Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BOS Madrasah 3T Sebaiknya Pilih Eksis Atau Mutu?

10 November 2022   15:47 Diperbarui: 29 November 2022   17:52 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEGITU masuk gerbang Madrasah Tsanawiyah Negeri 4, (MTsN 4) Labschool FTK UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, langsung terlihat ruang baca pustaka representatif, kebun hidroponik, ruang Sanggar Kreatifitas dan Waste Collecting Poin (WCP) organik and anorganik.

Foto Kepala Madrasah MTSN 4 Banda Aceh, Ibu Ina Rizkina Acara Pustaka Sekolah-doksekolah
Foto Kepala Madrasah MTSN 4 Banda Aceh, Ibu Ina Rizkina Acara Pustaka Sekolah-doksekolah

Anak didik sudah tersosialisasi dengan empat titik penting itu, termasuk Ruang Terbuka hijau (RTH) sekolah. Bagian tertentu dari madrasah juga dilengkapi stiker berisi English Vocabulary dan Mufradat Arabic, termasuk benda-benda di sekeliling madrasah. Begitu juga ruang-ruang kelas yang ditata kreatif dengan hasil hasta karya siswanya.

Dibimbing gurunya, Miss Humaira, Aisya Humaira siswa kelas VIII 2, mendekor kelas bersama teman-teman dengan tematik schoolfellow, schoolmate, memilih kelas eskul menulis kreatif dan English Speech. Aisya menjadikan RTH sekolah dan ruang baca pustaka sebagai ruang favoritnya.

Ada ribuan anak lain yang bersekolah di jenjang madrasah seperti Aisya. Ada yang beruntung karena madrasahnya terhubung dengan institusi besar yang memberikan dukungan material dan intelektual secara intens.

Namun tak sedikit yang masih tak terjangkau transportasi dan terasing di pedalaman yang jauh di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan.

Ada madrasah lainnya yang beruntung karena kehadiran Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T), dengan 3.500 sarjana pendidikan yang berkomitmen dan siap mengajar ke pelosok negeri.

Ketersediaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi sebuah harapan baru untuk ribuan sekolah dan ribuan anak-anak yang memiliki harapan melanjutkan sekolah dan memiliki sekolah yang layak.

Eksistensi dan mutu

sumber foto dokumentasi madrasah-masa orientasi
sumber foto dokumentasi madrasah-masa orientasi

Keberadaan madrasah memiliki posisi unik dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, madrasah tidak berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Justru karena karakteristik yang khas pada aspek pendidikan agama, menjadikan institusi pendidikan itu berada di bawah kendali dan koordinasi Kementerian Agama.

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 229 Tahun 2013, madrasah merupakan satuan kerja tersendiri. Apa konsekuensi dari kebijakan tersebut? Madrasah diberi kewenangan secara independen merencanakan dan mengelola anggaran negara serta berkewajiban menyusun administrasi pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Fakta menariknya, menurut data statistik pengelolaan madrasah, ternyata lebih dari 90 persen madrasah dikelola oleh lembaga swasta. Hanya 8,63 persen (3.881) madrasah yang berstatus 'negeri' dan berada di bawah pengelolaan Kementerian Agama.

Kendala kemudian bermunculan karena dalam pengelolaannya juga masih ditemukan banyak titik lemah. Setidaknya ada dua masalah umum yang dihadapi, sebagai konsekuensi independensinya dalam mengelola lembaga pendidikan tersebut.

Pertama, minimnya kompetensi sumber daya manusia, minimnya guru yang berkompetensi dengan tingkat kesejahteraan yang layak.

Kedua, kurangnya tenaga administrasi, sebagai tenaga bantu yang mengurus berbagai masalah teknis administrasi untuk mendukung kemudahan operasionalisasi madrasah.

Bagaimana dan apa peran signifikan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama untuk membawa madrasah menjadi institusi pendidikan yang tak hanya merepresentasikan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia, tapi juga mewakili kultur dan cara berpikir yang maju.

Pemenuhan berbagai kekurangan sarana dan prasarana pendukung proses belajar mengajar, keberlangsungan pendidikan dan ketersediaan SDM. Terutama tantangan lembaga madrasah yang dikelola mandiri dan yang berada di daerah 3T.

Apakah mendorong efektifitas dana BOS untuk eksistensi, atau mutu pendidikan. Ini ibarat memilih telur atau ayam sebagai prioritas. Mana yang harus didahulukan?

BOS dan Sekolah di 3T

sumber foto dokumentasi madrasah-pengenalan pemilu di MTSN4 Rukoh Banda Aceh
sumber foto dokumentasi madrasah-pengenalan pemilu di MTSN4 Rukoh Banda Aceh

Ada siswa dan sekolah yang berada dalam kondisi paling ekstrem. Ruang sekolah tanpa dinding, tanpa meja kursi, bahkan menggunakan ruang yang tidak layak disebut sebagai kelas.

Padahal sekolah diharapkan menjadi muasal dilahirkannya perubahan. Baik sisi intelektual, pola pikir dan kesadaran tentang pentingnya pendidikan sebagai multiplier effect bagi sektor pembangunan lainnya. Daerah-daerah 3T adalah daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, di mana masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.

Bagaimana inisiatif pemerintah mendorongnya agar lebih bisa memenuhi syarat sebagai sebuah sarana pendidikan yang layak. Minimal memiliki barisan para pengajar, fasilitas bangunan sarana kebutuhan pendukung proses belajar mengajar.

Termasuk di sekolah-sekolah 3T yang juga membutuhkan prioritas. Bagaimanapun tantangan yang dihadapi Kementerian Agama masih begitu besar, karena dengan ketersediaan alokasi dana, dan banyaknya madrasah yang harus mendapat porsi bagian dana BOS, akan membutuhkan energi dan sumber dana yang besar.

Saat ini surat perintah pencairan dana untuk penyaluran Dana BOS madrasah sudah terbit. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap II untuk madrasah mulai cair.

Diperkirakan totalnya mencapai Rp 1,166 triliun dicairkan untuk 48.660 madrasah. Dana tersebut disalurkan ke rekening bank penyalur (RPL), dan selanjutnya Kemenag akan memerintahkan pihak bank untuk segera menyalurkan dana tersebut ke rekening madrasah swasta penerima BOS.

Dana tersebut, menurut Direktur Kurukulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah M Isom Yusqi terdiri atas Rp 540,424 miliar untuk BOS pada 23.923 madrasah ibtidaiyah (MI), Rp 424,830 miliar untuk BOS pada 16.532 madrasah tsanawiyah (MTs), dan Rp 201,586 miliar untuk BOS pada 8.205 madrasah aliyah (MA).

Persoalan berikutnya adalah pertanggungjawaban. Kita harus belajar banyak dari kasus Dana Desa yang keberadaannya justru menyeret banyak pesakitan baru ke meja hijau.

Persoalan mentalitas, ketidakpahaman dan kesalahan teknis secara administrasi dalam implementasi operasionalisasi dana menjadi ganjalan dan kekhawatiran.

Jika dana BOS dipergunakan secara optimal, bukan sekadar maksimal, tapi habis tanpa tujuan jelas, serta sesuai peruntukan (cepat, tepat dan akuntabel) berdasarkan skala prioritas dalam pengembangan madrasah, perlahan akan banyak madrasah yang "naik kelas" menjadi lebih baik lagi.

sumber ; 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun