Terlepas dari inkonsistensi penggunaan alokasi dana, macet dan lamanya proses dana sebelum digulirkan, selalu menyita perhatian dan menimbulkan prasangka. Ketika publik ribut dan timbul gelombang protes, barulah dipikirkan solusi.
Sebenarnya kasus model ini bukan kasus yang langka, bahkan kita familiar, karena kasus serupa telah berulang kali terjadi, baik di tingkat daerah maupun dalam skala nasional.Â
Kecurangan, kejahatan, dan penipuan dilakukan oleh individu atau berjamaah dalam institusi. Kejahatan jenis ini disebut white collar crime (kejahatan kerah putih).
Banyak sinonim yang mengacu pada istilah fraud, namun secara sederhana menurut Webster's New World Dictionary bermakna:
Pertama; Penipuan (deception), yang disengaja (intentional deception), bisa disebut fraud, ketika seorang pegawai dengan sengaja me-mark-up pengadaan barang dan jasa dalam institusi pemerintah untuk kepentingan pribadinya.
Kedua; Kebohongan (lying)Â bisa disebut fraud, ketika pegawai sengaja tidak melaporkan transaksi akuntansi yang terjadi demi mengeruk keuntungan.
Ketiga; Kecurangan (cheating), disebut fraud ketika, pegawai sengaja memanipulasi laporang keuangan lembaga agar laporan keuangan terlihat tidak mencurigakan, kecurangan ini biasanya disebut fraudulent financial reporting atau kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Keempat: Pencurian (stealing) disebut fraud ketika, seorang pegawai dengan sengaja mencuri kas atau persediaan perusahaan dengan berbagai cara kemudian memanipulasi dokumen-dokumen untuk menghilangkan bukti kejahatannya.Â
Bentuk kecurangan ini lebih dikenal dengan misappropriation of assets atau penyalahgunaan aktiva. Dua kasus terakhir terakhir merupakan kasus yang umum terjadi baik di lembaga swasta maupun pemerintahan.
Dari sisi hukum peluang kejahatan yang dilakukan oleh para kepala daerah dana kepala desa, memiliki tingkatan yang beragam, dari kelas teri hingga kelas kakap.Â
Fraud tak hanya sempit diartikan sebagai kecurangan, dalam dunia hukum, fraud pencurian (pasal 362 KUHP), pemerasan dan pengancaman (pasal 368 KUHP), penggelapan (pasal 372 KUHP), perbuatan curang (pasal 378 KUHP).Â
Modusnya beragam, mulai dari yang sederhana (conventional crimes) dengan cara memalsukan tanda tangan atau dokumen lain, penggelapan dan penipuan, sampai dengan cara yang sangat canggih (sophisticated crimes), dengan memanfaatkan sistem information technology (IT) banking.
Kasus fraud yang paling umum adalah lapping dan kitting. Lapping didefinisikan sebagai cara penggelapan uang kas dengan cara mengundur-undur pencatatan penerimaan kas, sebelum akhirnya berhenti ketika ketahuan.Â
Kebiasaan ini sangat mungkin dilakukan karena sangat mudah dengan adanya otorisasi yang dimiliki kades. Apalagi jika aparat lainnya ada "konco" dekatnya.
Dengan tidak bermaksud mencari salah benar, agaknya berbagai fakta kasus kejahatan keuangan dalam pembangunan yang sedang terjadi, haruslah menjadi pembelajaran bagi semua pihak.Â
Maka sebelum semuanya menjadi semakin buruk karena didukung oleh legalitas perpanjangan masa jabatan kades hingga 9 tahun, 18 tahun hingga 27 tahun. Akan semakin membuat negara kita ambruk dan amburadul!.
Maka solusi paling mendesak daripada meminta perpanjangan masa jabatan bagi para kades, bersediakah mereka diperiksa atau diaudit secara menyeluruh? Apa kira-kira jawaban mereka jika solusi ini yang kita sodorkan. Masihkah mereka berharap "main ke senayan" lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H