Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkan Solusi Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu Memanusiawikan Para Tenaga Honorer?

14 Juli 2023   03:19 Diperbarui: 21 Juli 2023   12:43 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
demo tenaga honorer K2 yang belum diangkat sumber gambar-satuBanten.com

Data keberadaan tenaga honorer di Indonesia memang bisa membuat kita terkaget-kaget. Masalah tenaga honorer atau non-Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin terus bergulir dan bertambah dan tak kunjung selesai. Alih-alih menurun, jumlah honorer atau ASN justru meningkat tiap tahunnya, dan makin membuat Pemerintah pusing mengatasinya.

Padahal jelas-jelas Peraturan Pemerintah (PP) No.49 tahun 2018, sudah menegaskan bahwa PPK dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

Tapi faktanya, hasil pendataan tahun 2022, jumlah tenaga honorer justru telah mencapai angka 2.360.723 orang. Dan lebih fatal lagi karena ternyata begitu banyak masalah yang kemudian ditemukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Tenaga Honorer "Jalur Titipan"?.

Nasib PPPK yang menuntut kepastian dari Pemerintah-sumber gambar-kompas Money
Nasib PPPK yang menuntut kepastian dari Pemerintah-sumber gambar-kompas Money

Kejanggalan data yang menjadi sumber kegundahan dan kecurigaan adalah masih adanya 360.950 tenaga honorer yang belum diangkat menjadi ASN padahal masa kerjanya sudah 11-15 tahun. Dan sudah dianggap kadaluarsa karena semestinya mereka sudah diangkat sejak 2015 lalu (kategori TH 2).

Mengapa masalah itu masih "dirawat" oleh Pemerintah daerah sebagai penanggungjawab keberadaan tenaga honorer. Apakah ada mekanisme yang salah atau karena gelapnya latar belakang masalah keberadaan tenaga honorer seperti "siluman" tersebut. Ini menunjukkan masih adanya mekanisme "jalur titipan" tenaga honorer yang menyebabkan masalah ini menjadi terus berlarut. Untuk pembuktiannya BKN membutuhkan validasi lebih lanjut, terhadap data yang dilaporkan.

Jumlah besaran tenaga honorer "silumen" yang diragukan BKN, totalnya 580.004 tenaga honorer dengan rincian masa kerja 11-15 tahun sebanyak 360.950 dan masa kerja 15 tahun sebanyak 219.054. Dan rentang usianya terbesar ada di rentang usia 51-60 tahun.

Jika mengacu pada Peraturan Kepala Badan kepegawaian Negara Nomor 3 Tahun 2020, pada Pasal 7 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Batas Usia Pensiun yakni 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;60 (enam puluh tahun). Dari aturan itu, artinya banyak yang segera masuk usia pensiun, tapi belum mendapat kepastian nasibnya hingga 2023.

Lebih aneh lagi, selain masa jabatan, ternyata ada temuan 5.943 tenaga honorer dengan gaji lebih dari Rp 10 juta per bulan. Sedangkan sebanyak 261.023 orang lainnya justru tidak mendapatkan gaji resmi sama sekali.

Fakta ini begitu timpang, dan mengapa bisa terjadi, masih harus ditelusuri lebih mendalam oleh pihak BKN. Bisa jadi dibayarkan dengan saweran, dana taktis, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan pengeluarannya.

Dan ini tentu menjadi sebab atau penyumbang mengapa tenaga honorer masih menumpuk dan tak mendapat kepastian nasibnya hingga sekarang ini.

Inilah mengapa wacana mengenai Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer di Indonesia menjadi sorotan yang harus dikritisi melalui analisis yang mendalam.

Lingkaran Setan Tenaga Honorer

Selamatkan tenaga honor dari ketidakpastian nasibnya- sumber gambar-borobudur News
Selamatkan tenaga honor dari ketidakpastian nasibnya- sumber gambar-borobudur News

Di Indonesia, masalah honorer atau pegawai tidak tetap dalam sektor pendidikan telah menjadi perhatian utama dalam beberapa tahun terakhir. Dua isu yang memperumit situasi ini adalah Marketplace Guru dan Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.

Problem ini harus dibedah sebagai solusi untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan para tenaga honorer, terutama dalam konteks Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu.

Keberadaan Marketplace Guru menjadi tantangan tersendiri bagi honorer. Layaknya sebuah platform belajar daring, menawarkan kesempatan baru bagi para honorer untuk mengajar dan mendapatkan penghasilan tambahan. Namun, disebalik itu tak sedikit tantangannya.

Terutama berkaitan dengan perlindungan dari ketidakpastian penghasilan. Marketplace Guru sering kali tidak menawarkan stabilitas penghasilan yang memadai bagi honorer. Mereka harus bersaing dengan ribuan guru lainnya dan sering kali harus menyesuaikan tarif mereka untuk tetap relevan.

Mereka harus memiliki hak-hak kerja yang adil, seperti perlindungan sosial, manfaat kesehatan, dan jaminan keamanan kerja. Selain itu, perlu ada regulasi yang memastikan kualitas pendidikan yang disampaikan oleh para guru di platform ini, agar tidak menurunkan standar pendidikan secara keseluruhan.

Dan jika ini tak di barengi dengan strategi dan sistem pengaturan yang baik, akan kembali menjadi "lingkaran setan' seperti kasus ada honorer bergaji tinggi, sedangkan sebagiannya justru hanya menerima gaji "sawera" dari dana tak taktis yang tidak menentu.

Begitu juga dengan persoalan ketidakjelasan status kerja. Karena honorer dalam Marketplace Guru cenderung menjadi "pekerja mandiri" tanpa perlindungan hukum yang memadai. Mereka tidak memiliki jaminan sosial, manfaat kesehatan, atau hak-hak kerja yang jelas.

Sehingga bisa berakhir dengan tambahan kesulitan baru bagaimana membangun karir. Marketplace Guru sering kali tidak memberikan kesempatan bagi honorer untuk membangun karir mereka dengan adil. Promosi dan kenaikan pangkat sangat subjektif, tergantung pada popularitas dan peringkat mereka di platform, bukan berdasarkan kualifikasi atau pengalaman mereka.

Implikasi dari adanya Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu dapat beragam. Secara positif, ini dapat memberikan kesempatan bagi honorer untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Namun, ada juga potensi dampak negatif, seperti adanya potensi konflik kepentingan jika tenaga honorer terlalu fokus pada pekerjaan sampingan, sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan dedikasi mereka dalam tugas utama mereka. Selain itu, risiko eksploitasi dan penyalahgunaan tenaga honorer juga perlu diwaspadai.

Tatangan PPPK Paruh Waktu

nasib honorer menunggu kepastian-sumber gambar-siedoo
nasib honorer menunggu kepastian-sumber gambar-siedoo

 Persoalan berikutnya terkait PPPK Paruh Waktu, sebagai tantangan bagi honorer yang harus dicermati dengan kebijakan yang jelas, agar tidak menimbulkan gejolak baru.

Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan stabilitas kerja bagi honorer di sektor pendidikan. Namun, program ini juga memiliki tantangan tersendiri.

Meskipun niatnya baik, kebijakan ini juga perlu dievaluasi secara hati-hati. Penting untuk memastikan bahwa kontrak paruh waktu ini memberikan jaminan kerja yang cukup dan keadilan bagi honorer.

Keterbatasan waktu kerja dan ketidakpastian perpanjangan kontrak menjadi isu penting yang harus diatasi agar honorer dapat mengandalkan pekerjaan ini sebagai sumber penghasilan utama mereka. Selain itu, perlu diperhatikan juga aspek pensiun dan perlindungan keuangan jangka panjang bagi honorer yang bekerja dalam skema PPPK Paruh Waktu.

Keterbatasan waktu kerja menjadi problem yang harus diatasi dengan kepasatian mengingat, PPPK Paruh Waktu sering kali hanya menawarkan kontrak kerja dengan jam kerja yang terbatas. Hal ini menyebabkan honorer masih harus mencari penghasilan tambahan di luar jam kerja mereka sebagai PPPK.

Begitu juga dengan ketidakpastian kontrak, honorer dalam PPPK Paruh Waktu menghadapi risiko kontrak tidak diperpanjang atau perpanjangan kontrak yang tidak menentu, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan kehidupan pribadi mereka.

Ini menjadi bentuk ketakutan baru akan kepastian nasib mereka di masa depan jika bermasalah atau pihak penyelenggara PPPK Paruh Waktunya yang bermasalah secara finansial.

Problem lainnya adalah tidak adanya jaminan pensiun, karena PPPK Paruh Waktu memang tidak memberikan jaminan pensiun yang memadai bagi honorer. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan finansial di masa pensiun.

Jalan Keluar dari Lingkaran Setan

menunggu bocoran dari menpan RB sumber gambar-medeka
menunggu bocoran dari menpan RB sumber gambar-medeka

Permasalahan honorer di Indonesia masih kompleks dan belum terselesaikan hingga saat ini. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti kurangnya regulasi yang jelas, sistem pengelolaan SDM yang tidak efektif, dan terbatasnya anggaran untuk sektor pendidikan.

Solusi yang tepat untuk honorer akan melibatkan beberapa aspek. Seeprti perlu ada perubahan kebijakan yang memberikan perlindungan dan kepastian kerja bagi honorer, termasuk peningkatan kualitas SDM dan sistem pengelolaan SDM yang lebih efektif.

Serta, pentingnya alokasi anggaran yang memadai untuk sektor pendidikan, sehingga dapat memberikan fasilitas dan manfaat yang lebih baik bagi honorer. Begitu juga partisipasi aktif dari honorer sendiri dan stakeholder terkait dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan berkontribusi dalam menyusun solusi yang berkelanjutan.

Apa yang diharapkan para tenaga honorer dari permasalahan yang masih berlarut dan belum mendapatkan solusi yang jelas, karena juga masih berbalut dengan persoalan data yang masih diragukan keabsahannya oleh BKN terkait dengan data "tenaga honorer siluman", yang semestinya sudah dituntaskan sejak 2015.

Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh honorer dalam konteks Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu, setidaknya perlu dieprtimbangkan langkah-langkah berikut:

Pertama; Regulasi yang lebih jelas: Pemerintah perlu mengadopsi regulasi yang lebih jelas untuk melindungi hak-hak honorer, termasuk hak-hak kerja, manfaat kesehatan, dan perlindungan sosial. Ini dapat mencakup pembentukan undang-undang yang mengatur status kerja honorer dan perlindungan mereka.

Kedua; Penyediaan pelatihan dan pengembangan: Honorer perlu mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kualifikasi dan keahlian mereka melalui pelatihan dan pengembangan yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga pendidikan terkait. Ini akan membantu mereka memperoleh stabilitas kerja yang lebih baik dan memperbaiki prospek karir mereka.

Ketiga; Penghargaan atas pengalaman kerja: Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu harus memperhitungkan pengalaman kerja dan kualifikasi honorer dalam penentuan tarif, promosi, dan kenaikan pangkat. Hal ini akan membantu mendorong kesejahteraan honorer dan memotivasi mereka untuk berkontribusi lebih dalam sektor pendidikan.

Keempat; Kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta: Pemerintah dapat menjalin kemitraan dengan platform Marketplace Guru dan lembaga pendidikan swasta untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi honorer. Kemitraan semacam itu dapat mengatur standar kerja, memfasilitasi akses ke manfaat sosial, dan meningkatkan keberlanjutan karir honorer.

Dengan pertimbangan dipenuhinya minimal empat faktor diatas, penting bagi pemerintah, lembaga pendidikan, platform Marketplace Guru, dan honorer sendiri untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi honorer dalam sektor pendidikan sebagai solusinya.

Dalam menyikapi wacana kebijakan Marketplace Guru dan PPPK Paruh Waktu, kita perlu mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul, serta mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan kondisi dan kesejahteraan tenaga honorer. Agar masalah kemungkinan masih adanya tenaga honorer "jalur titipan" tidak menjadi blunder dan terus menjadi "lingkaran setan" tak berujung.

sumber referensi; Data Pegawai Honorer BKN, bocoran Menpan RB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun