Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencerdasi Krisis Identitas Kaum Paruh Baya

19 Januari 2023   15:03 Diperbarui: 21 Januari 2023   08:20 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehadiran teman menjadi obat yang mujarab. Agama menyebutnya sebagai hubungan silaturahmi (antara kita dengan orang lain), dan silaturahim (antara kita dengan keluarga). 

Keempat; Passion, memiliki minat terhadap sesuatu bisa menjadi obat bagi penderita gejala krisis paruh baya. Perjalanan petualangan,  memotret, menulis, memancing, mengotak-atik mesin, menjadi sedikit obat yang dapat mengurangi tekanan krisis paruh baya. Menulis di Kompasiana adalah salah satu solusi terbaik ;).

Namun nilai-nilai religius tetaplah menjadi kendali yang utama, kedekatan dengan Tuhan, dapat membangun keseimbangan hidup. Menerima kondisi sebagai takdir, tapi tak menyerah dengan hanya menunggu.

sumber foto: ali banat-MVSLIM
sumber foto: ali banat-MVSLIM

Seperti kisah Ali Banat, miliarder Muslim asal Sydney, Australia yang meninggal dunia pada 29 Mei 2018. Sebelum meninggal karena kanker, Ali mendirikan yayasan Muslim Around the World (MATW).

Ia bertemu dengan banyak anak-anak di Afrika, dan menyumbangkan seluruh hartanya, koleksi sejumlah mobil, jam tangan, sepatu, topi, hingga kacamata mahal. Mobil sport miliknya senilai USD 600.000 atau sekitar Rp 8,3 miliar. Gelang yang sering dipakainya bernilai USD 60.000 atau Rp 833 juta. Semuanya untuk anak-anak miskin dan terlantar di sejumlah negara Afrika; Ghana, Togo, dan lainnya.

Ia menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali kepada pemilik-Nya. Ia menerima cobaan itu sebagai rahmat dari Tuhan, dan keyakinan religius itulah yang kemudian membawanya pada kebahagiaan paling hakiki.

referensi; 1,2,3,4,5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun