Dalam novel debutnya The Firm, John Grisham mengisahkan bagaimana Mitch Mc Deree, berusaha kabur dari kantornya yang dipenuhi dengan segala alat penyadap, termasuk alat perekam yang melekat dalam jasnya. Ia berusaha tenang, tidak panik dan menjalankan semua rencananya dengan matang. Ia menyadari semua bahaya dan berusaha tak membuat kesalahan yang tak diperlukan, agar berhasil lolos!.
Sesulit apapun posisi kita, berusahalah untuk tak terpancing emosi, bertindak bodoh dan membeberkan "rahasia" resign kita. Selain bisa menjadi alasan perusahaan mempermudah menendang kita, kita bisa kehilangan "posisi tawar". Cobalah untuk tak gegabah, gunakan segala sumber daya, siapa tahu bisa berguna menjadi bargaining power atau kekuatan daya tawar.Â
Billy Boen resign dari perusahaan tempatnya bekerja karena satu alasan, tak menemukan "titik kebahagiaan" yang dicarinya di tempat kerjanya. Semakin lama ia merasakan bahwa bukan uang satu-satunya yang dicarinya. Padahal ketika itu ia adalah seorang eksekutif yang membawahi tiga perusahaan besar dengan 500 lebih karyawannya.Iapun ketika itu baru berusia 29 tahun.
Tentu saja ia bisa sampai pada keputusan itu karena comfort zone itu telah memberi pundi uang yang banyak. Namun persoalannya adalah, bahwa ini juga tentang "idealisme" untuk berbagi kesuksesan. Hingga ia akhirnya sampai pada pencapaian terbaik melalui Young On Top-nya.
Begitu juga dengan Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank yang resign karena melihat kemiskinan dan ingin terlibat mengentaskannya secara langsung.
Lain halnya dengan Bill Gates, ketika ia baru menemukan Microsot dalam bentuk prototype, ia memutuskan untuk tetap bekerja di perusahaan lamanya. Alasannya sederhana, jika masih ada peluang yang bisa menghasilkan uang, tetap harus menjadi pertimbangan.
Meskipun ada peluang di luar yang lebih menarik, bukan berarti kita harus segera meninggalkannya begitu saja. Berpikir realistis saja, uang sedikit tetaplah uang!.
Lemparlah sebuah pisang kepada seekor monyet, ia akan meletakan pisang yang satunya untuk menangkap pisang berikutnya. Begitu kata sebuah anekdot satir. Meskipun kita menyakini kebenaran fakta itu bisa saja terjadi pada kita, bukan berarti kita "setuju" dianggap monyet juga.
Prediksi Ala "Ahli Nujum"
Keputusan orang bisa berbeda ketika memilih resign, atau bertahan di tempatnya bekerja, dengan apapun alasanya. Namun banyak orang ketika memutuskan keluar dari tempat kerjanya hanya karena sebuah alasan "idealisme", atau karena alasan mencari peruntungan yang lebih baik.
Jika kita berada diposisi seperti mereka, apa yang mendasari alasan kita untuk resign?. Ada beragam faktor yang membuat seseorang memutuskan keluar dari tempat kerjanya. Umumnya karena ingin mengejar kesempatan lain atau merasa tidak dihargai.
Namun ada sebuah survey yang menarik dari Robert Walters, yang hasilnya menyebut bahwa sebuah perusahaan dapat memprediksi, sebelum seorang karyawan mengambil keputusan untuk resign.
Bahkan ada sekitar 85 persen perusahaan di Asia mengklaim bahwa mereka dapat mengetahui kapan seseorang di antara staf mereka akan keluar. Survey ini mengisyaratkan bahwa ketika kita akan memutuskan untuk resign sebenarnya, bisa jadi pimpinan telah mengetahui sejak awal.
Barangkali kita justru yang akan terkejut ketika perusahaan justru tidak terkejut dengan keputusan  kita, dan dengan santai meluluskan permintaan serta telah menyiapkan penggantinya. Jika ini terjadi tentu akan menjadi sebuah peristiwa yang unik. Ingin menampar, tapi justru tertampar!.
Awalnya kita berharap pihak pimpinan akan mencoba menahan kita, (seperti analogi seorang pembeli yang menawar barang dan berharap setelah kita beranjak menjauh sejenak, akan dipanggil oleh si penjual dengan mengatakan "deal", bunyinya persis seperti bunyi lonceng sekolah yang ditungu-tunggu).
Dan situasi itu menjadi bargaining power kita untuk mempertimbangkan kembali kemungkinan kenaikan gaji, tapi yang didapat justru kurang lebih seperti "pemecatan setengah resmi".
Sebuah perusahaan meyakini bahwa mereka dapat memperkirakan kapan seorang karyawan mempertimbangkan untuk keluar jika dia terganggu, tidak terlibat, kurang efisien dan sering absen. Padahal bisa jadi itu disebabkan oleh performa personal kita yang tidak kita sadari karena dipicu oleh kondisional tempat kita bekerja yang makin tidak kondusif.
Maka kita harus ekstra berhati-hati, apalagi jika kita belum sepenuhnya yakin memutuskan untuk resign, atau menggunakan alasan resign untuk "daya tawar".
Beruntung jika kita adalah orang andalan dan menjadi kunci perusahaan yang sangat dibutuhkan, sehingga keputusan resign akan ditindaklanjuti dengan penambahan reward berupa kompensasi atau kenaikan jabatan.
Jadi, meski kita bakal resign karena 5 alasan berikut, berusahalah cerdas, siapa tahu bisa jadi bahan tawar menawar. Renungkan juga tips berikut.Â
Pertama; Karir Mentok
Pertumbuhan yang terbatas di perusahaan bisa menjadi alasan mengapa seorang  pekerja profesional untuk resign. Pada dasarnya ada orang yang secara personality tak hanya bertumpu pada zona nyaman, yang penting memiliki pekerjaan dan pendapatan. Apalagi pada kondisi sulit sekarang ini.
Saya pernah mendengar keluhan seorang rekan yang didamprat pimpinan karena kinerjanya yang kendor dan mendapat teguran keras, padahal juga karena situasi dan kondisi perusahaan sebagai pemicunya.
Bahwa jika performanya terus memburuk akan ada ribuan antrian orang dibelakangnya yang siap menggantikan posisinya kapan saja ia mau. Ini jelas sebuah "ancaman mematikan" untuk karir dan keberlanjutan masa depan pekerjaannya.
Sebenarnya ada sisi lain seperti keinginan kuat untuk berkembang di sebuah perusahaan, dan kurangnya kesempatan untuk berkembang sebagai salah satu dari dua alasan utama mengapa karyawan meninggalkan pekerjaannya. Dan itulah yang dirasakan oleh rekan saya itu.
Perusahaan semestinya mengakui kerja keras dan memberikan penghargaan kepada karyawan atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik. Menetapkan jenjang karier yang jelas, dapat membuat karyawan merasa bahwa mereka memiliki masa depan jangka panjang di perusahaan.
Tips Penting: Jika mentok sekalipun, pastikan apakah kita bisa membuat inovasi agar dilirik manajemen tingkat atas, siapa tahu jadi karir atau jabatan baru. BUkan tidak mungkin kantor memutuskan membangun divisi baru-marketing, kantor distribusi karena inovasi tadi.
Pastikan juga jika kita mencari peluang lain, bermainlah dengan halus dan aman, tak perlu "ember" menyampaikan kekesalan kita. Jadikan rahasia sampai semuanya jelas. Ini bisa jadi bumerang buruk untuk mendepak kita lebih cepat.Â
Bahkan harus berhati-hati jika  meminta rekomendasi tempat kerja ke teman terdekat sekalipun. Karena kebiasaan kita mengorek informasi tempat kerja lain bisa jadi bocoran bagi "saingan" pekerja di kantor yang sama.
Kedua; Kompensasi Tak Sesuai Ekspektasi
Little-little to me, salary no up-up!, (dikit-dikit saya, gaji kagak naek-naek!), barangkali kita pernah mendengar lelucon itu?. Seseorang yang berada diposisi tersebut mengalami "gangguan gaji", sebagai alasan utama lainnya untuk resign.
Karyawan dapat dengan mudah mengetahui berapa gaji yang diperoleh rekan-rekan mereka di perusahaan lain, yang membuat mereka sangat sadar akan nilai pasar mereka. Menawarkan gaji yang kompetitif dan tunjangan lainnya dapat memotivasi mereka untuk bertahan.
Ini sering tidak disadari atau justru sangat disadari oleh perusahaan sebagai pemicu hilangnya gairah kerja para pekerja, meskipun bisa saja hal itu dianggap menjadi sesuatu yang biasa dan normal. Umumnya ini berkaitan dengan keberadaan pekerja yang berkeahlian sedang, dan ketersediaan pekerja sejenisnya banyak di bursa pekerja.
Apalagi dengan kemunculan Perppu Ciptaker yang baru, dimana salah satu poinya soal ketidakjelasan status pekerja yang dapat diperlakukan sebagai outsourching. Perusahaan dapat secara bebas memutuskan untuk mengeluarkan tanpa dibebani tanggungjawab untuk memberikan pesangon.
Perlu diingat bahwa tidak semua pengunduran diri disebabkan oleh masalah keuangan, dan bahwa mengungkap faktor-faktor lain yang mendasari mungkin diperlukan untuk mempertahankan karyawan.
Tips Penting; membicarakan perihal selisih gaji atau ketidakpuasan memang bisa bikin hati lega, tapi berhati-hatilah karena itu bisa jadi pertanda yang bisa ditangkap pihak perusahaan, mata-mata perusahaan bahwa kita tak lagi nyaman bekerja.
Berusahalah instrospeksi, apakah benar bahwa gaji dan kompensasi kita tak naik karena kita belum optimal kerja. Jangan-jangan kita mengharap kompensasi naik tapi prestasi kita sebenarnya juga tidak istimewa.Â
Instrospeksi juga, jangan-jangan kita selama ini berlebihan bekerja pada tempat atau wilayah lain yang merupakan pekerjaan orang lain. Cobalah fokus pada pekerjaan sendiri dengan lebih baik.
Ketiga; Tak Ada Tantangan
Seperti pekerja peng-input data yang setiap hari mendapat rekapan yang harus dinput ke dalam sistem, seolah tanpa harus berpikir, yang penting masih memiliki tangan, mata masih jelas melihat dan bahkan yang memilki skil mengetik 10 jari, bisa saja ia bekerja sambil mengobrol.
Dengan kondisi seperti itu, barangkali ia bertahan hanya karena tidak ada pekerjaan lain, atau peluang lain yang terbuka. Atau ia jenis orang yang tak mau ambil pusing.
Namun bagi pekerja dengan performa baik dan memiliki target kerja, baik secara finansial, karir atau jabatan dan peningkatan kemampuan ini akan menjadi problem yang serius.
Karyawan yang baik tidak menginginkan pekerjaan yang membosankan. Mereka ingin terlibat dalam pekerjaan mereka dan merasa terus belajar.Menciptakan tantangan baru dan menetapkan tujuan baru akan membantu karyawan merasa berguna dan membuat mereka tetap tertarik.
Tips penting; Cobalah beri masukan atau usulan kepada pihak atasan atau perusahaan yang masih berkaitan dengan scope pekerjaan kita dan bisa kita handle dengan baik. Siapa tahu menjadi peluang baru. Seperti menawarkan model marketing baru atau metode penjualan baru. Bukan tidak mungkin, jika kita dapat meyakinkan dan memahami metodenya, kita yang akan ditunjuk sebagai penanggungjawab pilot projectnya.
Atau jika memungkain meminta rotasi posisi jabatan lain yang masih dalam batas  kapasitas kita mengerjakannya, seperti personil keuangan-ke -posisi- admin atau urusan internal kantor, karena masih relate.
Keempat; Tak Ada Harganya lagi
Ada atau tidak ada, dianggap tidak penting akan menjadi alasan sangat krusial buat seseorang memutuskan untuk mundur teratur dari tempat kerjanya.
Karyawan menginginkan pengakuan atas pekerjaan mereka. Ketika perusahaan mengabaikan pencapaian karyawan, mereka mungkin akan mencari nilai di tempat lain, seperti pekerjaan baru.
Perusahaan harus mempertimbangkan sistem penilaian atau menerapkan sistem yang mem-validasi pekerja yang baik sehingga karyawan merasa menjadi bagian integral dari perusahaan.
Seseorang dengan skill khusus bahkan di perusahaan sederhana akan merasa sebagai orang yang paing dibutuhkan dan paling di cari. Menjadi "artis" di perusahaan, perasaan seperti itu memang tidak diungkapkan secara langsung.
Ada kalanya ditunjukkan dengan berusaha memberi kejutan untuk perusahaan dengan inovasi yang baru, dengan harapan mendapat "perhatian". Â Jika perusahaan abai, maka itu salah satu pertanda lain bahwa seseorang sedang berencana untuk berkemas, d an setelah minggu terakhir di akhir bulan, ia sudah bersiap dengan sepucuk surat di meja pimpinan. Sorry, aku resign bro!.
Tips Penting; Instrospeksi dengan jeli, apakah reward-punisment perusahaan memang tidak bekerja dengan baik, atau karena prestasi atau potensi kita yang pas-pasan.
Berusahalan lebih aktif dalam kegiatan kantor atau perusahaan dengan menunjukkan performa. Fokus pada pekerjaan agar hasil outputnya optimal, siapa tahu akan jadi bahan pertimbangan. Alagi jika menawarkan alternatif solusi, inovasi yang dapat menjadi solusi permasalahan di kantor.
Kelima; Budaya Perusahaan that not my style!
Ini mungkin penyebab yang paling sulit untuk diperbaiki. Sementara alasan lain berpusat pada individu, ini sering kali merupakan masalah perusahaan.
Namun, mempromosikan komunikasi secara terbuka di tempat kerja di antara para manajer dan karyawan dapat meningkatkan tingkat retensi.
Memberikan kesempatan untuk membangun jaringan di luar kantor juga dapat menumbuhkan rasa persahabatan dan loyalitas. Sehingga ia menemukan "keragaman" budaya kerja yang bisa memperkaya khasanah intelektualnya.
Maka ketika seseorang ditunjuk perusahaan untuk mengikuti pelatihan capacity building, itu bukan persoalan sekedar jalan-jalan, tapi sedang dalam konteks menemukan dan membangun budaya baru.
Bukan tidak mungkin pengalaman positifnya itu bisa ditularkan kepada perusahaan dan menjadi sebuah mandat baru untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Maka kita mengenal The Toyota Way, Tesla Way, atau Jalan Microsoft.
Tips Penting; Jika kita hendak bekerja sejak awal penting memahami bagaimana kemungkinan karakter perusahaan. KIta bisa mencari referensinya di media atau dari kenalan atau orang yang pernah punya pengalaman bekerja di sana.Â
Namun jika telah masuk didalamnya, penting memahami sejak awal budya perusahaan, agar keputusan kita untuk maju atau mundur tidak teralu lama. karena pasti tidak akan nyaman bekerja dengan budaya yang sama sekali asing dengan budaya kerja kita, kecuali jika itu menjadi tantangan bagi kita.
Penting juga bagi kita menyerap budaya perusahaan di tempat kita bekerja sebelumnya , sebagai pengetahuan . Siapa tahu dapat ditularkan atau menjadi referensi kita ketika bekerja di tampat baru jika positif meski tak sesuai dengan budaya kita.
Pada dasarnya sebuah perusahaan memiliki core atau inti dari keseluruhan budaya yang sedang dijalankan atau dikembangkan. Dan hal itu adalah sesuatu yang penting, bahkan bagi seorang pekerja biasa.
Jadi jika akan memutuskan untuk resign, apakah sudah mempertimbangkan seluruh peluang dan konsekuensinya. Dan apapun pilihan untuk menjadi lebih baik, yakinlah bahwa jauh hari sebelum surat permohonan mundur itu sampai ke meja pimpinan, mereka sebenarnya "sudah tahu" bahwa kita akan resign. Persis seperti kata Robert Walters.
Meski kita harus sampai pada keputusan pindah atau resign. Banyak hal yang harus kita pertimbangkan untuk menjaga reputasi kita. Siapa tahu dengan kecerdasan dan kecerdikan kita mengolah informasi, sikon, justru berbalik menjadi keuntungan tidak terduga. Seperti kenaikan jabatan atau mendapat penempatan di kantor baru yang lebih bessr tantangannya menurut kita namun lebih baik memotivasi kita.
Tetap berhati-hati dan waspadalah, dan bersiap jika kita akan dianggap bukan siapa-siapa bagi perusahaan, dan bahwa ada ribuan antrian orang seperti kita yang dapat direkrutnya, bahkan pada saat tepat sebelum kita menutup pintu keluar setelah resign. Apalagi jika kita ceroboh sejak awalmentang-mentang mau resign. Nah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H