Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Duka Perawat tanpa Lisensi dan Pendidikan Profesi

6 Agustus 2020   10:55 Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:44 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perawat Covid 19 | Foto : Kompas.com

Pendidikan menjadi sangat penting, namun bagaimana jika pendidikan ditempuh tetapi pada kenyataan tidak diakui untuk dapat bekerja di layanan kesehatan. Ini dinamika yang dihadapi sebagian tenaga kesehatan khususnya perawat tanpa lisensi dan tidak melanjutkan pendidikan profesi.

Dalam situasi darurat Covid -19 seperti ini, negara membutuhkan tenaga mereka untuk bersama-sama bekerja membantu di layanan kesehatan meski kendala yang dihadapi sangat beragam seperti tidak ada STR (Surat Tanda Registrasi) atau lisensi, menamatkan pendidikan akademik namun tidak melanjutkan profesi hingga lulus uji kompetensi namun lama menunggu STR diterbitkan.

Persoalan dilapangan memang tidak akan bisa dimengerti jika masa pandemi ini tidak ada, justru di masa krisis ini, berbagai persoalan yang dihadapi perawat menjadi terbuka. Di saat negara membutuhkan mereka untuk menjadi relawan di berbagai tempat, perawat dengan siap siaga terjun ke lapangan dan membantu meski persoalan yang mereka hadapi sangat rumit atas sistem pendidikan yang tidak memanusiakan manusia.

Ketika sistem uji kompetensi disederhanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, persoalan rumit yang dihadapi perawat seolah lepas, mereka memiliki semangat dan harapan agar bisa diakui negara sebagai tenaga perawat. Tantangan yang tidak mudah, karena bertahun-tahun mereka harus mengulang ujian agar bisa diakui dan berkompetensi dibidangnya.

Lepas dari dinamika pertama, mereka harus melalui ujian kedua berupa pengurusan dokumen untuk mendapatkan surat tanda registrasi yang harus di input melalui sistem Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dibawah Kementerian Kesehatan. Ini dilakukan bagi perawat yang sudah dinyatakan kompeten dan berhak mendapatkan lisensi berupa lembaran surat tanda registrasi.

Meski Komite Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang menaungi proses pengurusan perlahan mengubah tatanan lama sistem registrasi dari manual ke sistem STR online 2.0.

Namun rupanya untuk menunggu proses cetak STR tidak seperti yang dibayangkan. Perawat bisa menunggu 7-14 hari kerja sesuai dengan aturan yang ada, bahkan bisa lewat dari ketentuan tersebut. Hal ini tergantung dari daerah asal perawat, karena lembaran STR dikirim via pos ke alamat domisili masing-masing.

Jika penulis memberi masukan, sebaiknya KTKI bisa mempermudah tenaga perawat yang mengurus STR agar file dokumen bisa dikirim via email tanpa harus terlebih dahulu meminta kepada KTKI.

Bukankah tenaga perawat yang melakukan input data menggunakan alamat email aktif? Setidaknya saran ini bisa menjadi bahan perbaikan dimasa-masa krisis seperti ini.

Bukan apa-apa, disetiap lowongan dan lamaran pekerjaan, lisensi atau STR menjadi dokumen yang sangat dibutuhkan. Bahkan ijazah dan transkrip nilai tidak berarti tanpa adanya lisensi. Sewajarnya jika pengurusan STR lebih diperpendek dan dipermudah.

Bagaimana dengan perawat yang tidak melanjutkan pendidikan profesi ?

Ini masalah ketiga yang dihadapi perawat Indonesia. Mahalnya biaya pendidikan profesi membuat mereka berfikir lebih keras untuk melanjutkan study.

Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengelak jika biaya kuliah profesi perawat sangat mahal. Dalam satu tahun ada 2 semester yang dialui mahasiswa keperawatan dengan kegiatan praktikum di tiap stase yang ditentukan institusi pendidikan.

Jika ditotal secara keseluruhan, perawat menghabiskan masa study 5 tahun dengan pembagian pendidikan akademik 4 tahun dan pendidikan profesi 1 tahun.

Ini masa belajar terlama yang dihadapi perawat jika dibandingkan dengan sistem pendidikan di Philipina, India dan Malaysia.

Pada kenyataannya, ada perawat yang bisa melanjutkan pendidikan profesi dan diakui kompetensinya namun juga ada beberapa perawat yang hanya melanjutkan pendidikan akademik namun tidak diakui eksistensinya.

Mereka-mereka yang memilih pendidikan akademik dan tidak melanjutkan pendidikan profesi rata-rata banting stir dalam bekerja. Ada yang memilih perbankan, perhotelan, salon kecantikan hingga distributor barang.

Tentu keilmuan mereka akan hilang secara perlahan karena menggeluti bidang keilmuan yang tidak pernah didapatkan selama masa pendidikan.

Tetapi karena keadaan, mereka rela melakukan apapun untuk mempertahankan kehidupan. Kira-kira apa yang dipikirkan pakar pendidikan jika melihat realita di lapangan ? penting untuk direnungi.

Melihat keadaan yang ada, sudah saatnya Kementrian Kesehatan, Pakar Pendidikan dan Organisasi Profesi memikirkan masa depan mereka-mereka yang menjadi korban sistem. Jika disaat pandemi tenaga dan jasa mereka dibutuhkan, mengapa untuk sekadar diakui saja mereka harus melewati berbagai ketentuan yang sejatinya bisa disederhanakan.

Kepada pakar pendidikan, apakah karena perawat adalah profesi lantas mereka harus ditambahkan pendidikan profesi? Bukankah inti dari profesi adalah panggilan jiwa?

Kembalikan saja sistem pendidikan seperti semula tanpa harus ada embel-embel pendidikan profesi yang sangat mahal tersebut.

Dan, sederhanakan saja pendidikan profesi itu dalam pendidikan akademik 4 tahun sebagaimana sistem pendidikan terdahulu.

Perawat Praktikum | Sumber : Bloggerperawat
Perawat Praktikum | Sumber : Bloggerperawat

Kalau perawat Philipina dan India dengan sistem keperawatan 4 tahun tanpa tambahan pendidikan profesi 1 tahun bisa diakui dunia mengapa perawat kita sampai sekarang belum terlihat diakui dunia?

Cobalah kita merenung akan hal ini. Ada hal-hal yang harus diperbaiki kedepan untuk mengembalikan marwah pendidikan keperawatan agar tidak sulit, mahal dan membosankan.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun