Semakin cepat ditemukan adanya indikasi melencengnya kebijakan, akan semakin mudah diluruskan. Ibarat orang sakit, jangan menunggu jadi akut baru dioperasi. Jika tindakan preventif masih bisa dijalankan, mengapa harus dipilih tindakan kuratif. Jika kesalahan, kecurangan, tindak korupsi  bisa diminimalisir menunggu harus ada OTT?.
Tahun Politik
Di laman media sosial, paska munculnya pernyataan Mendagri di kompas.com pada 23 Januari 2023, terus mendapat respon negatif. dan ini adalah hal yang wajar sebagai bentuk kontrol sosial. Â Mengapa?.
Banyak pihak mengaitkannya dengan tahun politik terutama soal dukung-mendukung peserta kontestasi dan kaitannya dengan pendanaan pilpres. Mengapa sampai sejauh itu sikap kritis yang ditunjukkan publik atas pernyataan Mendagri?. Tentu saja karena bisa terindikasi jadi tempat kondusif munculnya kejahatan moral hazard KKN.
Begitu juga pertanyaan yang timbul soal tupoksi masing-masing instansi. Bukankah pendampingan itu menjadi wewenang pengacara, sedangkan penyelidikan sudah menjadi tugas penyidik.Â
Lalu apa gunanya keberadaan KPK, Kejaksaan dan Kepolisian jika tak difungsikan secara optimal untuk menjaga kemungkinan timbulnya masalah di daerah?.
Pendampingan kepala daerah dapat dilakukan untuk mencegah korupsi akibat ketidakpahaman kepala daerah saat membuat dan mengeksekusi kebijakan. Namun jika korupsi atau tindak kejahatan sudah diniatkan sejak awal dengan tujuan tertentu, tidak cukup hanya dengan pendampingan. Harus ada ikutan berupa tindakan hukum-sebagai bentuk punishment-nya.
Penyidikan itu sebenarnya juga menjadi sinyal bagi para kepala daerah agar bekerja lebih keras, dan jika memang melakukan kesalahan karena faktor moral hazard, mau tidak mau harus rela diapkir dari jabatannya dan digantikan oleh pejabat lain yang lebih berkompeten. Tapi jika cuma kesalahan teknis administrasi dan keuangan, masih bisa di revisi dan diberi masukan. Tak perlu sungkan, takut apalagi phobia dengan APH!.
Jika  memang harapan Mendagri untuk mengedepankan pengawasan internal kepala daerah guna mencegah praktik korupsi. Pengawasan internal itu dapat dikoneksikan dengan pengawasan internal di Kemendagri.Â
Dan ditindaklanjuti dengan koordinasi, konsolidasi dan sinergisasi dengan BPK, BPKB, KPK, Polri, sampai Kejaksaan untuk mengamankan uang pembangunan.
Apalagi seperti disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana soal fenomena kasus korupsi politik di Indonesia. Sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK.
Kepala daerah tak perlu merasa berkecil hati dan takut jika memang bekerja dengan jujur dan amanah.  Apalagi sampai mengorbankan tersendatnya eksekusi program dan membuat penyerapan anggaran daerah hanya sampai 60 persen. Ini ketakutan yang terlalu naif dan berlebihan. Dan Jika benar hal itu terjadi, kita patut mempertanyakan kapasitas kepala daerahnya. Masih seriuskah mengurus negeri?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H