernah lelah memberi kritik karena itu bisa menjadi obat bagi keberlangsungan profesi ini. Segala kenyataan yang kita terima adalah cara kita berbagi bahwa semuanya memang berbeda, dan perbedaan itu adalah sunnatullah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun