Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencerdasi Krisis Identitas Kaum Paruh Baya

19 Januari 2023   15:03 Diperbarui: 21 Januari 2023   08:20 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribuan warga paruh baya di Korea Selatan meninggal dunia karena kesepian setiap tahunnya. Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea melaporkan ada 3.378 kematian pada 2021. Peristiwa itu dikenal sebagai  fenomena Godoksa. Dalam bahasa Korea, "godoksa" adalah fenomena meninggalnya seseorang karena kesepian atau kematian sepi. 

Sebuah studi pemerintah menemukan sejumlah besar kematian kesepian terjadi di antara pria paruh baya, daripada orang tua atau wanita. Song In-joo, seorang peneliti di Seoul Welfare Foundation, yang berspesialisasi dalam isolasi sosial dan kematian kesepian, mengamati bahwa pria yang hidup sendiri menderita rasa kesepian lebih dalam daripada wanita, baik dalam hal isolasi emosional maupun fisik. Pria paruh baya tampaknya lebih sulit mengatasi tekanan ini. 

Seperti halnya Fenomena "Layangan Putus", fenomena Godoksa, adalah bagian dari apa yang disebut  Dr. William Nathan Upshaw, Direktur Medis NeuroSpa  sebagai gejala  krisis identitas paruh baya.

Temukan Diri

sumber foto-gaya tempo
sumber foto-gaya tempo

Ahmad Fuadi penulis best seller Negeri 5 Menara, menceritakan tentang Midlife crisis-nya, ketika ia baru selesai studi, kemudian menjadi wartawan Tempo dan terakhir sebagai direktur The Nature Conservacy (TNC). 

Apa yang kemudian membuatnya putar haluan dan memilih meninggalkan semua pencapaian hidupnya dan memilih menjadi penulis buku, ya karena merasa "didekati" gejala itu. Seseorang akan memasuki krisis identitas paruh baya, ketika mulai gelisah dan mempertanyakan tujuan hidupnya.

Istrinyalah yang berperan besar "meluruskan" gejala krisis paruh bayanya ke jalan yang benar. Istrinya membelikannya buku "How to Write a Novel" agar suaminya belajar membuat novel untuk mengobati gejala krisis itu. Ternyata solusi menjadi "terapi terbaik" karena mengantar "Buku Negeri 5 Menara" menjadi awal buku best sellernya.  

Meski Dr. Upshaw menganggap krisis identitas paruh baya sebagai sebuah masalah, tapi itu bagian dari fase yang mau tidak mau harus dialami dan dijalani oleh setiap orang ketika sampai pada waktunya. Harus diakui bahwa personality, religiusitas, kondisi sosial, ekonomi juga berperan besar dalam krisis paruh baya seseorang.

Krisis Bisa Bikin Depresi

sumber foto: grid.ID
sumber foto: grid.ID

Penuaan adalah proses yang membuat orang merasa tidak nyaman, ketika mengalami perubahan besar dan tiba-tiba sepanjang hidup kita. Reaksinya bisa beragam, bahkan ada yang menganggapnya seperti depresi.

Krisis paruh baya bukanlah gangguan psikologis semata, tetapi periode transisi yang tidak nyaman yang dialami seseorang yang berusia antara usia 40 dan 55, meskipun ada beberapa variabilitas dalam waktu krisis paruh baya. Pria dan wanita mengalami krisis paruh baya dengan cara yang agak berbeda.

Mengapa sampai ada yang salah persepsi dan mencampur aduk antara gejala krisis paruh baya dan gejala depresi?. Karena perbedaan intensitas kemunculan gejalanya saja yang berbeda, jika krisisnya muncul lebih sering, maka lebih mengarah pada depresi.

Namun seseorang yang mengalami krisis paruh baya, ada kalanya merasa baik-baik saja, sedangkan orang yang depresi merasa sedih dan mengalami gejalanya setiap hari. 

Jika Depresi adalah gangguan mood kronis berbasis biologis, maka krisis paruh baya murni gangguan psikologis , meski bisa saja terjadi bersamaan dengan depresi.

Namun yang menarik adalah fakta bahwa, orang paruh baya yang puas dengan kehidupannyapun bisa saja mengalami depresi,  tetapi sebaliknya ia tidak akan mengalami krisis paruh baya.


sumber foto-VOI
sumber foto-VOI

Setiap orang punya cara tersendiri menghadapi krisis paruh bayanya, termasuk di usia berapa krisis itu datang. Umumnya diantara rentang usia antara 35 hingga 55 tahun, dengan beberapa variabilitas antar jenis kelamin.

Cobalah pertimbangkan untuk lebih waspada jika kita mulai mengalami beberapa hal berikut; Merasa tidak terpenuhi dalam hidup, Perasaan nostalgia yang kuat, ingatan kronis tentang masa lalu, Perasaan bosan, hampa dan tidak berarti, Tindakan impulsif, seringkali gegabah dan Perubahan dramatis dalam perilaku dan penampilan, serta Perselingkuhan dalam pernikahan atau pikiran terus-menerus tentang perselingkuhan. Terus menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain, yang tampak lebih bahagia. 

Krisis Bisa Bikin Sakit

sumber foto: wikihow
sumber foto: wikihow

Jangan dikira efek krisis paruh baya seperti depresinya orang-orang ODGJ yang sering kita ketemui di pinggiran jalan. Berambut gondrong dan dekil ngomong sendiri, teriak-teriak, kadang sampai seperti komentator bola yang over semangat.

Para penderita gejala krisis paruh baya, bisa saja dalam kondisi fisik yang fit, masih aktif bekerja. Hanya saja tekanan krisis itu bisa membuat mereka kehilangan gairah seks, disfungsi ereksi, penurunan kadar testosteron dan perasaan sedih. 

Bayangkan saja jika seseorang terganggu urusan seksualitasnya, dan menyebabkan depresi. Sehingga bukan sesuatu yang aneh jika para penderita gejala krisis paruh baya ada yang "bermain-main" ke wilayah terlarang, demi menemukan kembali gairahnya. Termasuk bermain "layangan"---Layangan Putus, tentunya.

Jika sampai ke tingkat depresi, akan lebih bersifat klinis efeknya daripada krisis sosial. Gejalanya bisa berupa; Perubahan kebiasaan tidur, baik insomnia atau terlalu banyak tidur; Perubahan nafsu makan; Perasaan sedih yang intens dan sering melemahkan; Perasaan bersalah dan tidak berharga; Kurangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas yang sebelumnya menyenangkan (anhedonia); Perubahan berat badan (penurunan atau penambahan yang tidak direncanakan).

Begitu juga kehilangan minat pada seks; Menarik diri dari interaksi sosial; Tingkat kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran yang meningkat; Iritabilitas dan kemarahan (biasanya pada pria); Air mata, emosi yang tidak terkendali (paling sering pada wanita). Dan yang paling parah adalah pikiran tentang kematian atau menyakiti diri sendiri dan sakit karena tekanan dari dirinya sendiri, berupa nyeri otot, masalah pencernaan, dan sakit kepala.

Bahkan bagi para wanita, makin tua usia, menurut dunia medis dikenal istilah depresi perimenopause. Jenis depresi yang unik pada wanita dan sebagian diperparah oleh fluktuasi kadar estrogen. Siklus menstruasi yang menyakitkan atau tidak normal, hot flashes, dan perubahan suasana hati yang tiba-tiba sering kali merupakan gejala depresi yang dialami wanita paruh baya.

Mencari Solusi Terbaik 

sumber foto: business.com
sumber foto: business.com

Barangkali banyak kasus krisis paruh baya yang kemudian menjerumuskan banyak orang ke jurang depresi. Namun solusinya bisa saja berkaitan dengan beberapa faktor;

Pertama; latar belakang kehidupan religiusnya. Orang yang memiliki keyakinan agama secara baik, sebagai bentuk penghambaan diri kepada Tuhan sebagai penguasa kekuatan lahir dan batin, memiliki harapan, sebuah "rumah" untuk kembali.

Kedua; Keluarga-hubungan keluarga yang harmonis, terpenuhinya Quality time, menjadi salah satu solusi ketika seseorang mengalami krisis paruh baya menemukan muaranya untuk kembali.

Cobalah lihat, bagaimana hubungan ayah dan anak, kakek dan anak, kakek dan cucu yang bisa melakukan travelling, bertualang bersama, berjalan-jalan, menjadi riang seperti kanak-kanak. Semua bisa diperoleh ketika keluarga adalah "sahabat" terbaiknya.

sumber ilustrasi: doraemonhari ini
sumber ilustrasi: doraemonhari ini

Ketiga; Interaksi Sosial yang sehat, seseorang yang "sehat sosial" artinya, ia memiliki interaksi positif dengan setiap orang. Termasuk membangun hubungan intra sosial dengan bergabung dalam  komunitas sosial, religius, atau seni. Sebagai ajang  berkomunikasi dan mengekspresikan passion.

Kehadiran teman menjadi obat yang mujarab. Agama menyebutnya sebagai hubungan silaturahmi (antara kita dengan orang lain), dan silaturahim (antara kita dengan keluarga). 

Keempat; Passion, memiliki minat terhadap sesuatu bisa menjadi obat bagi penderita gejala krisis paruh baya. Perjalanan petualangan,  memotret, menulis, memancing, mengotak-atik mesin, menjadi sedikit obat yang dapat mengurangi tekanan krisis paruh baya. Menulis di Kompasiana adalah salah satu solusi terbaik ;).

Namun nilai-nilai religius tetaplah menjadi kendali yang utama, kedekatan dengan Tuhan, dapat membangun keseimbangan hidup. Menerima kondisi sebagai takdir, tapi tak menyerah dengan hanya menunggu.

sumber foto: ali banat-MVSLIM
sumber foto: ali banat-MVSLIM

Seperti kisah Ali Banat, miliarder Muslim asal Sydney, Australia yang meninggal dunia pada 29 Mei 2018. Sebelum meninggal karena kanker, Ali mendirikan yayasan Muslim Around the World (MATW).

Ia bertemu dengan banyak anak-anak di Afrika, dan menyumbangkan seluruh hartanya, koleksi sejumlah mobil, jam tangan, sepatu, topi, hingga kacamata mahal. Mobil sport miliknya senilai USD 600.000 atau sekitar Rp 8,3 miliar. Gelang yang sering dipakainya bernilai USD 60.000 atau Rp 833 juta. Semuanya untuk anak-anak miskin dan terlantar di sejumlah negara Afrika; Ghana, Togo, dan lainnya.

Ia menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali kepada pemilik-Nya. Ia menerima cobaan itu sebagai rahmat dari Tuhan, dan keyakinan religius itulah yang kemudian membawanya pada kebahagiaan paling hakiki.

referensi; 1,2,3,4,5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun