Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Gagal Diakui

20 Desember 2019   14:55 Diperbarui: 20 Desember 2019   15:03 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Mahasiswa Keperawatan

Hitung-hitungannya bukan lagi dikontrak 15 tahun namun hanya 7 tahun jika membayar setengah dari keseluruhan biaya yang ada.

Dalam proses kontrak tersebut, dirinya menandatangani surat pernyataan dengan beberapa point kesepakatan diantaranya bersedia bekerja selama tujuh tahun dan kesediaan mengganti dua kali lipat dari biaya mengikuti pelatihan jika mengundurkan diri.

Saya membayangkan dinamika yang dialaminya, disatu sisi harus meninggalkan keluarga bekerja hingga keluar pulau jawa tapi disisi lain berjuang mendapatkan pekerjaan yang mengharuskan dirinya bertahan selama bertahun-tahun lamanya.

Gambaran ini bagi saya merupakan cara baru yang tidak biasa. Bisa jadi karena dirinya tidak ingin lama menganggur dengan status sebagai perawat atau alasan ekonomi yang dia hadapi saat ini.

Skenarionya memang masih panjang, jalan terjal dan berliku masih harus dilalui untuk diakui kompetensi dan eksistensinya dalam bekerja. Betapa mahal belajar kompetensi baru sebagaimana cerita perawat tersebut, padahal sejatinya kompetensi itu didapatkan di perguruan tinggi. Benar kata kebanyakan orang, ijazah hanya menjadi syarat lulus tapi bukan menjadi prasyarat utama bekerja.

Masih ada pelatihan-pelatihan lagi, terutama kompetensi khusus yang harus dipelajari, itu tidak murah dan mudah, harus dibayar hingga puluhan juta rupiah. Kuliah kesehatan memang mahal, tapi pelatihan juga mahal-mahal. Jika seandainya pelatihan diikuti dengan peningkatan kesejahteraan, sah-sah saja, namun justru sebaliknya.

Beberapa waktu yang lalu saya pernah mengikuti seleksi penerimaan tenaga perawat di salah satu perusahaan industri terbesar di Karawang. Proses seleksi administrasi saya lalui dengan mudah hingga tahap interview.

Ketika menghadap, pihak perusahaan bertanya tentang pelatihan-pelatihan yang saya ikuti sebelumnya, meski saya cukup yakin dengan kompetensi saya berupa ijazah dan lisensi (STR) juga pelatihan dasar kegawatdaruratan namun mereka masih meminta sertifikat pelatihan lain yang bersifat khusus seperti sertifikat Hiperkes (Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja).

Memang sertifikat ini banyak diburu oleh lulusan baru, untuk mendapatkannya kita harus merogoh kocek sebesar 3-4 juta rupiah. Sertifikat ini juga berlaku bagi tenaga kesehatan lain yang berminat belajar tentang ilmu dasar kesehatan dan keselamatan kerja khususnya di perusahaan dengan sasaran lingkungan kerja dan manusia.

Pihak perusahaan menginginkan adanya sertifikat tersebut meski interviewer tidak mengetahui apa itu sertifikat BTCLS juga STR yang saya miliki. Sudahlah.

Saya tidak terpikir untuk diterima, karena keinginan perusahaan dan ketersediaan syarat tidak memenuhi aspek untuk diterima. Saya kemudian mentertawakan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun