Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Aturan Uji Kompetensi Perawat Berubah, Terima Kasih Mas Nadiem

25 Januari 2020   09:29 Diperbarui: 12 April 2021   19:18 21950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 membawa angin segar bagi tenaga kesehatan di Indonesia khususnya perawat. Uji kompetensi yang menjadi momok secara perlahan diubah mekanismenya menjadi lebih adil. Hal ini merupakan tindak lanjut dari pencabutan Permenristekdikti Nomor 12 Tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan secara nasional.

Perubahan secara aturan tentang mekanisme uji kompetensi memiliki nilai historis yang tidak akan pernah hilang dari ingatan. Awal kemunculan uji kompetensi merupakan niat mulia untuk melakukan evaluasi terhadap sistem, registrasi dan kompetensi perawat dengan tujuan pencapaian mutu pendidikan tenaga kesehatan menjadi lebih baik.

Pemberlakuan ini menurut saya terlambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Namun perbaikan secara berkelanjutan dalam aturan sistem patut diapresiasi sebagai langkah maju peningkatan kapasitas SDM nakes.

Penerapan awal dengan metode exit exam dimana uji kompetensi menjadi ujian penentu untuk mendapatkan ijazah dan sertifikat kompetensi pada kenyataannya masih menyisahkan masalah dengan banyaknya mahasiswa yang tidak lulus.

Mahasiswa yang lulus perguruan tinggi dan memegang ijazah tidak bisa bekerja manakala mereka belum lulus uji kompetensi. Ini membuat sebagian perguruan tinggi khawatir, karena pada kenyataannya meski sistem sudah diperbaiki sedemikian rupa, namun ada beberapa perguruan tinggi yang hampir semua mahasiswanya tidak lulus uji kompetensi. 

Dampak luar biasa ini memberi kesan tidak baik bagi penyelenggaraan pendidikan karena berkaitan dengan mutu pendidikan dan kualitas perguruan tinggi.

Pemerintah kemudian berbenah dengan mengubah sistem yang ada dan menerapkan uji kompetensi sebagai ujian tahap akhir setelah proses penyelenggaraan pendidikan berakhir. 

Uji kompetensi diberikan pada mahasiswa untuk mendapatkan sertifikat kompetensi yang nantinya akan bermuara dengan dikeluarkannya juga Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI).

Pemberlakuan dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Ristekdikti Nomor 12 Tahun 2016 tentang uji kompetensi dan merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

Oleh organisasi profesi dan lembaga terkait sepakat untuk dilakukan ujian setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan dan pelaksanaan uji kompetensi dilakukan pasca wisuda. Panitia uji kompetensi kemudian dibentuk secara nasional untuk mengurus semuanya.

Perguruan Tinggi kesehatan berbenah namun hasilnya masih jauh panggang dari api. Hasilnya sudah bisa diduga, lulusan tenaga kesehatan dengan produk tersebut belum memuaskan karena pencapaian lulusan masih dibawah 50% secara nasional. 

Memang perguruan tinggi negeri dan swasta di kota-kota besar di Indonesia meluluskan 100% mahasiswanya, tapi dibalik itu ada beberapa perguruan tinggi diluar pulau jawa yang tidak meluluskan satupun mahasiswanya.

Dampak tidak tercapainya persentase lulusan diatas 50% membuat tarik ulur keberadaan Pemenristekdikti Nomor 12 Tahun 2016 berlangsung dinamis. 

Organisasi profesi tetap pada pendirian agar uji kompetensi dipertahankan sebagai evaluasi SDM tenaga kesehatan namun disisi lain Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HPTKI) justru menolak dengan alasan bahwa wewenang kampus untuk evaluasi menjadi sempit dengan dibentuknya panitia nasional uji kompetensi.

Dimasa akhir jabatan sebagai Menristekdikti, Muhammad Nasir kemudian mencabut Permenristekdikti Nomor 12 tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan dan mengembalikan sistem evaluasi ke perguruan tinggi. 

Keberadaan panitia nasional tetap ada hingga peraturan tetap dikeluarkan. Sistem penilaian berubah dengan mekanisme 60% hasil uji kompetensi digabung 40% dari nilai akademik untuk hasil akhir penilaian.

Di periode kedua kepemimpinan Nasional, Kemenristekdikti dipecah sebagaimana awal pembentukannya. Kementrian Riset dan Tekhnologi berdiri sendiri dan Pendidikan Tinggi (Dikti) dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perubahan nomenklatur tersebut kemudian diikuti dengan perubahan arah kebijakan pemerintah dalam pembenahan SDM tenaga kesehatan. 

Tahun ini menjadi awal dikeluarkannya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 tentang tata cara uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan. Peraturan ini sekaligus mengubah sistem dan mekanisme dalam uj kompetensi perawat pasca dicabutnya Permenristekdikti tentang uji kompetensi nasional.

Pasal 3 dalam peraturan tersebut menegaskan sekaligus mengubah sistem sebelumnya dimana proporsi indeks prestasi kumulatif (IPK) dan hasil uji kompetensi diubah dengan ketentuan 60% akademik dan 40% hasil uji kompetensi untuk menentukan kelulusan tenaga kesehatan. 

Pemberlakuan ini memiliki dampak yang cukup besar bagi perguruan tinggi kesehatan sebagai laboratorium ilmu untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Tarik ulur berhenti hingga ketentuan lain tentang petunjuk tekhnis ujian dilaksanakan.

Ketentuan baru ini akan menjadi kado bahagia bagi perawat dan mahasiswa juga bagi rekan-rekan yang sudah beberapa kali mengikuti uji kompetensi namun belum dinyatakan kompeten. 

Pemberlakuan tentang gabungan penilaian dalam uji kompetensi setidaknya bisa membantu rekan sejawat untuk tetap berusaha mencoba hingga mendapatkan surat tanda registrasi yang menjadi bekal untuk bekerja.

Uji kompetensi perawat yang menjadi ketakutan mahasiswa tahap akhir kini perlahan dibenahi dengan adanya peraturan baru yang lebih baik dan memanusiakan manusia. Banyak keuntungan yang didapatkan dari adanya peraturan tersebut salah satunya kesempatan bagi perawat yang belum lulus untuk terus berikhtiar mencintai profesinya.

Harapan kedepan sekiranya uji kompetensi perawat akan mampu menghasilkan lulusan perawat yang tidak hanya unggul dalam jumlah dan kapasitas tapi juga mutu dan kualitas, tidak hanya unggul dalam pencapaian akreditasi namun juga unggul dalam mutu tenaga kependidikan. 

Dengan demikian amanat Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan juga Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang tenaga keperawatan terjawab dengan adanya jaminan lulusan yang professional. Terima Kasih Mas Nadiem Makarim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun