Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berutang Bukan Aib tapi Penuhi Adab Berutang

7 Agustus 2020   07:45 Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:45 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada seorang manusia pun yang tidak pernah berhutang, mereka semua pasti pernah merasakan meminjam uang dan berhutang. Entah karena kebutuhan atau keperluan yang mendesak untuk diselesaikan secepatnya. Fenomena berhutang memang bukan kaidah umum yang perlu dipahami namun ada etika-etika dalam berhutang yang wajib kita pedomani.

Dalam kehidupan bermasyarakat, sudah sewajarnya diantara strata sosial pasti pernah mengalami kesulitan keuangan. Jalan untuk menyelesaikan persoalan setidaknya bisa dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada individu, perbankan atau menjual beberapa kepemilikan berupa tanah, perhiasan dan barang berharga lainnya.

Ada beberapa tingkatan berhutang yang penulis amati dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Pertama, berhutang bagi kalangan bawah, biasanya pinjaman yang dilakukan berupa uang untuk modal usaha kecil yang mereka mulai, misalnya berdagang keliling, dagang gorengan dan dagang nasi.

Kedua, berhutang bagi kalangan menengah. Di kelas ini, pinjaman tidak lagi berupa uang namun meningkat menjadi kreditur motor, mobil dan rumah.  Umumnya, kelas menengah sudah mampu secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan primer namun masih senang untuk tetap tampil bergaya dan menginginkan hal-hal yang bersifat materialistik.

Biasanya kalangan menengah lebih suka meminjam uang di perbankan dalam jumlah yang besar untuk sekadar membangun rumah dan membeli mobil. Kondisi ini wajar, karena mereka memiliki gaji bulanan sebagai penopang kehidupan.  

Akan tetapi, pinjaman berjangka yang mereka lakukan tentu ada kelemahannya, karena tenor yang harus mereka bayar lebih banyak daripada harga beli yang ada.

Ketiga, berhutang dikalangan kelas atas. Di kalangan ini, kebutuhan primer, sekunder dan tersier sudah terpenuhi dengan baik, namun mereka harus tetap menjaga investasi sebagai ladang pemasukan guna memenuhi keinginan yang mereka cita-citakan. Kebutuhan sudah mereka penuhi, namun cara pandang mereka terhadap keinginan-keinginan yang ada masih harus tetap dilanjutkan.

Umumnya, kalangan atas gemar beramal, karena penghidupan bagi mereka adalah memberi. Tercapainya keinginan sudah membuat mereka bahagia, karena selain telah memberikan keuntungan, juga ada hak yang harus senantiasa dikeluarkan kepada orang lain dengan jalan bersedekah, wakaf dan infaq.

Terlepas dari tingkatan kelas dalam berhutang, ada etika-etika yang harus dipedomani dalam berhutang. Agama sebagai landasan dalam berbuat mengajarkan manusia untuk senantiasa mematuhi akad atau perjanjian saat berhutang. 

Akad harus dijelaskan mulai dari jumlah pinjaman hingga tenggat waktu pelunasan. Ketika dalam kenyataan melanggar akad, maka seseorang yang berhutang bisa dikatakan melanggar perjanjian yang ditentukan.

Karena melanggar akad, maka seseorang yang meninggal pun, sebelum di sholatkan maka terlebih dahulu ditanyakan kepada keluarga dan kerabat prihal hutang piutang yang ada selama masa hidup. Jika memiliki utang maka harus segera dilunasi baru kemudian di sholatkan dan dikuburkan. Begitu dahsyatnya utang, hingga pertanggungjawaban sampai ke liang lahat.

Apa yang harus dilakukan agar kita bisa memenuhi akad dan segera melunasi hutang yang ada ?

Pertama, bercermin sebelum berhutang. Kita harus melihat kemampuan diri sebelum berhutang. Pisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Jika kebutuhan maka selayaknya ada usaha yang kita lakukan setelah berhutang agar perjanjian hutang bisa kita penuhi sesuai dengan ketentuan yang ada. 

Jika berhutang karena faktor keinginan semata, maka pikirkan terlebih dahulu sebelum berhutang, karena akan berbahaya ketika kita belum mampu melunasi hutang tersebut dan akhirnya kita melakukan pinjaman lagi untuk melunasi hutang sebelumnya.

Kedua, jika berhutang karena hal mendadak, maka ada baiknya kita memilik jaminan atas hutang yang diambil. Jaminan dapat berupa tanah, perhiasan dan sebagainya untuk menumbuhkan keyakinan bagi pemberi pinjaman kepada kita yang berhutang.

Ketiga, jangan menunda untuk membayar hutang jika kita sudah memiliki kemampuan untuk melunasinya. Jika ada hal mendadak dikarenakan keperluan yang mendesak, maka segera menginformasikan kepada pemberi hutang dan meminta waktu lagi untuk membayar hutang. Hal ini memang terlihat  mudah, namun hutang akan selalu terpikirkan tiap malam dan membuat kita susah untuk tidur.

Sebagai akhir dari tulisan ini, ada pelajaran berharga dari Rasulullah SAW tentang hutang sebagaimana diriwayatkan dalam hadist riwayat Bukhori. Suatu ketika sahabat duduk di sebelah Nabi Muhammad SAW, kemudian lewatlah keranda jenazah untuk di sholatkan. Beliau bertanya, "apakah dia memiliki hutang?" dan pembawa jenazah mengatakan "tidak", beliau memerintahkan untuk di sholatkan.

Ada jenazah lain yang dibawa untuk di sholatkan, beliau bertanya "apakah dia memiliki hutang", pembawa keranda menjawab "Iya", Nabi kemudian melanjutkan pertanyaan " Apakah dia meninggalkan harta dan warisan", pembawa jenazah mengatakan "Iya, dia memiliki harta",  Rasulullah memerintahkan untuk di sholatkan.

Jenazah terakhir dibawa dan melewati Rasulullah, kemudian bertanya, "Apakah dia punya hutang?" dijawab "Iya, punya hutang", kemudian Rasul bertanya "apakah dia meninggalkan harta?" dijawab "Tidak", Maka Rasulullah meminta sahabat untuk mensholatinya dan meminta agar hutang segera dilunasi.

Semoga adab dan etika dalam melunasi hutang dapat kita pedomani dalam kehidupan sehari-hari. Jangan menunda ketika ada, dan meminta maaf segera jika kita belum mampu melunasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun