Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Alumni FK-KMK Universitas Gadjah Mada || Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membedah Kriminalisasi terhadap Perawat Jumraini

17 Oktober 2019   08:00 Diperbarui: 17 Oktober 2019   08:04 2210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Hukum Jumraini : Sumber PPNI.ac.id

Entah apa yang merasuki keluarga Alex (25) tahun untuk melaporkan perawat Jumraini ke polisi. Tindakan itu diambil keluarga atas tuduhan kepada salah seorang perawat yang diduga melakukan malpraktik keperawatan. Ketidakpuasan keluarga atas tindakan yang dilakukan kemudian berlanjut ke ranah hukum di PN Lampung.

Proses hukum yang masih terus berlanjut hingga dalam masa pembacaan eksepsi ini menyita perhatian seluruh kolega dan rekan sejawat sesama profesi di seluruh Indonesia terlebih rekan Jumhairi di Provinsi Lampung. Apa yang dilakukan oleh Jumraini memantik api kepedulian yang besar sebagai bentuk dukungan akan pelaporan yang bernuansa kriminalisasi terhadap profesi keperawatan.

Perawakilan organisasi profesi perawat pun ikut membantu melalui pendampingan hukum terhadap Jumraini. Aksi demonstrasi dari rekan sejawat sebagai dukungan moril juga dilakukan dengan turun ke jalan menyuarakan dukungan dan semangat.

Kasus hukum ini berawal ketika perawat Jumraini membantu keluarga yang merupakan tetangganya sendiri untuk melakukan pertolongan terhadap anaknya (Alex) yang terluka akibat tertusuk paku. Luka yang berhari-hari tidak dirawat itu ternyata memburuk karena terdapat infeksi serta gejala penyerta lainnya berupa demam dan nyeri. Karena khawatir sakitnya berlanjut, keluarga kemudian membawa pasien untuk dirawat ke Jumraini.

Ketika Jumraini memeriksa kondisi pasien, maka ditemukan luka infeksi disertai demam yang tinggi. Dari gejala tersebut Jumraini kemudian memberikan obat pereda nyeri dan penurun demam serta melakukan perawatan luka sebagai tindakan dasar pertolongan. Karena luka tidak sembuh dalam waktu yang singkat juga mengantisipasi gejala lain yang muncul maka Jumraini memberikan saran kepada keluarga untuk membawa pasien ke layanan kesehatan agar mendapatkan pertolongan yang lebih intensif.

Saran dari Jumraini kemudian diterima oleh keluarga meski dengan berat membawa pasien karena ketiadaan biaya. Namun takdir berkata lain, pasien meninggal dunia sebelum dibawa ke layanan kesehatan untuk dilakukan perawatan intensif. Meninggalnya pasien kemudian menjadi masalah dan menjadi dasar keluarga melaporkan Jumraini ke polisi atas dugaan malpraktik dari tindakan yang dilakukan.

Perawat Jumraini dalam Sidang (Foto Lampungnews)
Perawat Jumraini dalam Sidang (Foto Lampungnews)

Jika membedah kronologi atas tindakan yang dilakukan dan dihubungkan dengan aspek legal hukum yang ada maka kita menemukan beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai rujukan agar masyarakat tercerahkan. Praktik keperawatan yang dijalankan selama ini tidak serta merta disalahkan kemudian dilaporkan dan menjadi sebuah tindakan non prosedural.

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang setiap hari bergelut dengan pasien juga aturan-aturan yang ada, maka penulis berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh perawat Jumhairi penting untuk diketahui sebagai bentuk pencerahan akan tugas dan tanggung jawab perawat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

Pertama, tindakan perawat Jumraini sudah masuk dalam kategori baik dan benar. Pengertian "baik" dalam hal ini karena perawat menolong pasien atas gejala klinis yang muncul serta melakukan tindakan perawatan luka. Konteks "benar" karena perawat memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP) juga Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) yang merupakan legal hukum seorang perawat dalam bekerja.

Ini sangat jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan juga Permenkes Nomor 26 Tahun 2019 yang mengatur pelaksanaan dari UU tersebut.

Logikanya, Jumhairi tidak mungkin bisa menolong dan memberikan perawatan jika dirinya tidak memiliki legalitas sesuai dengan aturan yang ada. Hanya orang yang tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaaan yang mau melaporkan dan menyalahkan aksi pertolongan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Kedua, jika perawat Jumraini dikatakan melakukan tindakan diluar kewenangannya, maka Majelis Kehormatan Etik Keperawatan (MKEK) yang merupakan badan otonom di organisasi profesi berhak melakukan kajian untuk menghindari dugaan sepihak serta justifikasi terhadap tugas yang dilakukan oleh profesi perawat. Komite etik dalam hal ini akan menelaah apakah tindakan yang dilakukan melanggar etika keperawatan atau sebaliknya.

Perawatan luka dan pengobatan dasar tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk melaporkan tenaga kesehatan karena mereka bergelut dalam tindakan tersebut setiap hari.

Perawatan luka dan pemberian obat justru berdampak baik bagi keberlangsungan penyembuhan pasien. Dalam hal kode etik keperawatan, perawat Jumhairi telah memenuhi unsur melaksanakan kode etik dan tidak melakukan aksi diluar tugasnya sebagai seorang perawat.

Tim Hukum Jumraini : Sumber PPNI.ac.id
Tim Hukum Jumraini : Sumber PPNI.ac.id

Ketiga, jika upaya hukum ditempuh oleh pihak keluarga sebagai bentuk ketidakpuasan maka seorang perawat berhak memberikan penjelasan atas tindakan yang dilakukan dihadapan hukum sebagai bentuk tanggung jawab terkahir. Jika nantinya tindakan yang dilakukan perawat tidak terbukti sebagai dugaan malpraktik dari apa yang diduga sebelumnya, maka pengadilan berhak membebaskan tenaga kesehatan dan melakukan pemulihan nama baik perawat.

Dalam hal pembelaannya dihadapan hukum, Jumhairi harus tetap tegar dan memberikan penjelasan berdasarkan fakta yang dialaminya. Tiga hal tersebut sangat mendasar sebagai rujukan bersama untuk melihat lebih jelas tugas dan tanggung jawab perawat.

Sebagai sebuah profesi, perawat memiliki aturan dalam setiap tindakan yang dilakukan juga kode etik yang senantiasa dijaga dalam berbuat sebagaimana tenaga kesehatan lainnya seperti dokter dan bidan.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya seperti kasus Mantri Misran dan perawat Zubaidi maka perawat kedepan akan tetap rentan terhadap permasalahan hukum. Hadirnya perawat dalam memberikan pertolongan yang sejatinya atas dasar kemanusiaan bisa berubah menjadi petaka yang akan menjerat perawat itu sendiri.

Kini nasib perawat Jumraini berada ditangan hakim untuk diputuskan apakah melanggar atau sebaliknya. Sebagai manusia biasa, kita sangat prihatin dengan apa yang menimpa Jumraini terlebih dirinya masih bekerja di salah satu layanan kesehatan juga sebagai ibu rumah tangga yang sedang dalam kondisi hamil.

Kebersamaannya dengan keluarga kini sedang diuji, dia harus berjuang di jalur hukum untuk mempertanggungjawabkan tugas kemanusiaan yang dilakukan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun