Artinya sebagai seorang petinggi polri tidak tersangkut paut dengan segalam macam jenis kejahatan, korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga ia dapat bertindak dengan cepat, responsif, tanpa perlu merasa kuatir, jika kemudian akan ada musuh yang akan menjatuhkannya.
Persoalan bersih diri dari sandera politik dalam kekinian situasi dan kondisi yang banyak godaannya adalah sebuah keniscayaan yang langka dan mahal. Terbukti, bahwa dalam beberapa bulan belakangan banyak perwira polri yang terseret kasus.
Seperi AKBP Achiruddin yang awalnya dipicu oleh penganiayaan anaknya atas seorang mahasiswa, dan perilaku pamer kekayaan di sosmed yang dilakukannya. Kini berlarut dan melebar hingga pada pemerikssan psikologis dan penelusuran riwayat kekayaannya yang dinilai tidak wajar oleh PPATK.
Pada akhirnya kasus penganiayaan oleh putranya, Aditya Hasibuan justru menyeretnya pada kasus pidana yang lebih besar.
Termasuk indikasi pencucian uang, melakukan transaksi penjualan BBM subsidi, dan dugaan kebohongan atas laporan LHKPN -nya dengan melakukan nominee atau menyamarkan kekayaannya melalui tangan orang lain sebagai upaya untuk menyamarkan kekayaan melalui cara mencuci uang atau money laundering.
Saat ini kasusnya tengah dalam penyidikan intensif oleh KPK dan PPATK. Bukan tidak mungkin jika dalam peyidikan selanjutnya besarnya aliran dana miliknya itu bisa saja berasal dari hasil tindak kejahatan, korupsi atau gratififkasi atau lebih buruk berasal dari transaksi narkoba yang selama ini menjadi bagian dari core kerjanya.
Jika benar, sekali lagi Polri harus kerja ekstra keras membenahi  blunder institusinya. Benarkah institusi Polri memang  telah rusak parah?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H