Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Tak Siap Mental Jadi Guru Pangkal Lahirnya "Guru Horor" Di Sekolah?

4 Februari 2023   20:27 Diperbarui: 9 Februari 2023   04:41 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu sewaktu sekolah berkali-kali guru menasehati, "jangan jadi guru, gajinya kecil kerjaannya ngurus anak banyak. Mana rewel dan bawel lagi". Mungkin beliau bercanda. 

Bahkan ada sebuah buku yang ditulis oleh seorang guru atau cek gu  di Aceh, berjudul ' Kan Sudah Saya BIlang Jangan jadi Guru". Untuk menegasi bahwa profesi guru itu tidak mudah.

sumber foto-muslimah reformis
sumber foto-muslimah reformis

Dahulu, gaji guru memang masih biasa-biasa saja, masih tak jauh seperti cerita Pak Oemar Bakrie yang jadi ikonik bagaimana dedikasi guru lebih besar untuk murid dan sekolah daripada mikir dirinya sendiri. Dengan bersepeda ontel tua, tas kulit yang tergantung di belakang sepeda. Oemar Bakrie seperti menjadi prototipe kesederhanaan seorang guru. 

Kisahnya menjadi layaknya hikayat--epik kepahlawanan guru, pemantik semangat pembaharuan,

Baca juga: Aku Benci Buku

sumber foto-geo times
sumber foto-geo times

Tapi kini disrupsi merubah segalanya, guru menjadi profesi yang tak kalah saing dengan profesi lainnya. Penghargaan dan kompensasi yang diterimanya kurang lebih sebanding dengan kerja-kerja sebagai tenaga pendidik maupun kerja "tambahan" secara administrasi, karena sekarang banyak bahan mengajar dan laporan yang harus disiapkan oleh para guru selain mengajar.

sumber foro-liputan6.com
sumber foro-liputan6.com

Belum lagi tantangan mengajar yang masih berganti-ganti kurikulum, menyebabkan para guru seperti membaca buku tapi tak pernah tuntas karena selalu berganti-ganti isinya.

Memang semua dilakukan untuk perbaikan mutu dan kualitas pendidikan kita. Sejauh ini kita masih terus mencari rujukan atau pedoman, baik kurikulum maupun metode belajar mengajar yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan kita.

Kita sejatinya memang dalam kondisi transisi yang belum menemukan titik kulminasi, masih mencari-cari dalam kebingungan, apakah kurikulum yang tepat sebenarnya untuk model pendidikan di negara kita.

Bahkan mencontek gaya pendidikan Finlandia yang sudah matangpun tak semudah yang kita bayangkan. Karena bukan hanya persoalan kurikulum, metode mengajar, kualitas guru--tapi soal kesejahteraan para guru, kondisi sosek anak didik, peran negara yang optimal-termasuk tingkat kesejahteraan negara yang memungkinkan bisa berkontribusi maksimal.

Dunia pendidikan di Finlandia telah mengalami proses yang panjang hingga sampai pada situasi dan kondisi sekarang ini. Meskipun kekuasaan berganti, kurikulum nasionalnya tidak pernah berubah.

sumber foto-edukasi kompas
sumber foto-edukasi kompas

Sementara kita dengan kondisi pendidikan yang masih mencari bentuknya, dalam situasi pandemi yang lalu terasa bagaimana kepanikan ketika kita menggunakan kurikulum darurat, karena transisi disrupsi akibat pandemi yang cepat memaksa kita untuk menyiapkan model kurikulum yang sesuai dengan sikon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun