Tidak bisa dipungkiri jika urusan ranjang menjadi sangat vital dan intim. Pemenuhan biologis terhadap seks sama pentingnya dengan kebutuhan lain seperti makan dan minum. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka secara psikologis kita mengalami semacam gangguan seperti lapar, dahaga dan pusing.
Bila ada pasangan baru menikah, maka ada adagium jika mereka selalu meminta agar malam dipanjangkan dan siang dipendekkan.
Ini gambaran bahwa kehidupan malam pasutri baru akan penuh dengan drama, cinta dan kasih sayang yang tiada terhingga.
Pasangan dewasa akhir pun tidak kalah gesitnya. Mereka juga mengatur jadwal seks rutin mingguan sebanyak dua atau tiga kali.
Seks memang kebutuhan badaniah yang berdampak bathin dan dibutuhkan sebagai penyemangat kehidupan juga takdir bagi manusia untuk berkembang.
Pernah suatu ketika saya menemani sahabat yang hendak melakukan penelitian terhadap peyandang diabetes militus yang rata-rata berusia 50 tahun keatas. Dalam format kuisioner disebutkan intensitas seksual yang dilakukan.
Meski rata-rata klien menderita diabetes militus tipe 2, namun hasil penelitian menyebutkan jika penyandang diabetes militus tidak mengurangi mereka untuk melakukan hubungan seksual.
Mereka tetap memiliki gairah untuk berhubungan badan meski kontradiktif dengan penyakit yang diderita dimana seseorang yang menderita diabetes tidak memiliki keinginan seksual karena pengaruh hormon akibat penyakit yang diderita.
Baik pasangan baru menikah, dewasa akhir dan klien yang menderita penyakit tetap memiliki hasrat seksual yang kemudian disalurkan dengan cara yang benar demi memuaskan bathin masing-masing pasangan.
Tentu memuaskan dalam penilaian mereka akan sangat berarti meski tidak ada penelitian tentang itu. Kepuasan masing-masing pasangan masih menjadi rahasia, sebab seksual tetap menjadi hal privasi yang selalu dijaga.
Bagaimana dengan pasangan LDR?
Ini memang baik untuk didiskusikan sebab rata-rata pasangan LDR tidak selalu mengungkapkan keinginan seksualnya.
Pasangan LDR umumnya terjadi karena pekerjaan masing-masing pasangan yang tidak bisa dihindari dan menyebabkan berjauhan untuk beberapa lama.
Ini tidak salah, sebab ada alasan yang mendasari pasangan untuk mengambil keputusan berjauhan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Penulis yang juga mengalami masa LDR akibat Covid-19 kadang merasakan bagaimana kerinduan itu memuncak, namun kadang mengerjakan sesuatu atau fokus pada pekerjaan yang ada membuat kerinduan itu tidak berlanjut pada tahapan yang lebih intim yaitu keinginan seksual bersama pasangan.
Namun ada fakta yang kadang membuat saya bingung tentang kehidupan para LDR.
Suatu ketika saat di Saudi Arabia, rata-rata pekerja migran melampiaskan kepuasan seksual bersama pasangan dengan media sosial atau video call.
Mereka menjalani kehidupan ranjang secara online meski kepuasan yang ada sebatas apa yang mereka rasakan saja.
Saya pernah bertanya kepada salah satu yang bercerita, apakah mereka puas?
Mereka kemudian menjelaskan bahwa tidak ada cara lain meyalurkan hasrat badani selain melalui video call.
Sebab jadwal cuti yang hanya sebulan dalam dua tahun telah membuat mereka tidak bisa bertahan dari hasrat cinta yang ada terhadap pasangan.
Selain itu, aktivitas video call tersebut juga menghindari pasangan laki-laki untuk "menikah lagi" dan mencegah diri dari penularan penyakit menular seksual seperti sipilis dan gonore.
Cara mereka menjaga kehidupan ranjang dengan aktivitas seperti itu memang bukan hal biasa, melainkan di luar kebiasaan.
Hal yang mereka lakukan mungkin dirasakan nyaman padahal dampak dari hal tersebut tentu akan merugikan secara kesehatan, terutama bagi laki-laki.
Sebab, sperma yang keluar tidak berkembang dan kemungkinan para pekerja akan mengalami gangguan saluran kemih.
Betapa beratnya menjadi pasangan LDR jika berbicara hubungan ranjang. Akan tetapi ada beberapa LDR yang punya rencana baik bersama pasangan, misalnya, pasangan yang setelah setelah cuti bekerja, mereka memiliki rencana berlibur bersama untuk membayar jumlah hari yang terlewati selama LDR. Ini baik untuk menyulam kasih sayang yang longgar selama masa LDR berlangsung.
Cara memuaskan pasangan memang masih dalam tatanan abu-abu, sebab ada tipe laki-laki dan perempuan yang kadang tidak kita sadari memiliki kelainan dalam masalah seksual.
Tetapi ketika kehamilan datang dan jabang bayi lahir, kebahagiaan menyertai mereka.
Ada anggapan bahwa hasil dari memuaskan pasangan bukan pada jeritan saat melakukan hubungan seksual atau mencapai puncak kepuasaan saat berada diranjang dengan dikeluarkannya sperma, melainkan hadirnya anak sebagai hasil dari kerinduan dan kecintaan terhadap pasangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI