Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ambivalensi Ganja dan Solusi Jalan Tengah

4 Februari 2020   10:20 Diperbarui: 11 Februari 2020   05:35 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ganja (Foto: Thinkstock via Kompas.com)

Ganja atau mariyuana bagi kami di kalangan kesehatan sangat penting keberadaannya.

Di luar negeri, manfaat dan kegunaan ganja berperan dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat seperti Alzheimer, penyakit paru, glaukoma atau kebutaan, dan penyakit epilepsi. Hal ini didasari atas riset kesehatan yang setiap saat muncul dan digunakan.

Ganja menjadi menarik untuk dibahas karena rapat dengar pendapat antara komisi VI DPR RI dengan Kementerian Perdagangan memunculkan statemen ekspor ganja. Pendapat ini kemudian viral karena selain diucapkan oleh politisi dengan latar belakang partai islam, legalisasi ganja juga menjadi perdebatan menarik untuk dibahas.

Eropa, Amerika, dan beberapa negara di Asia Tenggara telah dari dulu meneliti dan memanfaatkan mariyuana. Kita di Indonesia, perdebatan tentang ganja telah sedari dulu terjadi dan hingga saat ini masih belum menemui titik terang. 

Kesepakatan dalam penggunaannya belum tercipta karena berbagai kendala-kendala yang dihadapi mulai dari izin, aturan hukum penggunaan, hingga riset yang belum menemui titik terang.

Sebagai negara besar, kita sejatinya mau belajar dari Amerika juga negara-negara di Asia Tenggara lainnya tentang aturan juga riset-riset terbaru yang mereka gunakan.

Legalisasi ganja di Indonesia memang belum dilakukan karena secara aturan ganja masuk dalam kategori narkotika yang sangat dilarang keras penggunaannya. 

Ambivalensi ini kemudian muncul karena di satu sisi negara-negara lain sudah melakukan penelitian tentang penggunaan ganja dan menerapkannya dalam dunia medis namun kita masih menunggu hasil terbaik dari penelitian-penelitian yang ada ditambah produk hukum yang belum mendukung pemanfaatan ganja itu sendiri.

Dalam perspesktif penulis sebagai tenaga kesehatan, ganja atau mariyuana memang mengandung zat THC (Tetrahydrocannabinol) dan CBD (Cannabidol) yang jika dikonsumsi berlebihan maka dapat mempengaruhi tingkat kesadaran manusia.

Namun penggunaan ganja di dunia kesehatan sangat ketat, kita tidak bisa sembarangan memberikan obat yang mengandung ganja melainkan atas dasar pertimbangan diagnosa medis yang dialami pasien serta order dari dokter yang melakukan pemeriksaan. Hal ini untuk mengantisipasi efek dari penggunaan ganja itu sendiri.

Memang belum ada evidence based practice tentang penggunaan ganja sebagaimana alasan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) di Indonesia yang melarang keras ganja dalam pengobatan. 

Ada juga yang menyebutkan bahwa risiko ganja lebih banyak daripada manfaatnya, ini menimbulkan polemik tanpa solusi.

Padahal Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada tahun 2018 telah memberikan izin penggunaan obat-obatan yang mengandung THC agar diproduksi dalam bentuk pil atau tablet untuk meningkatkan nafsu makan dalam pengobatan kemoterapi.

Negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia telah melegalisasi penggunaan mariyuana sebagai produk medis untuk dikelola secara baik dan benar. Aturan mengikat segala bentuk pengelolaan mariyuana dengan tujuan dasar pengobatan. 

Hal ini kemudian didukung oleh penelitian dan teknologi yang digunakan negara tersebut untuk melihat kandungan dan manfaat yang ada. Penerapan teknologi dalam pengobatan memang cukup maju di Thailand.

Jalan tengah yang penulis maksud yaitu adanya aturan khusus tentang pengelolaan mariyuana dalam pengobatan. Ini bisa melibatkan berbagai lembaga seperti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman obat (B2P2T) juga lembaga riset. 

Selanjutnya dari lembaga tersebut kemudian dibuat aturan tentang pengelolaan dan penggunaan mariyuana. Payung hukum berupa Undang-undang atau peraturan bisa digunakan agar pelaksanaannya baik dan tepat sasaran.

Jika di Thailand dan Malaysia bisa melakukannya, maka Indonesia sebagai ladang besar tumbuhnya ganja bisa memanfaatkan keberadaan ganja dalam rangka pengobatan dan kefarmasian.

Produk hukum berupa Undang-undang sejatinya bisa didiskusikan dengan lembaga terkait apakah dilakukan revisi atau penerbitan aturan baru demi pemanfaatan yang cukup besar dalam layanan kesehatan. 

Opsi lain berupa ekspor mungkin bisa diambil sebagai salah salah satu solusi menambah pendapatan negara. Para pemangku kepentingan seharusnya bisa duduk manis dengan menyatukan suara tentang hal ini bukan sebaliknya bersikap apatis dengan rapat tanpa hasil.

Stigma yang ada di masyarakat kita terlalu memandang buruk tentang ganja atau mariyuana, kita terlalu norak dengan hanya mendefenisikan ganja sebagai produk haram yang dikategorikan sebagai narkotika. 

Aturan hukum kita juga tumpang tindih mengenai penggunaan ganja itu sendiri, harus ada sosialisasi dan kesepakatan antarlembaga baik legislatif dan eksekutif agar produk ini bisa kita manfaatkan dengan baik.

Pada dasarnya, produk hukum sejatinya digunakan untuk merekayasa kehidupan sosial masyarakat, maka aturan-aturan dibuat dan dilaksanakan agar keteraturan tercipta demi kepentingan yang lebih besar. 

Bidang kesehatan berperan penting bagi kehidupan di tengah problem dasar yang kita hadapi saat ini yaitu munculnya penyakit-penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, dan ginjal.

Semoga ke depan, Indonesia bisa maju dengan memanfaatkan teknologi sebagai syarat mutlak dalam pengembangan ilmu pengetahuan didukung oleh aturan-aturan yang menciptakan keteraturan dan kemaslahatan bagi kepentingan masyarakat yang sebesar-besarnya. 

Konflik kepentingan harus kita sudahi dengan menggunakan nurani agar akal dapat kita gunakan dengan baik dan hati kita menerima dengan lapang demi kemajuan di bidang kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun