Tuntutan itu justru menjadi tidak masuk akal, dan tendensinya hanya merupakan bagian dari kompromi dan kemufakatan para politikus elite saja yang "ada maunya".
Dampak langsung dari lamanya masa jabatan itu juga berpengaruh ada iklim demokrasi dengan kaderisasi untuk menghasilkan regenerasi kepemimpinan yang baru.
Termasuk memancing terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Jadi solusi perbaikan sistem pemilihan kadesnya saja yang diperbaiki, bukan solusi pada perpanjangan masa jabatan.
Ketiga; Tuntutan itu untuk meminimalisasi anggaran pemilihan, biar pemilu menjadi lebih murah dan hemat. Bukankah ini juga sangat teknis dan lebih mudah untuk dicarikan solusinya.
Keempat; Tak bisa optimal mengurus kepentingan masyarakat untuk menunaikan janji-janji saat kampanye, untuk membangun dan memajukan desa. Jangan-jangan para kades tak punya program realistis, tak membumi?.
Tentu saja persoalan krusial bagi emerintah bukan pada kesulitan untuk merevisi UU Desanya, problem biayanya selama proses, atau masalah teknis lainnya. Ini lebih pada adanya kemungkinan buruk dimainkannya skenario politik demi kepentingan oligarki.
Jabatan yang terlalu lama dapat melanggengkan oligarki kekuasaan, walaupun di tingkat desa. Dan ini sangat berbahaya. Justru kaderisasi yang harus didorong sebagai solusi terbaiknya, serta optimalisasi kerja para kades sesuai masa jabatan. UU Desa sudah cukup mengakomodir semua kebutuhan tersebut.
Menunggu Keajaiban Politik
Menurut Data statistik 2022, Indonesia memiliki 81.616 desa, bukankah itu potensi yang menggiurkan secara politik?. Kini gayung sudah bersambut di parlemen dan presiden, untuk kelanjutan realisasi usulan tersebut diserahkan kepada pihak legislatif. Â
Tinggal menunggu perkembangan atas dasar masukan dari para kades, termasuk tuntutan moratorium pemilihan kepala desa, pejabat pelaksana yang ditugaskan, hingga permasalahan dana desa. Bila dipadatkan dalam bahasa yang konotatif, tuntutannya hanya menyakut dua hal: kekuasaan dan duit.
Padahal sejatinya seorang pemimpin menyandang kuasanya karena adanya pengaruh yang dimilikinya, bisa karena faktor keturunan, partai politik, agama, semua kelebihan itu bisa dikapitalisasi menjadi kekuatan besar. Â