Sejak 1999, saya menggeluti dunia keuangan. Meski lulus dari sebuah Universitas dengan jurusan akuntansi, saya tetap menyebut pengalaman kerja pertama di keuangan sebagai "kecelakaan". Â
Tapi pada akhirnya "musibah kecelakaan" itu menjadi berkah, karena hingga tahun 2018, ternyata saya tak bisa lepas dari posisi manajer keuangan. Kecuali di tahun berikutnya ketika memutuskan untuk mencoba posisi lain, tapi masih tak jauh dari administrasi, tapi kali ini sebagai manajer kantor. Mulanya hanya karena ingin uji coba lepas dari rutinitas keuangan, ternyata saya justru merasa tak betah.
Keuangan ternyata telah menjadi "candu".
Ketika kantor akhirnya menugaskan ke pulau, saya akhirnya "menyerah", keluar dari zona nyaman yang selama ini menghidupi saya sejak pukul 9.00 wib hingga 18.wib, selama 5 hari dalam seminggu dan 26 hari dalam sebulan.Â
Tentu saja banyak pertimbangan, karena sebenarnya kantor menugaskan orang dengan pengalaman penuh sebagai nakhoda kantor perwakilan baru, tapi apa daya keluarga juga membutuhkan perhatian, tak sekedar setoran gaji  take home pay rutin bulanan.
Tak lama setelah itu, seorang kenalan tiba-tiba menelepon mengabarkan jika ia akan melanjutkan studi  ke negeri kangguru Australia, ia punya peninggalan yang katanya akan "diwariskan" kepada saya jika berminat.Â
Sebuah bisnis franchise binatu, Tentu saja setelah hitung-hitungan yang pas akhirnya bisnis berpindah tangan dan posisi saya dari manajer keuangan kantor beralih menjadi manajer keuangan, merangkap direktur di bisnis sendiri-layaknya seorang "raja kecil".
Menarik dan menantang, karena saya tak sepenuhnya memulai dari nol, seluruh peralatan, Â beserta sewa toko penuh setahun dan para pekerja peninggalan, semuanya menjadi bagian dari bisnis baru itu.
Semuanya berjalan mulus, bahkan saya punya waktu fleksibel mengurusi bisnis. Pelanggan sudah menjadi saudara jauh tapi dekat di "kantong", karena secara rutin mereka menjadi pelanggan tetap alias member.
Setiap hari laporan data pelanggan berakhir di meja kerja dengan uang kontan, sehingga terasa sekali bedanya dengan kerja kantoran. Semakin hari semakin deras paket masuk, dan tambahan pelanggan juga signifikan. Begitu juga dengan tingkat kepuasan atas jasa layanan dari toko. Apalagi franchise yang punya nilai "gengsi" tinggi.Â
Bisnis Itu Beda Comfort Zonenya
Memang waktu kerja begitu fleksibel, bahkan ketika berhalangan hadir para pekerja tetap bekerja seperti biasa tanpa kendala, hanya cukup dengan mengangkat telepon dan laporan pemasukan bisnis hari ybs langsung terekap, lengkap dengan nominal tunainya.
Namun dalam bisnis, selain prinsip uang besar berasal dari uang kecil yang mengharuskana kita menabung, juga ada prinsip lain yang penting dan harus dipahami benar-benar maknanya.
Kata seorang bijak dari China, dalam sebuah cerita dikisahkan seorang pebisnis mewariskan bisnisnya  kepada dua putranya dengan dua buah pesan penting. Pertama; "ketika berbisnis jangan menagih hutang dari penghutang " dan kedua, "jika berbisnis jangan sampai terkena matahari."
Putera pertama memaknai dengan tak pernah menagih hutangan dari para pelanggan tokonya, akhirnya hanya dalam waktu singkat modal dagangannya terkuras dalam bentuk piutang. Begitu juga ketika mengunjungi tokonya ia selalu memesan kendaraan agar selama perjalanan menuju toko ia tak kena matahari. Fatalnya, tentu saja uang akhirnya habis diongkos untuk sekedar biaya transportasi.
Sementara anak kedua  berpendapat berbeda; pesan pertama dimaknai, jika tak mau menagih hutangan dari para pelanggan, maka lebih baik tak memberikan pinjaman sekalian, dengan begitu tak akan pernah kepikiran untuk menagih karena memang tak ada hutang yang akan di tagih. Maka selamatlah modal usahanya dan terus berkembang.
Sedangkan pesan kedua ternyata dimaknai dengan cerdik, bahwa "tak boleh terkena matahari artinya, pagi-pagi sekali ia telah membuka tokonya dan barulah saat hari gelap ia menutup tokonya.
Dengan memahami filosofi itu, maka bisnisnya berjalan baik karena dijalankan dengan konsistensi.
Ilmu anak pertama pada akhirnya ternyata justru yang saya praktikkan tanpa sengaja. Ketika member-member yang jumlahnya besar dan mayoritas para penduduk kampus ternyata mengandalkan gaji khusus untuk membayar iuran member.
Semakin lama bisa dibayar, maka tabungan terus keluar untuk menutup biaya operasional , termasuk sewa toko. Ketika uang member dibayarkan kekacauan cash flow keuangan telah terjadi dan menjadi malapetaka.
Saya menyadari di balik fleksibilitas waktu kerja, dan pemasukan yang dapat disetel sesuai dengan tingkat kerja, ternyata bisnis memiliki risiko yang tak terduga.
Itu pelajaran penting dalam bisnis yang penting saya camkan.
Pelajaran berikutnya adalah ketika salary take home pay saat bekerja di kantor adalah hak kelaurga tanpa laporan pengeluaran. Sementara dalam bisnis, meski nominalnya menjadi berlipat ganda, namun didalamnya ada hak karyawan dan  biaya variabel dan fix yang harus dilunasi sebagai kewajiban rutin bulanan.
Jadi tak sepenuhnya menjadi hak kita. Ketika kita tak bisa mengendalikan milik bisnis dan pribadi-termasuk pengeluaran yang semestinya berkategori-prive-pegeluaran pribadi yang harus diatur seolah "pinjaman" selama keuangan bisnis belum dihitung menjadi pendapatan bersih.
Maka akan menjadi malapetaka kedua yang sama fatalnya. Posisi cadangan kas menghadapi dua musuh baru-piutang yang belum tentu kembali kapan, dan pengeluaran pribadi yang harus segera dikeluarkan. Berikut pengeluaran rutin bisnis.
Melakukan Revolusi Strategi
Tindakan "amputasi" kebijakan dan strategi segera dilakukan, dengan cara menghentikan program membership meskipun itu artinya akan berkurang jumlah paket yang masuk. Dan mendorong kampanye diskon, tapi harus dibayar kontan untuk menyasar pelanggan baru.
Hasilnya cukup signifikan, meskipun harus dibarengi dengan kerja keras karena ada paket by request yang harus dijemput atau diantar untuk "memanjakan" pelanggan baru yang telah bersedia menjadi pelanggan dengan iming-iming ada jasa khusus antar jemput.
Mau tidak mau risiko itu harus dijalani ketika kita sedang melakukan perubahan kebijakan yang ditujukan untuk mendapat uang segar--semacam dana go publik.
Dan membuka sistem membership yang harus dibayar diawal-cash. Ketika deposit menipis, maka dengan segera kasir merangkap sebagai admin mengingatkan agar saldo segera diisi agar juga tak memberatkan pelanggan jika akhirnya menumpuk seperti kasus sebelumnya karena berharap ada dana talangan khusus.
Setidaknya berdasarkan pengalaman itu adalah seindah-indah kerja bisnis yang seru tetap saja ada risikonya. Dan seindah-indah career switch juga harus disertai kesiapan mental. Karena bisnis apapun ceritannya "bersahabat karib" dengan risiko.
Bahkan dalam situasi tenang kita diharuskan tetap berpikir, jika tidak menawarkan sesuatu yang beda, setidaknya adalah perbaikan dari layanan yang sudah ada menjadi lebih baik.
Bahkan dalam training, senyum, sapa dan salam menjadi keharusan sebagai pengikat jalinan "kekerabatan bisnis" baru dengan para pelanggan yang sedang mencari "saudara" baru.Â
Kebaikan dalam bisnis tak boleh kamuflase, harus dari hati karena berlaku hukum "simbiosis mutualis", jasa kami untuk pelanggan, dan uang pelanggan sebagai kompensasi untuk kami menyambung hidup-going concer-bisnis jangka panjang. Tanpa transaksi mulus itu, maka bisnis bisa tinggal kenangan.
Risiko Maut Pandemi dan Indahnya Bisnis Pada Waktunya
Bahkan ketika semua berjalan manis, toko berlipat ganda, pandemi dengan tiba-tiba datang menjadi hantu. Satu-satunya hal yang menyelamatkan bisnis adalah penggunaan dua prinsip dengan benar. Plus penghematan seperlunya dan menjaga harmonisasi "persaudaraan bisnis" secara serius.
Dan dua tahun pandemi dilewati dengan nafas bisnis yang terjaga. Berbekal banyak pelajaran.
Tapi tetap saja beralih dari satu karir ke karir lain, ibarat dunia ke dunia lain, apalagi yang tak pernah kenal seluk beluknya termasuk bagi, kali dan tambah, maka bisa berkonsekuensi maut.
Tentu sebagai pebisnis UMKM kita menyadari semua risiko, maka ketika berbagi pengalaman, juga tak bisa hanya bercerita manis saja. paling tidak jika ada yang ingin memulai tapi terkendala, salah satu bantuan kita adalah saran agar bagaimana memanfaatkan semua potensi yang dimiliki untuk diberdayakan. Dan sebisanya tak pernah berusaha untuk memanfaatkan hutang.
Selain filosofi dan hikmah agama yang menjadi anutan, kita meyakini, dengan kekuatan diri sendiri, dengan ketekunan dan kesabaran, bisnis akan menjadi indah pada waktunya. Semoga bermanfaat, selamat berbisnis dan selamat ber-career switch dengan penuh kehati-hatian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H