Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemana 12 Ton Buku Pustaka Sekolah Kami?

12 Januari 2023   16:40 Diperbarui: 15 Januari 2023   00:49 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa umumnya yang sering jadi objek pencurian?, "barang berharga. Tapi kali ini objek yang disebut barang berharga itu sebenarnya lebih cocok dengan "investasi otak", karena objeknya adalah "buku"!.

Mengapa buku menjadi objek menarik para pencuri, ternyata karena jumlahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai 12 ton buku. Aksi pencurian yang kini menjadi berita menarik itu terjadi pada puluhan sekolah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Menyebabkan sekolah merugi Rp 846 juta. Saat ini laporan pengaduan baru masuk dari 31 sekolah. Kemungkinan kerugian akibat pencurian itu bisa mencapai Rp 1 miliar, jika seluruh sekolah telah melapor. Mereka telah beraksi membobol buku di 36 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah atas.

Modus Para Pelaku

sumber foto-okezonenews
sumber foto-okezonenews

Buku-buku itu dicuri para eksekutornya selanjutnya ditadah oleh para pelaku lainnya yang kini tertangkap. Aksi mereka dilakukan kurang lebih tiga bulan atau sejak Oktober 2022. Sasarannya sekolah di pinggir jalan raya atau jalur desa yang bisa dilalui mobil bak terbuka. Mereka umumnya beraksi pada malam dan subuh hari.

Objek dan lokus yang tidak terduga selama ini, karena objeknya buku. Sebuah sasaran modus pencurian baru yang tidak pandang bulu. Konon lagi jika buku berada di perpustakaan sekolah tidak pernah digunakan dan selama ini kurang diaktifkan pengelolaannya.

Bisa saja sebuah sekolah baru menyadari kecurian setelah beberapa waktu dari kejadian. Memang yang menjadi objek pencurian adalah buku-buku materi pembelajaran berbasis Kurikulum 2013. Sementara sekarang sekolah telah menggunakan sistem dan materi pembelajaran baru berbasis Kurikulum Merdeka.

Modus para pelaku berpindah-pindah rumah dan kendaraan operasional pencurian juga berganti-ganti untuk mengelabui para polisi. Meskipun CCTV akhirnya bekerja "optimal" membantu mengungkap. Seandainya di semua kasus pencurian tersedia CCTV, bahkan sekaliber Sambo saja tak akan bisa berkelit berbohong.

Ekonomi Syulit

sumber foto-detikcom
sumber foto-detikcom

Kesulitan selama masa ekonomi transisi sejak pandemi ternyata membuat banyak orang gelap mata, hingga sampai pada pemikiran menjadikan buku perpustakaan sekolah menjadi sasaran pencurian. Kasus pencurian buku itu menjadi yang pertama kali terjadi selama ini.

Menurut keterangan para pelaku, mereka merusak pintu ruangan perpustakaan sekolah lalu membawa tumpukan buku itu menggunakan mobil bak terbuka sewaan. Sialnya adalah buku milik sekolah yang notabene menjadi bagian dari bahan belajar mengajar itu justru kemudian dijual secara kiloan dengan harga Rp 2.500 per kilogram.

Selanjutnya secara berantai para tersangka dalam sindikat pendurian buku itu menjajakan buku paket sekolah itu kepada pembeli lain dengan harga Rp 4.500 per kg. Begitu seterusnya sampai pada pembeli akhir seharga Rp 5.400 per kg.

Sayang sekali, memang belum ada keajaiban, maling masuk pustaka kemudian keasyikan baca buku dan tahu-tahu sudah pagi dan dicokok polisi. Tapi yang ketangkap sedang tiduran karena kekenyangan sudah pernah kejadian.

Tidak itu saja, sebanyak 22 telepon seluler tablet di sejumlah sekolah juga raib. 19 HP diantaranya telah dijual dengan harga Rp 1,5 juta saja. Harga super murah bagi penadahnya yang ketiban pulung rezeki hasil curian.

Dampak Bagi sekolah

sumber foto-republika
sumber foto-republika

Miris sekali, karena kasus tersebut berdampak pada berkurangnya bahan referensi dan literasi siswa. Meskipun dengan proses belajar mengajar berbasis Kurikulum Merdeka saat ini, kendala proses belajar mengajar itu sedikit teratasi gangguannya.

Metode pembelajarannya kini lebih pada format diskusi dan kerja kelompok, daripada mengandalkan materi teksbook seperti ketika kita menggunakan Kurikulum 2013. Bolehlah ini disebut sebagai salah satu keunggulan Kurikulum Merdeka yang mengurangi ketergantungan para siswa atas teksbook.

Pembelajaran berbasis proyek menjadi salah satu fokus Kurikulum Merdeka. Misalnya dengan menggali kearifan lokal khas daerah. Para guru juga terus disiapkan untuk mampu menerapkan Kurikulum Merdeka secara mandiri dengan pelatihan virtual atau daring.

Kurikulum baru memungkinkan siswa dapat melihat platform Merdeka Belajar secara online. Tinggal, gurunya yang harus aplikatif dalam mengajar, tidak melulu bergantung pada LKS (lembar kerja siswa).

Mungkin yang bisa diambil hikmahnya dari kasus pencurian ini, pihak sekolah kini jadi lebih peduli dan perhatian pada perpustakaan sekolahnya. Memaksimalkan penggunaannya, tidak sepernuhnya menggunakan basis teknologi.

Sekolah juga menerapkan sistem belajar Hybrid yang memadukan antara sistem pembelajaran daring dan kelas tatap muka di sekolah. Dan yang pasti sekolah harus mengalokasikan dana untuk menjaga sekolah lebih serius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun