Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Daripada Perpanjang Masa Jabatan, Lebih Baik Audit Dulu Kadesnya

3 Februari 2023   22:59 Diperbarui: 4 Februari 2023   09:17 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dengan bergulirnya wacana unik permintaan dari Kemendagri agar Aparat Penegak Hukum (APH) tidak mendekati para kepala daerah mengisyaratkan adanya "sesuatu" yang ditutup-tutupi agar beritanya tidak menyebar kemana-mana. 

Indikasi ini secara tidak langsung ditunjukkan oleh para kepala daerah yang mengadu kepada Kemendagri bahwa mereka tidak dapat mengeksekusi program karena belum apa-apa sudah "diintai" oleh APH.

Bahkan dengan dalih itu mereka beralasan sebagai sebab pembangunan di daerah tidak dapat dilaksanakan tak lebih dari 60 persen. "Terlalu banyak gangguan" dari aparat pemeriksaan. 

Katanya pula ini kemudian berdampak luas kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat karena pembangunan macet dan berpengaruh pada pencapaian.

sumber foto-acehnews.id
sumber foto-acehnews.id

Apa logika yang sebenarnya dipakai oleh para kepala daerah kita, mengapa justru ketika diawasi mereka justru tidak bisa bekerja. Apakah mereka sedang merencanakan sesuatu yang tidak boleh diketahui orang lain?

Apakah mereka sudah bisa memastikan bahwa apa yang sedang mereka kerjakan pasti akan ada masalah? Atau jangan-jangan mereka tak paham apa yang sedang mereka kerjakan?

sumber foto-kemenkumham
sumber foto-kemenkumham

Jika asumsinya demikian, mengapa justru tidak dilakukan sebaliknya, meminta agar APH lebih intensif mengawasi kerja-kerja mereka sehingga kesalahan kecil saja dapat terdeteksi. 

Dalam admnistrasi keuangan jika problemnya bukan kesalahan tehnis, pastilah telah terjadi kecurangan atau tindak kejahatan "fraud".

Faktanya, yang terjadi seperti disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana soal fenomena kasus korupsi politik di Indonesia. Sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK.

Bagaimana dengan Para Kepala Desa?

sumber  foto-kabuapten lombok barat
sumber  foto-kabuapten lombok barat

Apa yang terjadi dengan kepala desa juga mengalami persoalan yang sama. Bahwa dengan alasan masa kerja 6 tahun yang dibebani dengan "pemotongan" untuk pilkades menyebabkan kerja mereka teramputasi dan tidak efektif menjalankan program dalam masa sisa jabatan yang ada.

Dengan alasan itu pula mereka menjelaskan bahwa program pembangunan tidak dapat berjalan efektif. Mereka juga meminta kebijakan baru terkait dana desa agar pengelolaannya tidak dibatasi, sehingga mereka dapat bekerja dan bergerak lebih lincah dalam mengelola dana pembangunan desa tersebut.

Selain membuat ruang baru bagi sebuah oligarki desa memegang jabatan penyelenggara pemerintahan di desa lebih lama, dengan kekuatiran terjadinya korupsi juga makin besar. Hingga saat ini saja sudah tercatat 686 Kades yang menjadi tersangka korupsi.

Jika mau berbesar hati, semestinya kepala desa juga harus rela diaudit dulu seluruhnya untuk memastikan bahwa selama ini kerja-kerja mereka selama 6 tahun telah sesuai dengan tupoksi, telah sesuai dengan visi misi dan sesuai dengan perencanaan pembangunan desa dengan menggunakan dana desa.

sumber foto-liputan6.com
sumber foto-liputan6.com

JIka sampai pada tingkat ini ditemukan adanya indikasi kejahatan fraud, minimal kecurangan, maka sudah semestinya permohonan itu harus ditinjau matang-matang oleh presiden dan DPR. Jangan karena kepentingan politik semua hal dikorbankan.

Memang ini sebuah kerja politik yang instans. Hanya dengan mendorong sebuah revisi Undang-Undang  semuanya akan "berjalan" sesuai kemauan politik para elite.

Ini mengajarkan sebuah pembelajaran politik yang sangat buruk dan memalukan. Bahkan sejauh ini untuk membuat semua rencana politik kepentingan segelintir elite lancar, gayung dengan cepat bersambut dari parlemen dan istana. 

sumber foto-liputan 6.com
sumber foto-liputan 6.com

Dari parlemen, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menerangkan bahwa Komisi II mendukung penuh revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Komisi II juga telah mengusulkan revisi UU tersebut untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Periode 2019-2024 (Antara, 17/1 2023).

Marilah kita berpikir realistis, cobalah sesekali bertindak arif dan bijaksana, gunakan cara-cara ber-demokrasi prosedural dalam melakukan tindakan.

Dengan realitas saat ini, semua orang tahu apa tujuan dari anomali larangan mendagri atas pemeriksaan para kepala daerah. Demikian juga apa kepentingan di balik disetujuai tuntutan para kades untuk perpanjangan masa jabatan.

Jika dikerucutkan dalam kata yang sederhana hanya ada dua kata sebagaia tujuannya; kekuasaan dan uang.

Memahami Wujud Kejahatan Fraud 

sumber foto-value consult
sumber foto-value consult

Di setiap sisi pembangunan selalu ada ruang dan celah bagi kejahatan. Sebuah realitas yang jamak-namun tidak berarti bisa ditolerir dan kita lantas permisif dengan keberadaannya. 

Dan solusi terbaiknya adalah dilakukannya audit atau pemeriksaan. Baik menyangkut audit keuangan, maupun audit ketaatan administrasi sebagai pendukung kelancaran keuangan.

Kini dana desa yang luar biasa besarnya justru menjadi pangkal "bancakan" para petualang politik, koruptor yang semakin merajalela dan hirarkinya makin lengkap, dari Pusat, hingga Kepala Dusun. Ini fantastik!.

Salah satu penganggu pembangunan adalah tata laksana keuangan yang seringkali "diganggu" kepentingan yang "kasat mata". Perhatikan, apa saja persoalan keuangan di daerah yang seringkali mangkrak, tertunggak dan seolah tak pernah tuntas.

Tatacara "kotor" kejahatan keuangan, dikenal sebagai "fraud", yang bisa bermakna sederhana, sekedar "kecurangan", namun bisa juga berarti "kejahatan!". 

Dalam banyak kasus seperti macetnya penyaluran dana, jawaban klarifikasi yang digunakan parapihak yang diserahi amanah, biasanya sangat prosedural dan tehnis. 

Terlepas dari inkonsistensi penggunaan alokasi dana, macet dan lamanya proses dana sebelum digulirkan, selalu menyita perhatian dan menimbulkan prasangka. Ketika publik ribut dan timbul gelombang protes, barulah dipikirkan solusi.

Sebenarnya kasus model ini bukan kasus yang langka, bahkan kita familiar, karena kasus serupa telah berulang kali terjadi, baik di tingkat daerah maupun dalam skala nasional. 

Kecurangan, kejahatan, dan penipuan dilakukan oleh individu atau berjamaah dalam institusi. Kejahatan jenis ini disebut white collar crime (kejahatan kerah putih).

sumber foto-integrity indonesia
sumber foto-integrity indonesia

Banyak sinonim yang mengacu pada istilah fraud, namun secara sederhana menurut Webster's New World Dictionary bermakna:

Pertama; Penipuan (deception), yang disengaja (intentional deception), bisa disebut fraud, ketika seorang pegawai dengan sengaja me-mark-up pengadaan barang dan jasa dalam institusi pemerintah untuk kepentingan pribadinya.

Kedua; Kebohongan (lying) bisa disebut fraud, ketika pegawai sengaja tidak melaporkan transaksi akuntansi yang terjadi demi mengeruk keuntungan.

Ketiga; Kecurangan (cheating), disebut fraud ketika, pegawai sengaja memanipulasi laporang keuangan lembaga agar laporan keuangan terlihat tidak mencurigakan, kecurangan ini biasanya disebut fraudulent financial reporting atau kecurangan dalam pelaporan keuangan.

Keempat: Pencurian (stealing) disebut fraud ketika, seorang pegawai dengan sengaja mencuri kas atau persediaan perusahaan dengan berbagai cara kemudian memanipulasi dokumen-dokumen untuk menghilangkan bukti kejahatannya. 

Bentuk kecurangan ini lebih dikenal dengan misappropriation of assets atau penyalahgunaan aktiva. Dua kasus terakhir terakhir merupakan kasus yang umum terjadi baik di lembaga swasta maupun pemerintahan.

Dari sisi hukum peluang kejahatan yang dilakukan oleh para kepala daerah dana kepala desa, memiliki tingkatan yang beragam, dari kelas teri hingga kelas kakap. 

Fraud tak hanya sempit diartikan sebagai kecurangan, dalam dunia hukum, fraud pencurian (pasal 362 KUHP), pemerasan dan pengancaman (pasal 368 KUHP), penggelapan (pasal 372 KUHP), perbuatan curang (pasal 378 KUHP). 

Modusnya beragam, mulai dari yang sederhana (conventional crimes) dengan cara memalsukan tanda tangan atau dokumen lain, penggelapan dan penipuan, sampai dengan cara yang sangat canggih (sophisticated crimes), dengan memanfaatkan sistem information technology (IT) banking.

sumber foto-joglo jateng
sumber foto-joglo jateng

Kasus fraud yang paling umum adalah lapping dan kitting. Lapping didefinisikan sebagai cara penggelapan uang kas dengan cara mengundur-undur pencatatan penerimaan kas, sebelum akhirnya berhenti ketika ketahuan. 

Kebiasaan ini sangat mungkin dilakukan karena sangat mudah dengan adanya otorisasi yang dimiliki kades. Apalagi jika aparat lainnya ada "konco" dekatnya.

Dengan tidak bermaksud mencari salah benar, agaknya berbagai fakta kasus kejahatan keuangan dalam pembangunan yang sedang terjadi, haruslah menjadi pembelajaran bagi semua pihak. 

Maka sebelum semuanya menjadi semakin buruk karena didukung oleh legalitas perpanjangan masa jabatan kades hingga 9 tahun, 18 tahun hingga 27 tahun. Akan semakin membuat negara kita ambruk dan amburadul!.

Maka solusi paling mendesak daripada meminta perpanjangan masa jabatan bagi para kades, bersediakah mereka diperiksa atau diaudit secara menyeluruh? Apa kira-kira jawaban mereka jika solusi ini yang kita sodorkan. Masihkah mereka berharap "main ke senayan" lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun