Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kepala Daerah "Diserang", Mendagri Meradang

28 Januari 2023   20:46 Diperbarui: 30 Januari 2023   09:13 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibarat mengobati pasien, apakah menunggu komplikasi akut baru ditangani dengan operasi, atau memilih menjaga kesehatan sedari awal sebagai tindak preventif.

Dalam pernyataanya yang begitu menyedot perhatian publik, dalam rapat koordinasi inspektorat daerah seluruh indonesia, Rabu (25/1/2023), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jendral (Purn) Tito Karnavian meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polri hingga Jaksa Agung tidak selidiki Kepala Daerah.

Mereka cukup diberi pendampingan saja. Dan penegakkan hukum adalah upaya terakhir, jika semua upaya gagal!.

Alasannya sangat tidak masuk akal, karena kekuatiran para kepala daerah jadi takut melaksanakan pembangunan di daerah. Apalagi dengan kehadiran aparat penegak hukum ketika akan mengeksekusi suatu program. Belum lagi jika pemanggilannya untuk penyidikan, bisa makin menjatuhkan moril para pejabat.

sumber foto-detikcom
sumber foto-detikcom

Dan menurut Mendagri akan berdampak pada rakyat, karena Anggaran APBD akan mandek, pembangunan tidak jalan, program tidak berani dieksekusi, karena takut terlihat kesalahan atau kejahatannya, dan kemudian ditangkap.

Apalagi seperti kita ketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang kerap mengusut kasus-kasus korupsi yang bermula dari proyek yang biasanya melibatkan kepala daerah.

Setelah sebelumnya peran KPK digembosi dan makin terlihat konyol dengan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe, lalu muncul pernyataan bahwa negara yang "beradab" adalah negara tanpa Operasi Tangkap Tangan (OTT). Padahal sejatinya yang baik justru yang tidak ada korupsi, sehingga tak perlu ada OTT. Dan peran KPK-lah yang menjadi super guard anti rasuah yang bekerja ekstra keras menangkal korupsi sebelum berkembang makin pesat.

Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan besar, seolah ada masalah dengan para kepala daerah sehingga pemerintah,  Mendagri mewanti-wanti  warning itu. Mengapa para kepala daerah menjadi begitu manja?. Apa yang mereka takuti sebenarnya?.

Apakah memang ada masalah yang sedang mengganjal para kepala daerah.  Apakah paradigmanya justru tidak terbalik-preventif (menjaga kesehatan), daripada kuratif (mengobati)?.

sumber foto-inilah.com
sumber foto-inilah.com

Ini menjadi preseden buruk kedua, setelah sebelumnya ribuan kepala desa juga mengajukan tuntutan yang juga tidak masuk akal. Ibarat mengusir tikus dari lumbung tapi lumbungnya dibakar. Jika bermasalah dengan sistem atau kinerja mengapa justru solusinya meminta tambahan masa kerja.

Bagaimana jika ditawarkan agar para kepala desa di audit, bukankah itu solusi lebih jitu?.

sumber foto-liputan6
sumber foto-liputan6

Jika memang kepala daerahnya tidak bermasalah, bersih dan transparan mengurus program, justru kunjungan APH akan menaikan kredibilitasnya sebagai pejabat pemerintahan yang bersih. 

Dan peran para APH membuktikan bahwa pemerintah berusaha untuk menjalankan skema Good Governance, dan Good Government sebagai bentuk tindak pengawasan agar segala sesuatu berjalan di rel kebijakan.

Semakin cepat ditemukan adanya indikasi melencengnya kebijakan, akan semakin mudah diluruskan. Ibarat orang sakit, jangan menunggu jadi akut baru dioperasi. Jika tindakan preventif masih bisa dijalankan, mengapa harus dipilih tindakan kuratif. Jika kesalahan, kecurangan, tindak korupsi  bisa diminimalisir menunggu harus ada OTT?.

Tahun Politik

sumber ilustrasi-detikcom
sumber ilustrasi-detikcom

Di laman media sosial, paska munculnya pernyataan Mendagri di kompas.com pada 23 Januari 2023, terus mendapat respon negatif. dan ini adalah hal yang wajar sebagai bentuk kontrol sosial.  Mengapa?.

Banyak pihak mengaitkannya dengan tahun politik terutama soal dukung-mendukung peserta kontestasi dan kaitannya dengan pendanaan pilpres. Mengapa sampai sejauh itu sikap kritis yang ditunjukkan publik atas pernyataan Mendagri?. Tentu saja karena bisa terindikasi jadi tempat kondusif munculnya kejahatan moral hazard KKN.

sumber foto-VOI
sumber foto-VOI

Begitu juga pertanyaan yang timbul soal tupoksi masing-masing instansi. Bukankah pendampingan itu menjadi wewenang pengacara, sedangkan penyelidikan sudah menjadi tugas penyidik. 

Lalu apa gunanya keberadaan KPK, Kejaksaan dan Kepolisian jika tak difungsikan secara optimal untuk menjaga kemungkinan timbulnya masalah di daerah?.

Pendampingan kepala daerah dapat dilakukan untuk mencegah korupsi akibat ketidakpahaman kepala daerah saat membuat dan mengeksekusi kebijakan. Namun jika korupsi atau tindak kejahatan sudah diniatkan sejak awal dengan tujuan tertentu, tidak cukup hanya dengan pendampingan. Harus ada ikutan berupa tindakan hukum-sebagai bentuk punishment-nya.

Penyidikan itu sebenarnya juga menjadi sinyal bagi para kepala daerah agar bekerja lebih keras, dan jika memang melakukan kesalahan karena faktor moral hazard, mau tidak mau harus rela diapkir dari jabatannya dan digantikan oleh pejabat lain yang lebih berkompeten. Tapi jika cuma kesalahan teknis administrasi dan keuangan, masih bisa di revisi dan diberi masukan. Tak perlu sungkan, takut apalagi phobia dengan APH!.

sumber foto-antaranews
sumber foto-antaranews

Jika  memang harapan Mendagri untuk mengedepankan pengawasan internal kepala daerah guna mencegah praktik korupsi. Pengawasan internal itu dapat dikoneksikan dengan pengawasan internal di Kemendagri. 

Dan ditindaklanjuti dengan koordinasi, konsolidasi dan sinergisasi dengan BPK, BPKB, KPK, Polri, sampai Kejaksaan untuk mengamankan uang pembangunan.

Apalagi seperti disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana soal fenomena kasus korupsi politik di Indonesia. Sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK.

sumber foto-republika
sumber foto-republika

Kepala daerah tak perlu merasa berkecil hati dan takut jika memang bekerja dengan jujur dan amanah.  Apalagi sampai mengorbankan tersendatnya eksekusi program dan membuat penyerapan anggaran daerah hanya sampai 60 persen. Ini ketakutan yang terlalu naif dan berlebihan. Dan Jika benar hal itu terjadi, kita patut mempertanyakan kapasitas kepala daerahnya. Masih seriuskah mengurus negeri?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun