Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perawat, Pilih Insentif atau Santunan?

7 Juni 2020   07:40 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:05 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Falsafah Keperawatan | Foto: Senyum Perawat

Deni tidak pernah menyangka jika dirinya harus merawat pasien Covid-19, shift kerja yang dilalui tidak seperti biasa, jadwal tidur pun jadi tidak menentu, kebersamaan dengan keluarga semakin terbatas. Ini memang resiko menjadi perawat senior di rumah sakit pemerintah.

Jadwal bekerja yang biasanya 8 jam dengan 2 rekan sejawat kini berubah menjadi 3 jam penuh diruangan dan berganti untuk melakukan perawatan bersama 5 perawat.

Shift di hari biasa memang dilalui dari pukul 08.00 pagi hingga 14.30 siang, namun perubahan waktu kerja telah membuat hari menjadi berubah secara drastis.

Tiga jam berada dalam ruang isolasi yang penuh virus dan bakteri, ditambah kewajiban memakai alat pelindung diri lengkap sesuai standar kerja yang ditetapkan. Ini standar operasional prosedur yang sifatnya top down. Harus dipakai di ruang khusus perawatan covid 19.

Apakah ini berat? selalu terbesit untuk mengatakan "iya, memang berat", namun nurani kadang mengingkari, sebab sumpah profesi mengharuskan perawat bekerja dengan nurani, caring ditumbuhkan dan empati dikuatkan. Selalu ada ujian untuk mundur dari pekerjaan, namun sebagian memang harus menafkahi keluarga dan menabung pundi masa depan.

"Ini memang sudah menjadi pekerjaan kami" begitulah kata yang timbul dari nurani, akan selalu mengikis bathin orang lain untuk peduli bahwa perawat juga manusia yang butuh dukungan dan kasih sayang.

Apa yang kita beri dan lakukan untuk kebaikan orang lain juga akan kembali pada diri kita, itu petikan makna sumpah profesi yang wajib di taati.

Diam dan kerja sunyi perawat bukan berarti mereka tidak bersuara di diskriminasi, ada batas hidup yang harus kita maknai sebagai manusia terdidik bahwa perawat butuh dukungan materi dari jerih payah dan lelahnya bekerja.

Ini timbal balik dan hukum tetap dalam pekerjaan, kita tidak boleh mendzalimi mereka yang setiap saat berhadapan dengan nyawa, apalagi berkaitan dengan insentif mereka yang selalu tertunda.

Apa hendak dikata, Deni memilih diam dalam sunyi pekerjaan. Insentif yang seharusnya diberikan sesuai kontrak setiap bulan harus berubah menjadi rapelan.

Menyuarakan kebenaran sama saja dengan melangkahkan satu kaki ke jurang. Lebih baik diam seribu bahasa ditengah ketidakadilan daripada harus di keluarkan dari pekerjaan. Apakah ini "new normal" masa kini?

Pola kolonialisme memang tidak hilang dari tubuh para pemangku kepentingan. Pemegang kuasa merajalela menjalankan misi tidak sehat, padahal ketidakadilan mereka ketahui sejak belia.

Bahkan agama mengajarkan mereka dalam setiap pendidikan yang dilalui bahwa "tidak adil" akan mengantarkan kita pada tanggung jawab di pengadilah mahsyar.

Kepasrahan memang bukan akhir dari segalanya, menikmati pekerjaan yang beresiko tinggi dengan rapelan yang tidak menentu akan selalu menggores hati untuk tidak peduli, tetapi Deni memilih bekerja walau berat melangkah. Motivasi untuk kesembuhan pasien yang dirawat sejatinya mendapat apresiasi bukan sebaliknya diskriminasi.

Falsafah Keperawatan | Foto: Senyum Perawat
Falsafah Keperawatan | Foto: Senyum Perawat

Cerita sejawat Deni adalah satu dari ribuan perawat yang tengah mengalami pasang surut kehidupan profesi yang sama. Hanya tulisan menjadi tempat meluapkan segala kecewa dan lara, meski sebagian dari kita tidak suka membaca, namun Deni berharap agar pemangku kepentingan bisa memahami dinamika kerja yang dilaluinya.

Rumah besar bernama Indonesia memang harus tetap dijaga dengan nasionalisme kerja meski kadang kurang professional dan adil.

Jariyah memang tidak bisa di "uang" kan, namun hidup yang serba banyak kebutuhan harus tetap berlanjut, materi dibutuhkan sebagai cara manusia bertahan dalam proses kehidupan.

Materi bukan segalanya bagi mereka yang sudah kaya tetapi bagi kelas menengah, ini menjadi keharusan dari jalan bekerja.

Setiap bulan kita menyaksikan para tenaga keperawatan berguguran, tangisan sendu menghiasi media sosial yang diiringi lagu gugur bunga.

Ada kekecewaan dan kekhawatiran bagi mereka yang bekerja bahwa kehidupan harus dijaga dan hak harus diberikan segera, tapi apakah mereka mengira bahwa dengan santunan kematian bagi keluarga telah cukup mengobati lelahnya bekerja hingga nyawa hilang? Sesekali kita merenung tentang ini.

Sebenarnya ada dua pilihan bagi perawat Indonesia di era new normal ini, apakah setia memilih insentif yang kadang tidak menentu atau hanya akan menunggu santunan kematian yang sudah siap didepan mata.

Pilihan ini bukan fiksi semata tetapi nyata adanya. Garda terdepan hanya motivasi internal yang selalu disematkan kepada mereka bahwa tidak ada yang dapat membantu selain tenaga kesehatan jika masyarakat sakit dan terjangkit Corona.

Inilah dinamika kerja yang sebagian dari rekan perawat rasakan, ada batasan hidup yang mereka harus jalani, tetapi disatu sisi ada support yang semestinya diberi.

Era new normal telah membuat letih tenaga kesehatan, disatu sisi mereka harus menjaga dan merawat rumah besar bernama Indonesia namun disisi lain, sektor ekonomi juga harus dipikirkan agar negara tidak bangkrut.

Memang selalu ada pilihan seperti judul buku Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mendayung ditengah badai atau di antara dua karang akan selalu menghiasi perjalanan kerja setiap profesi, hanya orang-orang yang memiliki prinsip yang akan bisa melewati duka lara dalam bekerja.

Selalu ada pilihan apakah menunggu insentif atau santunan.

Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun